Sanksi penundaan atau pemotongan dana alokasi umum dan atau dana bagi hasil pajak penghasilan bakal diberikan ke pemerintah daerah yang terbukti menghambat investasi. Substansi ini ada di rancangan peraturan pemerintah.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah daerah akan dikenai sanksi oleh pemerintah pusat jika terbukti menerapkan regulasi pajak dan retribusi yang menghambat investasi. Sanksinya berupa penundaan atau pemotongan dana alokasi umum dan atau dana bagi hasil pajak penghasilan.
Pengenaan sanksi bagi pemerintah daerah menjadi salah satu pokok substansi rancangan peraturan pemerintah (RPP) tentang pajak daerah dan retribusi daerah dalam rangka mendukung kemudahan berusaha dan layanan daerah. RPP itu adalah satu dari 44 peraturan pelaksana Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Direktur Kapasitas dan Pelaksanaan Transfer Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Bhimantara Widyajala mengatakan, pajak daerah dan retribusi daerah menjadi salah satu kendala investasi di Indonesia. Tumpang tindih regulasi menyebabkan disharmoni peraturan pajak dan retribusi antara satu daerah dan daerah lain.
”Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan kewenangan pemerintah daerah, tetapi aturannya acap kali tidak sejalan dengan semangat mendorong investasi dan tidak sinkron dengan kebijakan pusat,” kata Bhimantara dalam acara serap aspirasi implementasi UU Cipta Kerja sektor keuangan dan investasi pemerintah, Rabu (2/12/2020).
Untuk mengatasi masalah tumpang tindih regulasi, pemerintah pusat melakukan penyesuaian tarif pajak daerah dan retribusi daerah yang akan berlaku secara nasional. Penyesuaian tarif dilakukan untuk menyelaraskan kebijakan pajak antara pemerintah pusat dan daerah.
Selain itu, Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri akan mengevaluasi rancangan peraturan daerah (raperda) agar sesuai dengan kepentingan UU Cipta Kerja dan kebijakan fiskal nasional. Jika ditemukan ketidaksesuaian, menteri keuangan akan merekomendasikan perubahan peraturan daerah (perda) melalui menteri dalam negeri.
”Sanksi diberikan manakala setelah diberikan rekomendasi atau arahan dari menteri keuangan dan menteri dalam negeri untuk melakukan penyesuaian, tetapi tidak dilakukan oleh pemerintah daerah,” kata Bhima.
Penundaan dana alokasi umum (DAU) dan dana bagi hasil (DBH) pajak penghasilan sebesar 10 persen dikenakan kepada pemerintah daerah yang terlambat menyerahkan raperda dan menetapkan perda yang tidak mengikuti proses evaluasi. Adapun pemotongan dana alokasi umum dan dana bagi hasil sebesar 15 persen untuk pemerintah daerah yang tidak menyampaikan perda, tidak mengikuti hasil evaluasi, dan tidak mengubah perda.
Bhima mengatakan, penundaan atau pemotongan sebesar 10-15 persen DAU diberikan setiap bulan pada tahun anggaran berjalan, sementara DBH pajak penghasilan dari jumlah yang diberikan setiap periode pada tahun anggaran. Sanksi akan dicabut jika pemerintah daerah telah menjalankan kewajibannya.
Obesitas regulasi
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Perekonomian Iskandar Simorangkir mengatakan, permasalahan kemudahan berusaha dan berinvestasi di Indonesia sangat kompleks. Saat ini tercatat ada 43.604 regulasi di tingkat pusat dan daerah tentang iklim usaha.
Regulasi menjadi kendala mengikat bagi pertumbuhan ekonomi. Beberapa regulasi yang ada tidak mendukung penciptaan dan pengembangan bisnis, bahkan cenderung membatasi, khususnya pada regulasi terkait tenaga kerja, investasi, dan perdagangan. Obesitas regulasi diperparah oleh kualitas institusi yang rendah.
”Hyper regulations membuat upaya mendirikan usaha dan berinvestasi di Indonesia begitu sulit. Masalah ini akan dan sedang diupayakan untuk diselesaikan melalui UU Cipta Kerja,” ujar Iskandar.
Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso menambahkan, pemerintah membuka ruang partisipasi publik dalam penyusunan dan perumusan rancangan peraturan pemerintah (PP) dan peraturan presiden (perpres) turunan UU Cipta Kerja. Pemerintah juga menggelar sosialisasi dan konsultasi publik di sejumlah wilayah.
Publik yang ingin memberikan masukan bisa datang langsung ke Posko Cipta Kerja di Kantor Kemenko Perekonomian Jakarta atau melalui portal resmi UU Cipta Kerja https://uu-ciptakerja.go.id. Seluruh rancangan PP dan perpres turunan UU Cipta Kerja juga diunggah ke portal resmi tersebut.