Presiden Jokowi: Saatnya Penanganan Disabilitas Berbasis HAM
›
Presiden Jokowi: Saatnya...
Iklan
Presiden Jokowi: Saatnya Penanganan Disabilitas Berbasis HAM
Presiden Jokowi menekankan, perlindungan penyandang disabilitas harus diletakkan pada dasar yang kuat dan berbasis HAM. Dengan begitu, kesempatan, kesetaraan, dan aksesibilitas bagi kaum difabel bisa terus meningkat.
Oleh
Nina Susilo
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Solidaritas, perlindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas semestinya tak lagi menggunakan pendekatan karikatif dan berbasis bantuan. Sudah saatnya pendekatan hak asasi manusia yang lebih dikedepankan. Inklusivitas sudah seyogiyanya terimplementasi, bukan lagi wacana atau sekadar ada dalam aturan.
Presiden Joko Widodo dalam peringatan Hari Disabilitas Internasional, Kamis (3/12/2020), menyampaikan harapan tersebut. Dalam rekaman video yang ditayangkan dalam peringatan Hari Disabilitas Internasional, Presiden menyebutkan, perlindungan penyandang disabilitas harus diletakkan pada dasar yang kuat dan berbasis hak asasi manusia.
Dengan demikian, kesempatan, kesetaraan, dan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas bisa terus ditingkatkan. Akses pendidikan, kesehatan, pekerjaan, sampai infrastruktur bagi difabel juga harus bisa dijamin.
Sepanjang tahun 2019-2020, Presiden Joko Widodo menandatangani beberapa peraturan pemerintah (PP) dan dua peraturan presiden sebagai turunan dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. PP yang diterbitkan tahun 2019 mengatur penyelenggaraan kesejahteraan sosial bagi penyandang disabilitas serta tentang perencanaan, penyelenggaraan, dan evaluasi terhadap penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas.
Adapun tahun ini terbit empat PP, antara lain tentang akomodasi layak bagi peserta didik penyandang disabilitas dan tentang akomodasi yang layak dalam proses peradilan. Selain itu, ada PP yang mengatur tentang akses terhadap permukiman, pelayanan publik, dan perlindungan dari bencana bagi penyandang disabilitas. Satu PP lagi mengatur tentang unit layanan disabilitas ketenagakerjaan.
Adapun dua perpres yang sudah disahkan mengatur tentang syarat dan tata cara pemberian penghargaan terhadap pemenuhan hak penyandang disabilitas serta tentang Komisi Nasional Disabilitas.
”Payung regulasi rasanya sudah cukup banyak dan kalau memang sangat-sangat diperlukan, saya siap menerbitkan peraturan lagi. Tetapi, kuncinya bukan semata-mata di regulasi. Rencana yang baik tidak ada gunanya tanpa keseriusan dalam pelaksanaannya. Kuncinya adalah diimplementasi, sekali lagi kuncinya adalah implementasi,” tutur Presiden Jokowi.
Oleh karena itu, ke depan harus dipastikan semua kebijakan terlaksana dengan baik. Penyandang disabilitas juga harus bisa merasakan manfaatnya. Kehadiran Komisi Nasional Disabilitas yang independen diharapkan menjadi tonggak penting untuk mempercepat pelaksanaan visi besar terhadap penyandang disabilitas.
”Tidak boleh ada satu pun penyandang disabilitas tertinggal dari berbagai program layanan yang diberikan oleh pemerintah. Semua kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah harus aktif mendukung, mulai dari sinkronisasi data penyandang disabilitas secara nasional, melibatkan penyandang disabilitas dalam pembuatan dokumen rencana aksi nasional dan rencana aksi daerah,” kata Presiden Jokowi.
Perubahan paradigma untuk menggunakan kacamata HAM dalam penanganan disabilitas, menurut Staf Khusus Presiden Bidang Sosial Angkie Yudistia, telah diatur dalam Rencana Induk Penyandang Disabilitas (RIPD). Tujuh pilar utama RIPD ialah pendataan dan perencanaan yang inklusif bagi penyandang disabilitas, penyediaan lingkungan tanpa hambatan bagi penyandang disabilitas, perlindungan hak dan akses politik, serta keadilan bagi penyandang disabilitas.
Selain itu, pemberdayaan dan kemandirian, perwujudan ekonomi inklusif bagi penyandang disabilitas, pendidikan dan keterampilan, serta akses dan pemerataan pelayanan kesehatan yang baik untuk penyandang disabilitas.
Untuk menjamin pembangunan yang inklusif dan bermanfaat untuk semua, keterlibatan penyandang disabilitas dalam semua proses pembangunan, baik perencanaan, penyelenggaraan, maupun evaluasi, di pemerintah pusat dan daerah diperlukan. Sinergi semua pemangku kepentingan juga menjadi kunci.
Pembangunan inklusif ini akan mencapai masyarakat yang dapat mengakomodasi perbedaan dan menghargai keberagaman. Inklusivitas ini juga semestinya terjadi dalam pilkada serentak 9 Desember 2020. Sebab, penyandang disabilitas punya hak untuk memilih dan dipilih yang sama dengan warga lain.
Kemudahan yang diperlukan antara lain TPS yang bisa diakses baik oleh penyandang disabilitas sensorik, motorik, mental, intelektual, maupun disabilitas ganda. Selain itu, sosialisasi siapa calon kepala dan wakil kepala daerah yang berlaga juga diperlukan. ”Kenyataannya, pemilih disabilitas ini belum sepenuhnya terdaftar sebagai pemilih,” ujar Angkie.
Secara nasional, Badan Pusat Statistik dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2018 mencatat, terdapat 37,58 juta penyandang disabilitas secara nasional. Jumlah ini mencapai 14,2 persen dari jumlah penduduk Indonesia.
Ketua Umum Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia Ghufron Sakaril juga mengatakan, penyandang disabilitas memiliki kebutuhan yang sama seperti manusia lain. Mereka juga mempunyai potensi besar. Sayangnya, potensi tersebut sering terkubur karena tidak mendapatkan kesempatan.
”Oleh karena itu, kami minta akses dibuka seluas-luasnya. Penyandang disabilitas pasti bisa. Kalau diberi kesempatan, pasti bisa berkarya dengan baik,” katanya dalam pidato peringatan Hari Disabilitas Internasional 2020.
Pekerjaan rumah saat ini bagi semua adalah menciptakan ekosistem inklusif bagi penyandang disabilitas. Dengan bergandengan tangan, stigma negatif dan diskriminasi terhadap penyandang disabilitas juga bisa dihilangkan secara menyeluruh.