Presiden Jokowi: Kita Akan Berhadapan dengan Besarnya Jumlah Pengangguran
›
Presiden Jokowi: Kita Akan...
Iklan
Presiden Jokowi: Kita Akan Berhadapan dengan Besarnya Jumlah Pengangguran
Presiden Jokowi meminta penyiapan vaksin dan program vaksinasi dilakukan cermat. Setelah itu, semua pihak harus bergerak cepat karena ada banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Salah satunya pengangguran.
Oleh
FX Laksana AS
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Seiring dengan harapan vaksinasi dan pemulihan ekonomi nasional di tahun depan, bangsa Indonesia akan dihadapkan pada persoalan membeludaknya jumlah pengangguran dan angkatan kerja. Untuk itu, pemerintah akan melakukan reformasi struktural serta membenahi regulasi dan birokrasi yang kompleks.
Presiden Joko Widodo pada pidato virtual Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (BI), Kamis (03/12/2020), menyatakan, kerja keras dan pengorbanan dalam menangani pandemi Covid-19 selama sembilan bukan terakhir telah menunjukkan hasil positif. Ini tampak pada perbaikan indikator di bidang kesehatan dan ekonomi.
Untuk itu, Presiden mengajak semua pihak untuk fokus bergerak ke depan sekaligus keluar dari pandemi. Salah satunya ialah dengan mempersiapkan vaksin dan program vaskinasi secara cermat.
”Kita harus begerak cepat karena masih banyak pekerjaan rumah yang belum kita selesaikan. Kita akan dihadapkan pada besarnya jumlah pengangguran akibat PHK di masa pandemi. Kita menghadapi besarnya angkatan kerja yang memerlukan lapangan kerja,” kata Presiden.
Pandemi yang sudah berlangsung hampir sembilan bulan ini telah menyebabkan banyak perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menghentikan operasionalisasinya. Akibatnya, jumlah pengangguran membeludak.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah angkatan kerja per Agustus 2020 mencapai 138,22 juta orang atau bertambah 2,36 juta dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Dari jumlah tersebut, pengangguran terbuka mencapai 9,77 juta orang atau bertambah 2,67 juta orang dibandingkan pada Agustus 2019.
Terhadap persoalan pengangguran dan banyaknya jumlah angkatan kerja, Presiden melanjutkan, pemerintah berketetapan hati melakukan reformasi struktural serta membenahi regulasi yang kompleks dan birokrasi yang rumit. Dalam dua urusan tersebut, Indonesia menjadi negara yang oleh Global Complexity Index 2020 dinilai paling rumit.
”Dan itu harus kita akhiri. Itulah semangat yang mendasari lahirnya Undang-Undang Cipta Kerja, menciptakan iklim usaha yang lebih kondusif, berdaya saing, agar UMKM lebih berkembang dan industri padat tenaga kerja tumbuh dengan pesat. Perizinan dipermudah, izin usaha UMKM cukup dengan pendaftaran saja, dan banyak kemudahan-kemudahan lainnya,” kata Presiden.
Sejalan dengan itu, Presiden meminta BI ikut mendorong penciptaan lapangan kerja, berkontribusi lebih besar untuk menggerakkan sektor riil, dan membantu para pelaku usaha, terutama UMKM, agar bisa kembali produktif. Presiden juga berharap BI mengambil bagian yang lebih signifikan dalam reformasi fundamental.
”Dalam situasi krisis seperti ini, kita harus mampu bergerak cepat dan tepat. Buang jauh-jauh egosektoral, egosentrisme lembaga. Dan jangan membangun tembok tinggi-tinggi, berlindung di balik otoritas masing-masing. Kita harus berbagi beban, berbagi tanggung jawab untuk urusan bangsa dan negara agar negara mampu bertransformasi menjadi kekuatan ekonomi baru di tingkat regional dan global,” tutur Presiden.
Pada kesempatan yang sama, Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan, perekonomian global telah mulai membaik. Hal ini tecermin pada sejumlah indikator. Tren serupa juga terjadi di perekonomian domestik.
Guna mendorong pemuihan ekonomi di tahun depan, menurut Perry, vaksinasi dan disiplin protokol kesehatan merupakan prasyarat. Sebab, episentrum krisis kali ini adalah pandemi Covid-19.
Setelah prasyarat dijalankan, Perry melanjutkan, seluruh pemangku kepentingan mesti bersinergi melaksanakan lima kebijakan pemulihan ekonomi nasional. Lima kebijakan itu ialah pembukaan secara bertahap sektor produktif dan aman, percepatan realisasi stimulus fiskal, peningkatan kredit pembiayaan ke dunia usaha, stimulus moneter, serta digitalisasi ekonomi dan keuangan.
Untuk itu, Perry menekankan bahwa BI mendukung penuh pemulihan ekonomi nasional melalui kebijakan stimulus moneter dan makro prudensial serta digitalisasi ekonomi dan keuangan. BI juga akan senantiasa menggerakkan seluruh instrumen kebijakannya untuk pemulihan ekonomi nasional, berkoordinasi dengan pemerintah dan Komite Stabilisasi Sistem Keuangan.
Perry juga menjanjikan bahwa BI juga akan memberikan stimulus moneter yang akomodatif. Selain itu, BI juga akan menjaga suku bunga rendah sampai muncul tekanan inflasi seiring menguatnya permintaan masyarakat.
”Sudah saatnya perbankan menurunkan suku bunga dan menyalurkan kredit sebagai komitmen bersama untuk pemulihan ekonomi nasional,” kata Perry.