Ancaman Erupsi Merapi Berpotensi Mengarah ke Barat dan Barat Laut
›
Ancaman Erupsi Merapi...
Iklan
Ancaman Erupsi Merapi Berpotensi Mengarah ke Barat dan Barat Laut
Ancaman erupsi Gunung Merapi ke depan berpotensi mengarah ke wilayah barat dan barat laut. Hal ini terlihat dari data deformasi serta perubahan morfologi yang terjadi di Merapi.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Ancaman erupsi Gunung Merapi berpotensi mengarah ke wilayah barat dan barat laut. Hal ini terlihat dari data deformasi serta perubahan morfologi terbaru di Merapi. Meski begitu, ancaman erupsi ke arah selatan-tenggara tetap ada karena di area tersebut terdapat bukaan kawah.
”Wilayah barat dan barat laut menjadi wilayah yang berpotensi terancam bahaya erupsi berdasarkan data deformasi dan perubahan morfologi lereng sektor tersebut,” ungkap Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Hanik Humaida dalam konferensi pers secara daring, Jumat (4/12/2020) sore, di Yogyakarta.
Seperti diketahui, pada 5 November 2020, BPPTKG telah menaikkan status Gunung Merapi di perbatasan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dari Waspada (Level II) menjadi Siaga (Level III). BPPTKG juga menyatakan, potensi bahaya dari erupsi Merapi saat ini berupa guguran lava, lontaran material, dan awan panas dengan jarak maksimal 5 kilometer (km) dari puncak.
Hanik menjelaskan, berdasarkan pemantauan BPPTKG, deformasi dan perubahan morfologi di Gunung Merapi saat ini cenderung terjadi di sisi barat dan barat laut. Deformasi merupakan perubahan bentuk pada tubuh Gunung Merapi yang teramati dari adanya pemendekan jarak tunjam berdasarkan pengukuran jarak elektronik (electronic distance measurement/EDM).
Pemendekan jarak tunjam itu menunjukkan terjadinya deformasi berupa penggembungan atau inflasi di tubuh Merapi. Semakin besar pemendekan jarak, semakin besar pula penggembungan. Sementara penggembungan mengindikasikan adanya magma di dalam tubuh Gunung Merapi yang naik menuju permukaan.
Data BPPTKG menunjukkan, deformasi yang paling signifikan saat ini teramati dari pos pemantauan Gunung Merapi di wilayah Babadan, Kabupaten Magelang, Jateng. Pos Babadan berada di sektor barat laut Gunung Merapi sehingga deformasi yang teramati itu juga berada di sisi barat laut.
Selain deformasi, Hanik menyebut, selama beberapa waktu terakhir juga terjadi perubahan morfologi di area puncak Gunung Merapi. Perubahan morfologi itu, antara lain, terjadi karena runtuhnya sebagian material lava sisa erupsi Merapi pada tahun-tahun sebelumnya.
Material yang runtuh itu, antara lain, lava sisa erupsi tahun 1948 di sisi barat laut dan lava sisa erupsi tahun 1888 di sisi barat. ”Teramati perubahan morfologi dinding kawah, terutama lava 1948 dan lava 1888 disebabkan proses runtuhan atau guguran yang terjadi,” ujar Hanik.
Hanik menambahkan, BPPTKG juga mengamati munculnya rekahan-rekahan pada kawah yang ada di puncak Gunung Merapi. Rekahan itu muncul di bagian dalam kawah serta di bagian tebing kawah. ”Terbentuk rekahan-rekahan di dalam dan tebing kawah yang semakin melebar. Rekahan-rekahan itu menjadi indikasi gerakan magma ke permukaan,” katanya.
Hanik memaparkan, berdasar pemetaan BPPTKG, rekahan-rekahan itu juga muncul di sektor barat dan barat laut. Oleh karena itu, ada kemungkinan erupsi Merapi selanjutnya akan mengarah ke sisi barat dan barat laut. Secara administratif, area barat dan barat laut Gunung Merapi itu masuk ke wilayah Kabupaten Magelang.
Wilayah barat dan barat laut menjadi wilayah yang berpotensi terancam bahaya erupsi berdasarkan data deformasi dan perubahan morfologi lereng sektor tersebut. (Hanik Humaida)
Bukaan kawah
Meski begitu, Hanik juga mengingatkan, masih ada kemungkinan ancaman erupsi ke arah selatan-tenggara. Hal ini karena di sisi selatan-tenggara Gunung Merapi terdapat bukaan kawah yang mengarah ke hulu Kali Gendol di Kabupaten Sleman, DIY. Bukaan kawah itu berpotensi menjadi jalan bagi luncuran awan panas saat erupsi Merapi.
”Memang benar berdasarkan data EDM dan morfologi, potensinya ke arah barat dan barat laut. Namun, untuk saat ini, bukaan kawah, kan, ke arah Kali Gendol atau selatan-tenggara. Jadi, kalau ada potensi bahaya awan panas, ya masih mungkin ke arah Kali Gendol,” ungkap Hanik.
Hingga saat ini, Hanik menyatakan, aktivitas Gunung Merapi masih tergolong cukup tinggi. Hal ini, antara lain, terlihat dari intensitas kegempaan yang masih cukup tinggi di Merapi. Oleh karena itu, BPPTKG masih menetapkan Gunung Merapi dalam status Siaga. ”Selama aktivitasnya masih setinggi ini, ada potensi untuk erupsi,” katanya.
Meski aktivitas Merapi masih cukup tinggi, Kepala Seksi Gunung Merapi BPPTKG Agus Budi Santoso mengatakan, selama beberapa waktu terakhir, tidak ada peningkatan aktivitas kegempaan yang tajam. Hal ini menunjukkan, aktivitas Merapi saat ini tidak mengarah pada erupsi besar seperti tahun 2010.
”Kalau melihat grafiknya, memang tidak ada peningkatan yang tajam sehingga probabilitas (kemungkinan) untuk aktivitas ini menerus seperti tahun 2010 itu menjadi kecil,” kata Agus.
Agus menambahkan, aktivitas kegempaan di Merapi saat ini cenderung mirip dengan pola erupsi efusif seperti yang terjadi tahun 2006. Namun, dia juga menyebut, ada kemungkinan erupsi ke depan akan lebih besar dibandingkan tahun 2006.
”Pola (kegempaan) yang tinggi tapi mendatar (stabil) itu berarti sesuai pola erupsi efusif seperti 2006. Nilai yang tinggi ini barangkali menunjukkan volumenya yang mungkin akan lebih besar dari 2006,” ungkap Agus.