Pengiriman komoditas unggulan Papua ke daerah lain di Indonesia ataupun luar negeri belum optimal. Ribuan peti kemas tidak terisi saat meninggalkan Jayapura, ibu kota Papua, setiap bulan.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Pengiriman komoditas unggulan Papua belum optimal walaupun memiliki sumber daya alam berlimpah. Hanya sekitar 20 persen dari 4.000 peti kemas yang keluar dari Pelabuhan Jayapura setiap bulan dalam kondisi terisi.
Hal ini diungkapkan General Manager PT Pelindo IV Cabang Jayapura Sonny Uktolseya saat dihubungi di Jayapura, Kamis (3/12/2020). Ia menuturkan, total ada 84.000 peti kemas yang masuk dan keluar di Pelabuhan Jayapura selama 10 bulan terakhir.
Untuk 42.000 peti kemas yang masuk ke Pelabuhan Jayapura, tingkat keterisiannya mencapai 96 persen. Namun, dari 42.000 peti kemas yang meninggalkan Jayapura, tingkat keterisiannya hanya 20 persen.
Sebanyak 20 persen peti kemas yang terisi itu mengangkut barang bekas, seperti besi tua, kayu olahan dari pohon merbau, dan kernel atau biji buah sawit. Komoditas sawit dan kayu pun hanya berasal dari tiga daerah, yakni Sarmi, Keerom, dan Jayapura.
Pertumbuhan ekonomi Papua pada triwulan II tahun 2020 mencapai 4,50 persen. Papua menjadi satu dari dua provinsi di Indonesia yang mencatatkan pertumbuhan positif pada kuartal II-2020, saat semua provinsi lain terpukul pandemi Covid-19. Namun, pertumbuhan ini didominasi oleh sektor tambang PT Freeport Indonesia, yaitu hingga 27,69 persen. Hal ini tidak berdampak bagi sektor lapangan usaha nontambang.
”Minimnya peti kemas yang terisi menunjukkan, banyak komoditas unggulan Papua yang belum dikirim ke sejumlah daerah di Indonesia ataupun luar negeri. Papua memiliki sumber daya alam berlimpah, tetapi manajemen pengelolaannya belum terlihat,” ujar Sonny.
Ia menuturkan, diperlukan sejumlah upaya untuk meningkatkan nilai komoditas unggulan Papua pada tahun 2021. Upaya ini meliputi penyediaan data jumlah produksi dan kluster komoditas unggulan di Papua yang lengkap, sinergi antara pemda sebagai regulator dan lembaga yang terkait, regulasi yang memudahkan para pelaku usaha, dan penyiapan koperasi yang khusus menampung hasil panen komoditas unggulan.
”Tanpa upaya-upaya ini, kondisi peti kemas yang tidak terisi dari Pelabuhan Jayapura akan selalu terulang setiap tahun. Kami siap bersinergi dengan pemda setempat untuk memasarkan komoditas unggulan Papua,” kata Sonny.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Papua Naek Tigor Sinaga berpendapat, komoditas pertanian dan perikanan Papua sangat diminati pihak di luar Papua. Namun, pemanfaatan komoditas tersebut untuk meningkatkan perekonomian masyarakat setempat belum terlihat.
Ia menyatakan, BI Papua telah melakukan proyek percontohan untuk meningkatkan produksi komoditas tersebut dengan kualitas yang baik, misalnya padi di Merauke, ikan di Biak Numfor, dan jagung di Keerom. ”Diperlukan kerja sama berbagai pihak untuk peningkatan produksi komoditas unggulan Papua, yakni pemberian teknologi, pendampingan para petani, serta pemasaran dan biaya transportasi yang terjangkau,” kata Tigor.
Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, Usaha Kecil Menengah, dan Tenaga Kerja Papua Laduani Ladamay mengatakan, pihaknya berencana mengekspor sejumlah komoditas unggulan Papua pada akhir Desember ini. Ia menyatakan, Pemprov Papua telah menyiapkan anggaran sebesar Rp 3,5 miliar untuk membeli komoditas unggulan dari para petani.
”Rencananya, Pemprov Papua akan mengirim kepiting ke Malaysia dan kopi ke Eropa. Saat ini, kami tengah berkoordinasi dengan atase perdagangan di kedutaan negara tersebut untuk mengurus izin pengiriman,” papar Laduani.