Identifikasi LIPI Tunjukkan Indonesia Miliki 5.807 Danau
›
Identifikasi LIPI Tunjukkan...
Iklan
Identifikasi LIPI Tunjukkan Indonesia Miliki 5.807 Danau
Hasil identifikasi LIPI terdapat 5.807 danau di seluruh Indonesia. Terbanyak di Kalimantan Selatan yaitu sejumlah 1.005 danau. Danau-danau yang teridentifikasi berupa danau alami dan danau buatan.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia mengidentifikasi total 5.807 danau yang tersebar di Indonesia. Ini merupakan basis data yang dapat digunakan untuk mendukung kegiatan pengelolaan danau yang lebih baik.
Peneliti Pusat Penelitian Limnologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Aan Dianto memaparkan, basis data danau Indonesia dari LIPI disusun karena sampai saat ini jumlah danau belum diketahui secara pasti. Data terakhir yang disusun pada 1991 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki 1.575 danau yang terdiri dari 840 danau besar dan 735 danau kecil atau situ dengan luas 491.724 hektar.
“Akhirnya Pusat Penelitian Limnologi melakukan penghitungan jumlah danau di Indonesia pada tahapan identifikasi lokasi, tipe, dan luasannya. Karena penyusunan buku ini berdasarkan citra satelit tahun tertentu, sehingga jumlah dan luasan danau dapat berubah sesuai dinamika lingkungan,” ujarnya dalam webinar bertajuk “Peranan Strategis dari Ketersediaan Data Dasar Danau-Danau di Indonesia”, Kamis (3/12/2020).
Aan menjelaskan, identifikasi danau menggunakan data citra satelit SPOT 6 dan 7 mosaik tahun 2015-2019, citra Landsat-8 OLI tahun 2013-2019, dan Peta Rupa Bumi Indonesia. Dari data citra tersebut kemudian dilakukan deliniasi genangan melalui interpretasi visual, identifikasi tipe pembentukan danau, pengklasifikasian, dan penomoran.
Hasil penyusunan basis data yang digagas sejak 2016 ini menunjukkan, Indonesia memiliki 5.807 danau yang tersebar di seluruh wilayah dengan luas mencapai 586.871 hektar. Wilayah persebaran danau terbanyak di antaranya berada di Kalimantan Selatan (1.005 danau), disusul Jawa Barat (571 danau), Kalimantan Timur (561), Papua (546 danau), Kalimantan Tengah (442 danau), Jawa Timur (376 danau), Nusa Tenggara Timur (266 danau), dan Banten (265 danau).
Dari jumlah tersebut, peneliti LIPI mengklasifikasikannya menjadi 1.022 danau alami, 1.314 danau buatan, dan 3.471 danau lainnya tidak teridentifikasi. Danau alami terbentuk dari aktivitas alami seperti tektonik, vulkanik, paparan banjir, karst, dan laguna. Sementara danau buatan terbentuk dari aktivitas manusia seperti bekas kegiatan pertambangan.
Sementara dari luasannya, peneliti mengklasifikan danau tersebut dari kategori sangat kecil hingga sangat besar. Danau sangat kecil dengan luasan kurang dari 1 hektar sebanyak 1.797 danau. Sedangkan hanya satu danau yang masuk kategori sangat besar dengan luasan lebih dari 100.000 hektar yakni Danau Toba di Sumatera Utara.
Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset Inovasi Nasional Bambang PS Brodjonegoro mengatakan, adanya basis data danau yang disusun peneliti LIPI diharapkan dapat menjadi awal kesadaran semua pihak terkait pentingnya danau. Pihak-pihak terkait dapat membuat perencanaan strategi konservasi alam sehingga danau bisa dijaga kualitas lingkungan hidup dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat dengan tetap mengedepankan prinsip keberlanjutan.
Bambang menjelaskan, dibandingkan sungai dan laut, danau kerap dilupakan dan terlewati dalam setiap proses penataan maupun pembangunan. Akibatnya, tidak adanya instansi atau lembaga yang bertanggung jawab untuk mengelola danau. Padahal, danau juga menjadi salah satu tempat untuk penampung air.
