KPK Didesak untuk Mengusut Dugaan Pencucian Uang Nurhadi
›
KPK Didesak untuk Mengusut...
Iklan
KPK Didesak untuk Mengusut Dugaan Pencucian Uang Nurhadi
KPK didesak untuk mengembangkan perkara dugaan suap dan penerimaan gratifikasi oleh bekas Sekretaris MA Nurhadi dengan membuka penyidikan tindak pidana pencucian uang.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penanganan kasus dugaan korupsi yang dilakukan bekas Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi diharapkan tidak hanya berhenti sampai pada penerimaan suap dan gratifikasi sebesar Rp 83 miliar. Komisi Pemberantasan Korupsi diharapkan mengusut dugaan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan Nurhadi.
Saat ini, Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono, sedang menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Mereka didakwa atas dugaan menerima suap dan gratifikasi untuk membantu pengurusan perkara di pengadilan.
Peneliti Lokataru, Meika Arista mengatakan, saat ini sudah ada pengalihan aset dari Nurhadi dan Rezky kepada pihak lain. “Utamanya terkait dengan pengalihan yang patut diduga dilakukan melalui transaksi-transaksi yang tidak wajar,” kata Meika dalam diskusi bertajuk “Mengurai Benang Kusut Penanganan Perkara Nurhadi”, Rabu (2/12/2020).
Kegiatan tersebut diselenggarakan oleh Lokataru dan Indonesia Corruption Watch (ICW). Selain Meika, hadir sebagai pembicara, yakni peneliti ICW Kurnia Ramadhana, Komisioner KPK 2015-2019 Saut Situmorang, pengajar hukum Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, dan peneliti senior Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP), Arsil.
Meika menuturkan, jika dilihat dari proses persidangan yang sudah berlangsung, ada beberapa keterangan saksi yang mengarah pada dugaan penyamaran atau pengaburan harta kekayaan Nurhadi yang dilakukan pada 2011 hingga 2016.
Skema pengaburan transaksi diduga diterapkan oleh beberapa pihak yang terkait dalam proses penerimaan suap dan gratifikasi. Misalnya, transaksi tidak langsung yang diputar dengan ditempatkan ke beberapa tempat melalui beberapa pihak dan diberikan dalam bentuk tunai maupun dalam bentuk lain. Ada juga beberapa transaksi fiktif yang telah diungkap dalam proses persidangan.
Skema pengaburan transaksi diduga diterapkan oleh beberapa pihak yang terkait dalam proses penerimaan suap dan gratifikasi
Beberapa saksi menceritakan di persidangan, bahwa saudara yang bersangkutan mengatakan ada pencatutan nama. Pencatutan tersebut digunakan salah satunya untuk pembelian kebun sawit.
Jika dilihat ke belakang, pengalihan aset tersebut sangat gencar dilakukan pada 2016 ketika rumah Nurhadi digeledah oleh KPK terkait dengan kasus dugaan suap kepada panitera pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
“Ini kan harus dan patut diduga kuat adanya beberapa aset atau harta kekayaan yang memang berasal dari tindak pidana terkait yang kemudian disamarkan atau dialihkan ke pihak lain dengan tujuan untuk menghilangkan asal-usul dari hasil tersebut,” kata Meika.
Menurut Meika, KPK seharusnya menyelidiki dan menelusuri tindakan tersebut. Hal ini menjadi tantangan sekaligus lonceng bagi KPK untuk segera menaikkan kasus TPPU yang diduga dilakukan Nurhadi. Selain itu, KPK juga perlu menelusuri jaringan yang selama ini diduga terlibat dan bekerja sama untuk menyembunyikan aset hasil tindak pidana.
Saut Situmorang juga mempertanyakan pengusutan harta Nurhadi, salah satunya terkait mobil yang dimiliki. “Ini dimana sekarang? Mobil-mobil dimana?” ujarnya.
KPK juga perlu menelusuri jaringan yang selama ini diduga terlibat dan bekerja sama untuk menyembunyikan aset hasil tindak pidana
Ia menceritakan alur pengusutan kasus Nurhadi termasuk harta yang dimiliki. Namun, saat itu penyidik KPK belum bisa membuktikannya. Ia berharap, harta Nurhadi dapat terbongkar di persidangan.
Abdul Fickar Hadjar mengatakan, TPPU merupakan upaya penyamaran. Tindakan memindahkan uang hasil kejahatan sudah termasuk di dalamnya. “Artinya sangat tipis, kejadiannya sangat tipis. Memindahkan ke saham, ke barang, itu sudah TPPU. Itu sudah bagian dari upaya penyamaran,” kata Fickar yang mendorong segera dibukanya penyidikan TPPU untuk Nurhadi.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri, mengatakan, saat ini KPK masih menelaah lebih lanjut terkait penerapan pasal TPPU pada perkara Nurhadi. “Kami memastikan akan segera menerapkan pasal TPPU dalam perkara ini setelah dari hasil pengumpulan bukti kemudian disimpulkan ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup,” kata Ali.
Ia menjelaskan, TPPU akan diterapkan apabila ada bukti permulaan yang cukup bahwa aset-aset bernilai ekonomis seperti properti, kendaraan, surat berharga, dan lain-lain didapatkan dengan menggunakan uang hasil tindak pidana.