Protokol Kesehatan di Industri Pariwisata Tak Bisa Ditawar
›
Protokol Kesehatan di Industri...
Iklan
Protokol Kesehatan di Industri Pariwisata Tak Bisa Ditawar
Kesehatan jadi pertimbangan utama wisatawan untuk bepergian. Maka, tak ada cara lain, protokol kesehatan di mana pun, termasuk di tempat wisata, mesti ditegakkan.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penerapan protokol kesehatan di masa pandemi Covid-19 tak bisa ditawar, termasuk dalam industri pariwisata. Oleh karena itu, pariwisata berkualitas yang berkomitmen kuat menegakkan protokol kesehatan terus digalakkan.
Pemerintah berupaya menerapkan sertifikasi ”Indonesia Care” terhadap pelaku industri pariwisata untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sektor ini. Sertifikasi diiringi komitmen menerapkan protokol kesehatan berbasis kebersihan, kesehatan, keamanan, dan keberlanjutan lingkungan atau CHSE.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik yang dirilis Selasa (1/12/2020), wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia pada Oktober 2020 sebanyak 158.200 kunjungan. Jumlah ini naik 4,57 persen terhadap September 2020, tetapi anjlok 88,25 persen terhadap jumlah kunjungan pada Oktober 2019.
Sejak awal tahun ini hingga Oktober, ada 3,718 juta kunjungan wisman ke Indonesia, jauh di bawah Januari-Oktober 2019 yang sebanyak 13,449 juta kunjungan.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Setianto mengatakan, pergerakan kunjungan di Indonesia lebih banyak disumbang wisatawan Nusantara atau domestik. Kendati BPS belum merilis data khusus kunjungan wisatawan domestik, tren itu bisa terlihat dari tingkat penerbangan domestik yang naik lebih tinggi dibandingkan dengan penerbangan internasional.
Menurut data BPS, jumlah penumpang pada penerbangan domestik pada Oktober 2020 sebanyak 2,22 juta orang atau naik 17,33 persen dari September 2020 yang sebanyak 1,89 juta orang.
Pergerakan orang menggunakan kereta api juga meningkat dari 11,43 juta orang pada September 2020 menjadi 11,94 juta orang pada Oktober 2020. Adapun penumpang kapal laut naik dari 1,06 juta orang pada September 2020 menjadi 1,1 juta orang pada Oktober 2020.
Direktur Statistik Keuangan, Teknologi Informasi, dan Pariwisata BPS Titi Kanti Lestari menambahkan, tren kenaikan kunjungan wisatawan domestik juga terlihat dari tingkat penghunian kamar hotel klasifikasi bintang di Indonesia pada Oktober 2020. Tingkat penghunian kamar pada Oktober 2020 sebesar 37,48 persen atau naik 5,36 poin dari September 2020 yang sebesar 32,12 persen.
Titi menyampaikan, warga negara Indonesia (WNI) mulai bepergian untuk berwisata. Alasan ini berbeda dengan kunjungan warga negara asing ke Indonesia yang sejauh ini lebih banyak untuk berbisnis atau nonrekreasi.
”Rata-rata untuk tujuan bisnis atau pekerjaan, seperti pengecekan mesin, konsultan, dan kesehatan. Misalnya, di Kendari (Sulawesi Tenggara) banyak yang datang karena ada pabrik smelter China di sana,” kata Titi.
Alasan ini berbeda dengan kunjungan warga negara asing ke Indonesia yang sejauh ini lebih banyak untuk berbisnis atau nonrekreasi.
Data BPS menunjukkan, rata-rata lama menginap di hotel klasifikasi bintang di Indonesia pada Oktober 2020 adalah 2,64 hari untuk tamu asing dan 1,61 hari untuk tamu Indonesia.
Alasan kesehatan
Menurut Setianto, masih banyak WNA yang enggan berwisata ke Indonesia karena alasan kesehatan. Oleh karena itu, penegakan protokol kesehatan berupa 3M tetap harus ditegakkan. Protokol 3M adalah memakai masker, mencuci tangan menggunakan sabun, dan menjaga jarak.
”Hal ini keharusan kalau kita mau ekonomi ini nanti bergerak kembali,” katanya.
Masih banyak WNA yang enggan berwisata ke Indonesia karena alasan kesehatan.
Terkait protokol kesehatan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sedang menyertifikasi pelaku usaha di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif. Ditargetkan, per akhir tahun ini, sebanyak 6.606 orang pelaku usaha di sektor tersebut tersertifikasi ”Indonesia Care”.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio mengatakan, langkah ini untuk meningkatkan kepercayaan konsumen dan pengunjung di sektor pariwisata.
”Pariwisata ini bisnis kepercayaan dan bisnis pengalaman. Tantangan kita sekarang membuat konsumen percaya bahwa destinasi wisata bisa menyediakan layanan yang aman,” katanya.
Sampai dengan 29 November 2020, sertifikasi CHSE telah dilakukan kepada ribuan hotel, restoran, dan usaha pariwisata lain di 34 provinsi di Indonesia. Sejauh ini sebanyak 3.728 pelaku usaha sudah diaudit dan menerima sertifikasi ini.
”Banyak pelaku usaha yang sudah lolos audit dan menerima sertifikasi. Di Bali, misalnya, ada 666 pelaku usaha yang sudah disertifikasi terdiri dari 313 hotel dan 353 restoran dari total 1.000 target pendaftar,” katanya.
Lebih lanjut, Wishnutama mengatakan, pihaknya terus menggerakkan kolaborasi kementerian/lembaga dengan pemangku kepentingan terkait. Saat ini, pemerintah sedang menyiapkan destinasi wisata yang akan dibuka kembali untuk menerima wisman. Lobi atau pendekatan untuk membuka koridor perjalanan antarnegara (travel bubble) demi menarik kunjungan wisman sedang diupayakan.
”Hal ini tidak sederhana, kompleksitasnya cukup tinggi. Perlu upaya bilateral untuk sepakat dengan negara terkait, seperti menerapkan standar-standar protokol kesehatan yang sama,” ujarnya.