Bangladesh Mulai Pindahkan Pengungsi Rohingya ke Pulau Tak Berpenghuni
›
Bangladesh Mulai Pindahkan...
Iklan
Bangladesh Mulai Pindahkan Pengungsi Rohingya ke Pulau Tak Berpenghuni
Sejumlah pengungsi Rohingya mengaku dipaksa saat dipindahkan dari Cox’s Bazar ke lokasi baru di pulau tak berpenghuni. Lokasi baru itu, menurut pemerintah, bisa menampung hingga 100.000 pengungsi dan diklaim layak huni.
Oleh
Mahdi Muhammad
·5 menit baca
DHAKA, JUMAT — Pemerintah Bangladesh memulai proses pemindahan pengungsi Rohingya dari Cox’s Bazar ke sebuah pulau terpencil, Bhasan Char, meskipun ada seruan dari para pegiat hak asasi manusia agar rencana tersebut dihentikan. Dhaka bergeming dan menyatakan kebijakan itu untuk mengurangi beban jumlah pengungsi di Cox’s Bazar yang dinilai sudah tidak layak huni.
Terkait dengan hal itu, banyak penghuni kamp pengungsian Cox’s Bazar melaporkan adanya sejumlah pengungsi dipaksa pindah ke lokasi baru yang terpencil. Akibat kurangnya informasi serta kekhawatiran lokasi baru itu tidak memiliki fasilitas yang memadai, para pengungsi Rohingya menolak upaya relokasi mereka.
Mohammad Shamsud Douza, pejabat pemerintah yang bertanggung jawab atas pengungsi, Kamis (3/12/2020), mengatakan, relokasi itu bersifat sukarela. ”Mereka pergi ke sana dengan senang hati. Tidak ada yang dipaksa. Pemerintah telah mengambil semua tindakan untuk menangani bencana, termasuk kenyamanan hidup dan penghidupan mereka,” kata Douza.
Proses pemindahan pertama dilakukan terhadap sekitar 2.500 pengungsi mulai Kamis kemarin. Menggunakan belasan bus penumpang di bawah pengawasan polisi, secara bertahap ratusan pengungsi dibawa dari titik pemberangkatan di Ukhiya, Cox’s Bazar, ke Pelabuhan Chittagong dan kemudian ke Pulau Bhasar Char yang terletak di barat laut Cox’s Bazar.
Lokasi baru itu, menurut informasi pemerintah, bisa menampung hingga 100.000 pengungsi dan diklaim memiliki fasilitas yang jauh lebih baik dibandingkan di tempat yang lama.
Dipaksa pindah
”Mereka membawa kami ke sini dengan paksa,” kata seorang pria berusia 31 tahun kepada kantor berita Reuters sambil menangis melalui telepon saat dia naik bus.
Dia menuturkan bahwa dirinya sempat melarikan diri dari kamp ketika mendengar keluarganya masuk dalam daftar warga yang akan dipindahkan. Namun, dia tertangkap dan akhirnya harus rela dipindahkan ke lokasi baru.
Seorang pengungsi perempuan berusia 18 tahun mengungkapkan, suaminya memasukkan nama mereka ke dalam daftar karena mengira akan mendapatkan tambahan jatah makanan. Dia sempat melarikan diri dari kamp karena menolak untuk dipindahkan.
”Kami datang ke sini untuk menyelamatkan hidup kami dengan menghadapi berbagai jenis masalah dan kesulitan. Mengapa kami harus pergi ke pulau berisiko itu?” katanya.
Selain itu, dua pengungsi Rohingya mengatakan bahwa nama mereka muncul dalam daftar yang disusun para pemimpin lokal yang ditunjuk pemerintah tanpa persetujuan apa pun dari mereka. Walau pemerintah menyatakan bahwa perpindahan ini sifatnya sukarela, para pekerja kemanusiaan dan aktivis HAM mengatakan, pejabat setempat menggunakan ancaman dan paksaan untuk menekan para pengungsi agar pindah ke lokasi pengungsian yang baru.
