Tahun ini merupakan ketiga kalinya Kabupaten Melawi di Kalimantan Barat menggelar pilkada. Pecah kongsi antara petahana bupati dan wakilnya terus terjadi dalam pilkada di Melawi.
Oleh
Bima Baskara
·4 menit baca
Pemilihan kepala daerah di Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat, senantiasa diwarnai kontestasi sosok petahana bupati dan wakil bupati. Kali ini, peta kontestasi politik Melawi yang relatif lebih cair akan menjadi pembuktian, apakah adagium itu kembali terulang atau tidak.
Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat, adalah salah satu dari 23 kabupaten hasil pemekaran yang diresmikan Menteri Dalam Negeri pada 7 Januari 2004. Melawi terbentuk dari hasil pemekaran Kabupaten Sintang.
Tahun ini adalah ketiga kalinya bagi Melawi menggelar pilkada. Pilkada tahun 2005 menetapkan Ambrosius Suman Kurik sebagai bupati dan Firman Muntaco sebagai wakil bupati.
Firman Muntaco kemudian berhasil meraih suara terbanyak di pilkada tahun 2010 sehingga ditetapkan sebagai orang nomor satu di Kabupaten Melawi. Saat itu, Firman berpasangan dengan Panji.
Melalui Pilkada 2015, Panji berhasil menjadi kepala daerah. Ia menjabat Bupati Melawi dengan Dadi Sunarya Usfa Yursa sebagai wakilnya.
Pecah kongsi di antara petahana bupati dan wakilnya dalam pilkada di Melawi menunjukkan rivalitas di kepemimpinan daerah yang terus berulang. Hal ini didukung oleh relatif cairnya pilihan partai politik (parpol) di DPRD yang tecermin dari menanjaknya perolehan Nasdem di dua pemilu terakhir mengalahkan partai-partai lama, yaitu Golkar, Partai Amanat Nasional, dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Di pilkada tahun ini, ada tiga kandidat kepala daerah yang akan memperebutkan 153.021 suara pemilih. Di nomor urut 1, Panji-Abang Ahmaddin; di nomor urut 2, Henny Dwi Rini-Mulyadi; dan nomor urut 3, Dadi Sunarya-Kluisen.
Panji dan Dadi Sunarya, bupati dan wakil bupati periode 2015-2019, pecah kongsi. Panji dan Dadi kini sama-sama mencalonkan diri sebagai bupati. Sementara Henny adalah istri almarhum Firman Muntaco, wakil bupati Melawi pertama sekaligus bupati kedua di kabupaten ini.
Semua sosok yang akan berlaga di ajang Pilkada Melawi memiliki pengalaman di legislatif. Abang Ahmaddin, calon wakil bupati pasangan Panji, menjabat wakil ketua DPRD Melawi sejak 2019. Panji juga pernah menjadi anggota legislatif Melawi sejak 2004 hingga 2010.
Pasangan lainnya, yakni Dadi dan Kluisen, juga memiliki latar belakang kiprah politik yang sama. Dadi juga pernah menjadi anggota DPRD Melawi sejak tahun 2009 hingga 2015. Adapun jabatan wakil ketua DPRD Kabupaten Melawi pernah diemban Kluisen pada 2004-2019.
Sosok Henny pun tidak hanya dikenal sebagai istri almarhum mantan kepala daerah. Ia juga memiliki latar belakang sebagai anggota DPRD Provinsi Kalimantan Barat periode 2014-2019. Sementara Mulyadi pernah menjadi anggota DPRD Melawi periode 2004-2009 dan 2014-2019.
Dengan latar belakang kursi legislatif yang dimiliki setiap pasangan calon, tak mengherankan jika pergerakan dukungan parpol menjadi amat dinamis. Konstelasi dukungan parpol turut berubah mengikuti pergerakan peta kontestasi.
Pada Pilkada 2015, pasangan Panji-Dadi meraih kemenangan dengan dukungan Nasdem, PDI-P, dan Hanura. Dukungan ketiga parpol itu terbelah pada pilkada tahun ini. Nasdem kini memberikan dukungan politik untuk Panji, PDI-P memilih mendukung Dadi, sedangkan Hanura kini mendukung Henny.
Nasdem yang terbilang belum lama masuk ke Melawi punya prestasi baik terkait perolehan kursi di DPRD Melawi. Pada Pemilu 2014, Nasdem hanya memperoleh 2 kursi DPRD Melawi. Namun, pada Pemilu 2019, parpol ini berhasil mendapat 6 kursi atau seperlima dari total 30 kursi di DPRD Kabupaten Melawi.
Serba mungkin
Merunut sejarah, ada peristiwa kontestasi pilkada di Melawi yang menyiratkan kemungkinan kemenangan pasangan Dadi-Kluisen. Peristiwa itu adalah sosok yang pernah menjabat wakil bupati akan ”naik kelas” menjadi bupati di pilkada berikutnya. Sebelum ”naik kelas” menjadi bupati, wakil bupati ini akan pecah kongsi dengan bupati sebelumnya.
Dadi juga diuntungkan dengan hadirnya Kluisen, kader PDI-P yang berpengalaman mendulang suara pemilih di Pilkada 2010. Saat itu, Kluisen yang menjadi calon wakil kepala daerah berpasangan dengan Sukiman mampu meraih 19 persen suara pemilih.
Dadi juga didukung oleh kendaraan politik yang besar. Pasangan Dadi-Kluisen mendapat dukungan 14 kursi DPRD Melawi dari lima parpol.
Namun, kekuatan dukungan parpol bukanlah jaminan kemenangan. Jika melihat ke belakang, kandidat yang didukung Golkar dan Nasdem terbukti berhasil memenangi pilkada di Melawi.
Tahun 2010, pasangan Firman Muntaco, yang juga kader Golkar, dan Panji berhasil memenangi pilkada. Saat itu, pasangan ini meraup 45,7 suara persen pemilih. Pada pilkada lima tahun berikutnya, Panji yang adalah kader Nasdem berhasil meraih suara pemilih terbanyak. Panji yang berpasangan dengan Dadi di Pilkada 2015 mampu meraih 55,8 persen dukungan.
Di atas kertas, dukungan Hanura kepada Henny tak bisa dibilang strategis mengingat rendahnya penguasaan parpol ini di ranah legislatif. Namun, Henny juga mendapatkan dukungan dari parpol lain, yakni Gerindra. Parpol ini konsisten mempertahankan pengaruhnya di DPRD Melawi, dengan meraih empat kursi dalam dua pemilu terakhir.
Partai Demokrat juga mendukung Henny. Kendati hanya meraih satu kursi DPRD Melawi, kandidat yang diusung parpol ini, yaitu Ambrosius Suman Kurik, pernah memenangi pilkada pertama di Melawi.
Melihat sepak terjang tiap-tiap kandidat dan dinamika dukungan parpol, rasanya tidak berlebihan jika dikatakan bahwa berbagai hal masih mungkin terjadi di Pilkada 2020 Kabupaten Melawi. (Litbang Kompas)