Tersedianya alat pelindung diri secara lengkap dan penerapan protokol kesehatan yang ketat tidak bisa ditawar dalam Pilkada 2020.
Oleh
TIM KOMPAS
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tersedianya alat pelindung diri secara lengkap dan penerapan protokol kesehatan yang ketat tidak bisa ditawar dalam Pilkada 2020. Terkait hal itu, peralatan seperti pistol termometer dan sarung tangan lateks harus tersedia di tempat pemungutan suara pada 9 Desember mendatang.
”APD (alat pelindung diri) harus benar-benar disiapkan saat pemungutan suara. APD penting untuk menjamin keselamatan pemilih dan panitia dari Covid-19,” kata anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Mochammad Afifuddin, Kamis (3/12/2020).
Penyediaan pistol termometer dan sarung tangan lateks sempat terkendala karena perusahaan yang bertanggung jawab mengadakan alat itu mundur di tengah jalan. Padahal, Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pilkada dalam Kondisi Bencana Nonalam Covid-19 menyatakan, keduanya harus tersedia di tempat pemungutan suara (TPS).
Keberadaan alat itu kini kian mendesak karena kasus baru Covid-19 meningkat.
Pada hari Kamis, ada 8.369 kasus baru Covid-19. Jumlah ini merupakan rekor penambahan kasus dalam satu hari di Tanah Air. Kasus itu didapat dari pemeriksaan 62.397 spesimen.
Salah satu yang positif Covid-19 ialah Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah.
Penambahan kasus tinggi, menurut Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito, antara lain disebabkan belum optimalnya sistem pencatatan pelaporan dan validasi data dari provinsi secara real time.
Keterbatasan sistem itu membuat data dari daerah tertunda sehingga baru terakumulasi pada satu hari. ”Misalnya, Papua melaporkan 1.755 kasus, yang mana merupakan akumulasi penambahan kasus positif dari 19 November,” ujar Wiku.
Terus melonjaknya kasus Covid-19 di Tanah Air juga bisa dilihat dari bertambahnya daerah yang masuk zona merah (risiko tinggi) atau zona oranye (risiko sedang).
Di daerah yang menggelar pilkada, berdasarkan data 15 November, 14 daerah masuk zona merah dan 183 daerah masuk zona oranye. Daerah lain masuk zona kuning atau resiko rendah dan zona hijau. Namun, berdasarkan data per 29 November, daerah yang masuk zona merah menjadi 24 dan yang masuk zona oranye 185 daerah.
Menolak tes
Untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19 saat pilkada, berbagai ketentuan dibuat. Ketentuan itu, misalnya, mengharuskan anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) menjalani tes cepat Covid-19 (rapid test) sebelum bertugas pada 9 Desember.
Namun, 270 anggota KPPS di Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, menolak mengikuti tes tersebut.
”Mereka tidak mau mengikuti rapid test karena trauma. Kami terus melakukan pendekatan agar mereka mau rapid test,” kata Ketua KPU Gunung Kidul Ahmadi Ruslan Hani.
Trauma muncul, menurut Hani, karena di Desa Bejiharjo pernah muncul kasus Covid-19 sehingga mengharuskan sebagian warga desa dikarantina. Saat karantina diterapkan, sebagian warga tak bisa bekerja.
Sementara itu, sejumlah daerah hingga kini masih menunggu peralatan seperti pistol termometer. Ketua KPU Sumatera Selatan Kelly Mariana menjelaskan, dari tujuh daerah yang menyelenggarakan pilkada di Sumsel, semuanya belum mendapat pistol termometer dari KPU RI.
Ketua KPU Sumatera Barat Yanuk Sri Mulyani mengatakan masih menunggu sarung tangan lateks dari KPU RI.
Terkait hal itu, Ketua Divisi Logistik KPU Pramono U Tanthowi mengatakan, pihaknya telah mencari penyedia yang memiliki persediaan pistol termometer dan sarung tangan lateks. Penyedia juga telah mengirim dua jenis barang ini ke tiap provinsi yang ada pilkada.
”Pada 5 Desember, semua barang tersedia di tiap kabupaten/kota sehingga cukup waktu bagi KPU di daerah mendistribusikannya ke TPS,” ucapnya.
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung menyatakan, jika KPU tak sanggup memenuhi kesiapan APD, solusi paling cepat dan tepat ialah meminta bantuan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). ”BNPB memiliki alat di daerah. Istilahnya dipinjami dahulu,” ucapnya.
Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri Safrizal mengatakan telah meminta pemerintah daerah agar membantu dan berkoordinasi dengan KPU dan Bawaslu. ”Cek kekurangannya apa saja,” ujarnya.