Omar Faruq, seorang pemimpin Rohingya, menyatakan bahwa pulau itu sebagai pulau yang indah dengan fasilitas yang lebih baik daripada di kamp pengungsian. Dia sendiri menyatakan siap untuk dipindahkan.
Pulau tak berpenghuni
Pemerintah Bangladesh hingga saat ini belum mengizinkan media asing untuk mengunjungi dan melihat dari dekat Bhasan Char atau yang juga disebut dengan pulau terapung, lokasi pengungsian yang baru. Posisi pulau itu ”menjadi pelindung” tiga pulau lain di Teluk Benggala, terletak sekitar 34 kilometer dari daratan. Pulau baru muncul ke permukaan sekitar 20 tahun lalu. Sampai sekarang, pulau itu tidak berpenghuni.
Namun, kebutuhan akan tempat pengungsian yang layak membuat Pemerintah Bangladesh memutuskan mengubah pulau ini menjadi kamp pengungsian. Kini, menurut pemerintah, pulau ini telah memiliki tanggul pelindung banjir, rumah, rumah sakit, dan fasilitas kesehatan lain serta masjid. Total biaya pembangunan menelan anggaran hingga 112 juta dollar AS, yang seluruhnya ditangani oleh Angkatan Laut Bangladesh.
Kontraktor mengatakan, fasilitas pendukung di lokasi yang baru sangat lengkap dan bahkan diklaim seperti kota modern. Di lokasi yang baru, kini sudah terdapat rumah beton multi-keluarga, sekolah, taman bermain, dan jalan. Kamp pengungsian yang baru ini juga dilengkapi pasokan listrik menggunakan teknologi tenaga surya, sistem pasokan air, dan shelter atau tempat perlindungan dari bencana angin topan.
Harapan meredup
Walau pemerintah mengklaim bahwa lokasi kamp pengungsian yang baru lebih manusiawi dan layak huni, rencana itu ditentang oleh lembaga bantuan internasional dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Tidak hanya masalah kerawanan kebencanaan yang tinggi, minimnya informasi dan keterlibatan mereka dalam semua proses relokasi, mulai dari persiapan hingga pembangunan dan proses pelaksanaannya, menimbulkan tanda tanya. Tak hanya itu, pengungsi Rohingya memiliki informasi terbatas tentang keseluruhan rencana tersebut.
Dalam peryataannya, Rabu (2/12/2020), PBB menyatakan mereka tetap pada posisi lamanya, yaitu memberikan kebebasan kepada para pengungsi Rohingya untuk bisa membuat keputusan mandiri berdasarkan pada informasi yang didapat tentang lokasi kamp pengungsian yang baru. Relokasi ke Bhasan Char, menurut pernyataan PBB, harus dilakukan berdasarkan informasi yang relevan dan akurat.
Amnesty International dan Human Rights Watch pada hari Kamis mendesak pemerintah untuk membatalkan rencana relokasi. ”Pihak berwenang harus segera menghentikan relokasi lebih banyak pengungsi ke Bhashan Char,” kata pejabat Amnesty International Asia Selatan, Saad Hammadi, dalam sebuah pernyataan.
Perdana Menteri Sheikh Hasina telah berulang kali memberi tahu PBB dan mitra internasional lainnya bahwa pemerintahannya akan berkonsultasi dengan mereka sebelum membuat keputusan akhir tentang relokasi. PM Hasina juga menyatakan bahwa tidak ada pengungsi yang akan dipaksa untuk pindah.
Seorang pejabat senior kementerian luar negeri, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya karena dia tidak berwenang untuk berbicara dengan media, mengatakan bahwa para pengungsi dipindahkan karena kecil kemungkinan untuk memulangkan mereka ke Myanmar. Upaya Bangladesh untuk mengirim para pengungsi kembali ke kampung halaman mereka, yang sebagian besar berasal dari Negara Bagian Rakhine, di bawah kerangka kerja bilateral gagal.
Desakan sejumlah negara ASEAN, termasuk Indonesia, agar Pemerintah Myanmar membuka pintu bagi warga Rohingya belum menampakkan hasil yang maksimal. Pada saat yang sama, Pemerintah Myanmar telah menghapus desa-desa asal warga dari peta mereka. (AP/REUTERS)