“Pemberian tanggung jawab instansi dalam pengelolaan danau juga tidak jelas, termasuk antara pemerintah pusat dengan daerah. Ini membuat beberapa danau yang sebenarnya cukup potensial, besar, dan secara pariwisata juga indah menjadi rusak karena tidak ada yang menjaga atau supervisi agar danau tetap bersih dan bebas dari polusi,” ujarnya.
Kondisi tidak terkelolanya danau ini menurut Bambang di antaranya terjadi di Danau Toba dan Danau Limboto, Gorontalo. Tidak optimalnya pengelolaan membuat Danau Toba disesaki oleh keramba yang menimbulkan racun dan polusi air. Sedangkan keindahan dan fungsi dari Danau Limboto saat ini juga tidak bisa dinikmati secara optimal karena banyaknya eceng gondok yang menutupi sebagian besar permukaan danau.
“Indonesia punya lebih dari 1.575 danau (data lama). Ada yang danau besar berjumlah 840 dan danau kecil 735 dengan luas total hampir mencapai 500.000 hektar atau 0,25 persen dari luas daratan di Indonesia. Jadi danau ini harus kita jaga dengan serius karena danau menjadi sumber air yang sangat diperlukan untuk berbagai daerah di Indonesia,” katanya.
Danau prioritas
Direktur Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Nur Hygiawati Rahayu menyatakan, disusunnya basis data dari LIPI sangat membantu dalam kegiatan pengelolaan danau guna mendukung perencanaan secara holistik, integratif, tematik, dan spasial baik di tingkat pusat maupun daerah.
Menurut Rahayu, upaya penyelamatan danau sebetulnya telah dilakukan sejak 2008 melalui tersusunnya pedoman pengelolaan ekosistem danau. Bahkan, pada periode 2015-2019 juga telah ditetapkan implementasi penyelamatan 15 danau prioritas yang dikuatkan dengan penyusunan rencana pengelolaan danau.
Sebanyak 15 danau prioritas tersebut yakni Danau Toba (Sumatera Utara), Danau Singkarak dan Danau Maninjau (Sumatera Barat), Danau Kerinci (Jambi), Rawa Danau (Banten), Danau Rawapening (Jawa Tengah); Danau Batur (Bali); Danau Sentarum (Kalimantan Barat), Danau Cascade Mahakam yang meliputi Semayang, Melintang, Jempang (Kalimantan Timur), Danau Limboto (Gorontalo), Danau Poso (Sulawesi Tengah), Danau Tempe dan Danau Matano (Sulawesi Selatan), Danau Tondano (Sulawesi Utara), serta Danau Sentani (Papua).
Selain itu, kebijakan pengelolaan danau juga telah tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Sejumlah kementerian terkait pada 2024 ditargetkan dapat menyelamatkan danau dengan kegiatan di antaranya pengendalian kerusakan, revitalisasi tampungan alami, pengembangan perikanan tangkap darat, serta fasilitasi budidaya pertanian berbasis konservasi danau.
Rahayu mengakui bahwa secara fisik, fungsi, dan kelembagaan pengelolaan danau saat ini masih rendah. Menurunnya kuantitas dan kualitas air di danau secara langsung juga akan mengganggu fungsi dari danau tersebut. Permasalahan lainnya yaitu proses pemanfaatan belum sepenuhnya memperhatikan aspek daya dukung dan daya tampung.
Dari sisi otoritas, pengelolaan danau yang multisektor ini juga belum terkoordinasi dan tersinergi dengan baik. Buruknya kondisi danau kian didukung dari belum optimalnya pelibatan dan edukasi masyarakat di sekitar danau.
Rahayu menegaskan, solusi percepatan penyelamatan danau dapat dilakukan melalui penyusunan regulasi untuk pembagian peran dan kepastian penganggaran serta integrasi program atau kegiatan di masing-masing pihak. Pengawalan implementasi berbentuk monitoring dan evaluasi juga harus dilakukan untuk memastikan berjalannya sinergi dan integrasi tersebut.