Sekolah Tatap Muka, Pastikan Standar Protokol Kesehatan Terpenuhi
›
Sekolah Tatap Muka, Pastikan...
Iklan
Sekolah Tatap Muka, Pastikan Standar Protokol Kesehatan Terpenuhi
Pembelajaran tatap muka berisiko tinggi menyebabkan penyebaran Covid-19. Karena itu, sebelum pembelajaran itu mulai dilakukan, sekolah harus memastikan dapat menerapkan protokol kesehatan secara ketat.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Standar protokol kesehatan yang ketat harus menjadi syarat utama sebelum pembelajaran tatap muka mulai dilakukan. Protokol ini perlu diperhatikan secara komprehensif, mulai dari lingkungan tempat tinggal anak, risiko penularan di perjalanan, dan infrastruktur pendukung di sekolah.
Sesuai dengan Surat Keputusan Bersama Empat Menteri, yakni Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri, sekolah tatap muka bisa dimulai pada Januari 2021. Pembukaan sekolah ini bisa dilakukan dengan pemberian izin dari pemerintah daerah serta izin berjenjang dari satuan pendidikan dan orangtua.
Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Aman Bhakti Pulungan di Jakarta, Kamis (3/12/2020), mengatakan, pembukaan sekolah untuk kegiatan pembelajaran tatap muka berisiko tinggi menyebabkan penularan Covid-19. Itu, terutama, jika protokol kesehatan belum bisa diterapkan secara optimal, sementara angka penularan masih tinggi.
”Pembukaan sekolah untuk kegiatan belajar mengajar tetap mengandung risiko tinggi terjadinya lonjakan kasus positif. Peningkatan jumlah kasus yang signifikan pasca-pembukaan sekolah dilaporkan di sejumlah negara, seperti Perancis, Amerika Serikat, dan Israel. Bahkan, dari percobaan sekolah tatap muka di Indonesia sudah ada kluster penularan baru,” katanya.
Berdasarkan data yang dihimpun IDAI, satu dari sembilan kasus positif Covid-19 merupakan anak usia 0-18 tahun. Selain itu, proporsi kematian anak akibat penyakit yang disebabkan virus korona jenis baru ini mencapai 3,2 persen di Indonesia. Angka ini merupakan yang tertinggi di Asia Pasifik.
Pembukaan sekolah untuk kegiatan belajar mengajar tetap mengandung risiko tinggi terjadinya lonjakan kasus positif.
Menurut Aman, kebijakan pembukaan sekolah di setiap daerah harus mendapat pertimbangan dari dinas kesehatan dan organisasi profesi kesehatan setempat dengan memperhatikan angka kejadian dan angka kematian akibat Covid-19. Sesuai standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), batas minimal angka penularan Covid-19 maksimal 5 persen, sedangkan di Indonesia 14,1 persen.
Perhitungan itu pun harus disertai upaya pelacakan, pemeriksaan, dan penanganan kasus yang optimal di suatu daerah. Kedisiplinan masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan juga perlu dipastikan untuk melindungi anak dari risiko penularan Covid-19.
Karena itu, menurut Aman, pembelajaran melalui sistem jarak jauh dinilai paling aman saat ini. Orangtua pun diharapkan tetap mendukung kegiatan belajar dari rumah, baik sebagian maupun sepenuhnya. Pastikan pula ketika anak kembali masuk ke sekolah akan lebih bermanfaat, bukan justru meningkatkan risiko penularan.
Sebelum pembelajaran tatap muka dilakukan, sekolah hendaknya memenuhi standar protokol kesehatan lebih dulu. Standar ini meliputi, antara lain, memastikan dukungan fasilitas, seperti tempat cuci tangan, ventilasi udara yang baik, dan penyuluhan bagi setiap anggota sekolah, mulai dari guru, orangtua, dan murid.
Sejumlah indikator yang perlu diperhatikan dalam penerapan belajar tatap muka di sekolah, antara lain, kemampuan anak untuk melakukan kebiasaan cuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak; kondisi komorbid yang meningkatkan risiko perburukan saat tertular Covid-19, standar protokol kesehatan di sekolah, transportasi yang aman, kepastian bekal sekolah setiap hari dari rumah, serta mitigasi jika anak mengalami gejala Covid-19.
”Apabila indikator-indikator itu belum terpenuhi, sebaiknya anak masih di rumah dulu saja. Kami pun mendorong agar peningkatan kapasitas pelacakan kasus dan tata laksana Covid-19 terus ditingkatkan untuk melihat kondisi dan situasi masyarakat yang sebenarnya,” kata Aman.
Lonjakan kasus
Satuan Tugas Penanganan Covid-19 pada 3 Desember 2020 melaporkan penambahan kasus baru terkonfirmasi positif Covid-19 sebanyak 8.369 kasus sehingga total jadi 557.877 kasus.
Jumlah ini merupakan penambahan tertinggi sejak kasus Covid-19 pertama kali diumumkan terdeteksi di Indonesia pada 2 Maret 2020. Penambahan tertinggi dilaporkan di Papua (1.755 kasus), Jawa Barat (1.648 kasus), dan DKI Jakarta (1.153 kasus).
Ahli epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Syahrizal Syarif, menuturkan, pemerintah dan masyarakat perlu bersama-sama memperkuat komitmen pengendalian penularan Covid-19. Masyarakat diharapkan disiplin menjalankan protokol kesehatan sembari menunggu vaksin Covid-19 ditemukan.
Diabaikan
Survei Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Anak-anak (Unicef) bersama AC Nielsen di enam kota besar di Indonesia menunjukkan, perilaku menjaga jarak masih kerap diabaikan masyarakat. Hasil survei tersebut menyebutkan, perilaku jaga jarak masih sekitar 47 persen. Sementara perilaku masyarakat dalam memakai masker 71 persen dan mencuci tangan 72 persen.
”Dalam situasi menunggu vaksin, bahkan nanti setelah warga mendapat vaksin sekalipun, tetap perlu disiplin menjalankan protokol kesehatan 3M. Karena vaksin ini pasti pemberiannya bertahap, munculnya kekebalan kelompok di masyarakat juga bertahap,” kata Syahrizal.