Terapi Plasma Konvalesen Tidak Efektif untuk Pasien Covid-19 Parah
›
Terapi Plasma Konvalesen Tidak...
Iklan
Terapi Plasma Konvalesen Tidak Efektif untuk Pasien Covid-19 Parah
Sejumlah studi menunjukkan penggunaan plasma pemulihan ("plasma convalescent") pada pasien Covid-19 berkondisi parah. Kecocokan penyembuhan diduga dipengaruhi kecocokan pasien dengan donor plasma dan titer antibodi.
Oleh
Ahmad Arif
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Plasma penyembuhan, yang sebelumnya diharapkan menjadi salah satu terapi bagi pasien Covid-19, semakin diragukan kemanjurannya. Uji klinis di sejumlah negara menunjukkan, plasma penyembuhan tidak tidak memberikan manfaat signifikan pada pasien Covid-19 dengan gejala parah.
”Secara teoretis plasma convalescent (plasma penyembuhan/pemulihan/konvalesen) seharusnya bisa membantu menyembuhkan pasien Covid-19. Terapi ini juga sudah lama dipakai untuk berbagai penyakit lain. Namun, sudah ada penelitian di luar negeri bahwa plasma convalescent tidak efektif bagi pasien Covid-19 yang parah,” kata Wakil Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman David Mulyono, sebagai peneliti utama dalam uji klinis plasma penyembuhan di Indoensia, Kamis (3/12/2020).
David mengatakan, sekalipun sudah ada sejumlah studi di luar negeri, pelaksanaan uji klinis terhadap penggunaan plasma penyembuhan di Indonesia masih akan diteruskan. Uji klinis yang harusnya selesai pada Desember 2020 ini diperpanjang hingga pertengahan tahun 2021 karena peserta uji klinik yang belum memenuhi target.
”Sesuai protokol uji klinis yang kita buat sebelumnya, plasma penyembuhan ini kita sarankan untuk pasien dengan kategori moderat, bukan kritis. Sekarang kita masih menunggu hasilnya,” katanya.
Menurut David, uji klinik terhadap plasma penyembuhan yang dilakukan di Indonesia, selain untuk memberi dasar ilmiah terhadap praktik terapi yang sudah dilakukan, hal ini secara tidak langsung bisa juga untuk mempelajari titer antibodi SARS-CoV-2.
”Tantangan terbesar dalam pemberian plasma convalescent adalah menentukan titer antibodi pendonor maupun penerimanya. Pengukuran titer antibodi ini juga bisa dimanfaatkan dalam penerapan vaksin nantinya,” kata dia.
Tidak efektif
Sebelumnya, hasil uji klinis plasma penyembuhan di Argentina yang dipublikasikan di jurnal The New England Journal of Medicine pada 25 November 2020 menyimpulkan, tidak ada perbedaan signifikan yang diamati dalam status klinis atau kematian antara pasien yang diobati dan plasma penyembuhan dan mereka yang menerima plasebo.
VA Simonovich, peneliti pada Department of Internal Medicine, Hospital Italiano de Buenos Aires, Argentina, yang menjadi penulis pertama kajian ini menyebutkan, kajian dilakukan terhadap 228 pasien yang menerima plasma pemulihan dan 105 yang menerima plasebo.
Waktu rata-rata dari timbulnya gejala hingga pendaftaran dalam percobaan adalah delapan hari dengan kondisi pasien rata-rata mengalami hipoksemia (tingkat oksigen yang sangat rendah dalam darah). Plasma kesembuhan yang diberikan ke pasien rata-rata memiliki titer 1:3.200 dari total antibodi SARS-CoV-2.
Setelah hari ke-30 terapi, peserta uji klinik tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dicatat antara kelompok yang mendapat plasma penyembuhan dan kelompok plasebo. Kematian keseluruhan mencapai 10,96 persen pada kelompok yang mendapat plasma penyembuhan dan 11,43 persen pada kelompok plasebo.
Kajian ini menemukan, titer antibodi SARS-CoV-2 total cenderung lebih tinggi pada kelompok plasma pada hari ke-2 setelah intervensi. Namun, tidak ada perbedaan signifikan yang diamati dalam status klinis atau kematian keseluruhan antara pasien yang diobati dengan plasma penyembuhan dan yang menerima plasebo.
Kajian terpisah oleh Anup Agarwal, dari Clinical Trial and Health Systems Research Unit, Indian Council of Medical Research, India, dan tim di jurnal British Medical Journal (BMJ) pada 22 Oktober 2020 juga menyimpulkan, uji klinis penggunaan plasma pemulihan tidak menurunkan risiko kematian pasien Covid-19 yang parah.
Meskipun penggunaan plasma pemulihan meningkatkan resolusi sesak napas dan kelelahan pada pasien dengan Covid-19 sedang dan menyebabkan konversi RNA SARS-CoV-2 negatif yang lebih tinggi pada hari ke-7 setelah pemberian, hal ini tidak secara otomatis menurunkan risiko keparahan dan kematian.
Kajian ini menyebutkan, salah satu kendala besar dalam pemberian plasma penyembuhan adalah menemukan pasien yang cocok dan donor plasma yang sesuai, termasuk titer antibodi yang dibutuhkan. Tantangan ini dapat membatasi penggunaan plasma penyembuhan dalam terapi skala besar.