Tiga daerah ini meliputi Garut Selatan, Sukabumi Utara, dan Bogor Barat. Pemekaran wilayah ini diharapkan menjadi solusi untuk mendekatkan pelayanan publik kepada masyarakat, seperti akses pendidikan dan kesehatan.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS –Tiga daerah di Jawa Barat tengah dipersiapkan untuk membentuk otonomi baru. Pemekaran wilayah ini diharapkan bisa mempercepat pertumbuhan dan pemerataan pembangunan melalui konektivitas wilayah dan penataan daerah tersebut.
Tiga daerah yang menjadi Calon Daerah Persiapan Otonom Baru (CDPOB) ini adalah Kabupaten Sukabumi Utara, Garut Selatan, dan Kabupaten Bogor Barat. Rencana pemekaran ini disetujui DPRD Jawa Barat melalui Rapat Paripurna di Bandung, Jumat (4/12/2020).
Gubernur Jabar Ridwan Kamil menuturkan, proses pemekaran wilayah ini merupakan bagian dari kebijakaan penataan daerah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Jabar 2018-2023. Kebijakan ini bertujuan mempercepat pertumbuhan dan pemerataan pembangunan serta peningkatan konektivitas.
Kamil menyatakan, tiga daerah ini telah siap menjadi daerah otonom karena telah memenuhi syarat dasar. Syarat ini meliputi kewilayahan dan kapasitas daerah. Jika terpenuhi, wilayah tersebut dapat mengusulkan pembentukan daerah persiapan kepada pemerintah pusat, DPR RI atau DPD RI.
“Atas usulan pemerintah daerah induk, tiga daerah ini yang paling siap. Kabupaten Sukabumi, Bogor, dan Kabupaten Garut telah melengkapi persyaratan dasar kewilayahan dan persyaratan administrasi,” ujarnya.
Ketiga wilayah ini telah mengantongi sejumlah kecamatan untuk bergabung. Kabupaten Sukabumi Utara terdiri dari 21 kecamatan dengan pusat pemerintahan di Kecamatan Cibadak.
Sementara itu, Kabupaten Garut Selatan memiliki 1 kecamatan dengan pusat pemerintahan di Kecamatan Mekarmukti. Sedangkan di Kabupaten Bogor Barat memiliki 14 kecamatan dengan pusatnya di Kecamatan Cigudeng.
“Tahap selanjutnya, kami akan menyampaikan usulan tersebut kepada pemerintah di tiga lokasi daerah induk atau calon daerah persiapan. Jika memenuhi persyaratan, pemerintah akan membentuk tim independen yang bertugas mengkaji terhadap persyaratan yang perlu dipenuhi untuk membentuk wilayah baru,” paparnya.
Kajian ini meliputi tujuh parameter, yaitu geografi, demografi, keamanan, sosial politik, adat dan tradisi, potensi ekonomi, keuangan daerah, dan kemampuan penyelenggaraan pemerintahan. Kamil berharap, pembentukan daerah persiapan ini bisa terwujud secepatnya sehingga efektivitas penyelenggaraan pemerintahan akan terwujud.
“Kami berharap dengan ini (pemekaran) terjadi percepatan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat, kualitas pelayanan publik meningkat. Selain itu, pelayanan semakin cepat dan dekat dengan masyarakat dan kualitas tata kelola pemerintahan secara umum juga meningkat,” tutur Kamil.
Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran Susi Dwi Harijanti menilai, Jabar layak memekarkan wilayahnya. Pasalnya, provinsi ini memiliki pemerintahan daerah yang lebih sedikit, yakni 27 kabupaten/kota jika dibandingkan Jawa Tengah (35 daerah) dan Jawa Timur (38 daerah).
Padahal, Jabar adalah provinsi dengan luas wilayah lebih dari 35.000 km persegi dengan jumlah penduduk menyentuh angka 50 juta jiwa. Karena itu, Susi menuturkan, pemekaran wilayah bisa menjadi solusi untuk mendekatkan pelayanan publik kepada masyarakat, seperti akses pendidikan dan kesehatan.
Kami berharap dengan ini (pemekaran) terjadi percepatan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat, kualitas pelayanan publik meningkat. Selain itu, pelayanan semakin cepat dan dekat dengan masyarakat dan kualitas tata kelola pemerintahan secara umum juga meningkat
“Sebagai negara modern, Indonesia memang harus melayani masyarakat. Hal itu bisa dilakukan dengan mendapatkan satuan pemerintahan yang dekat yang rakyat,” ujarnya.
Susi menjelaskan, pelayanan publik ini masuk kedalam tiga hal, yakni kewajiban untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi (obligationto respect,protect, and fulfil) kebutuhan masyarakat. Dia berharap upaya pemekaran wilayah yang dilakukan Pemprov Jabar kali ini diprioritaskan sebagai pemenuhan kewajiban tersebut, bukan semata-mata terkait kebutuhan politis.
“Pemekaran wilayah harus atas dasar justifikasi paling kuat, yaitu pelayanan publik. Hal tersebut merupakan hak asasi manusia. Otonomi ini diharapkan menjadi satuan pemerintahan yang mendekati rakyat dengan tujuan utama, yaitu memberikan pelayanan yang baik,” paparnya.