Hujan Deras Picu Banjir di Aceh Tenggara dan Aceh Timur
›
Hujan Deras Picu Banjir di...
Iklan
Hujan Deras Picu Banjir di Aceh Tenggara dan Aceh Timur
Banjir dipicu intensitas hujan dan degradasi lingkungan. Perambahan hutan menyebabkan daerah resapan air berkurang. Saat kemampuan tanah menampung air turun, maka air dengan cepat mengalir ke sungai hingga meluap.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS - Banjir luapan sungai kembali melanda Kabupaten Aceh Tenggara dan Aceh Timur, Provinsi Aceh, sejak Kamis (3/12/2020) hingga Jumat (4/12/2020). Ribuan rumah di dua kabupaten tersebut diperkirakan terendam banjir.
Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Tenggara, Nazmi Desky, menuturkan ketinggian air di permukiman warga mencapai 50 sentimeter (cm). Banjir terjadi karena beberapa anak sungai meluap setelah diguyur hujan deras sejak Kamis. “Warga harus terus waspada sebab Aceh Tenggara daerah rawan banjir dan longsor,” kata Nazmi.
Warga harus terus waspada sebab Aceh Tenggara daerah rawan banjir dan longsor (Nazmi Desky)
Di Aceh Tenggara, daerah yang dilanda banjir adalah Kecamatan Lawe Bulan, Babussalam, Darul Hasanah, Lawe Alas, dan Lawe Sumur. Rumah warga yang berada di sepanjang daerah aliran sungai terancam. Nazmi mengatakan tidak ada korban jiwa, tetapi warga mengalami kerugian material, berupa lahan dan kolam ikan terendam.
“Hujan intensitas tinggi dari kemarin hingga (Jumat) pagi menyebabkan meluapnya sungai di beberapa desa meluap,” kata Nazmi.
Aceh Tenggara rawan banjir karena di daerah itu terdapat banyak anak sungai. Sungai-sungai itu terhubung ke Sungai Alas. Adapun topografi wilayah berbukit-bukit sehingga pada banyak lokasi terdapat tebing curam.
Permukiman warga terletak di dataran rendah atau di kaki bukit. Akibatnya saat terjadi longsor dan banjir, rumah warga menjadi sasaran terjangan material. Sebelumnya, pada 15 November 2020, banjir bandang juga melanda Aceh Tenggara. Akibatnya, sebanyak 48 rumah rusak sedang dan parah. Banjir bandang terparah terjadi pada April 2017. Saat itu, sekitar 300 rumah rusak parah dan dua warga meninggal.
Perambahan dan ilegal logging di daerah hulu sungai menyebabkan potensi bencana alam semakin sering terjadi.
Banjir juga melanda Aceh Timur. Ratusan rumah di Kecamatan Pereulak Timur, Sungai Raya, Julok, Bireum Bayeun, Peudawa, dan Kecamatan Indra Makmur.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Timur Ashadi mengatakan banjir telah berangsur surut. Tim BPBD Aceh Timur masih mendata dampak dari banjir dan menghitung nilai kerugian.
Data Badan Penanggulangan Bencana Aceh, pada 2018 dan 2019, tercatat sebanyak 160 kali banjir di wilayah Aceh. Adapun nilai kerugian akibat bencana banjir selama dua tahun tersebut sebesar Rp 530 miliar. Nilai kerugian itu dihitung dari kerusakan infrastruktur publik, rumah warga, lahan pertanian, dan harta benda milik warga.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh Muhammad Nur mengatakan, banjir dipicu intensitas hujan dan degradasi lingkungan. Perambahan hutan menyebabkan daerah resapan air berkurang. Saat kemampuan tanah menampung air menurun maka air dengan cepat mengalir ke sungai sehingga meluap ke permukiman warga.
Berdasarkan data Yayasan Hutan Alam Lingkungan Aceh, pada 2019, Kabupaten Aceh Timur kehilangan tutupan hutan seluas 1.547 ha. Adapun Aceh Tenggara kehilangan tutupan hutan 468 ha. “Perambahan dan ilegal logging di daerah hulu sungai menyebabkan potensi bencana alam semakin sering terjadi,” kata Nur.