Keterbatasan Alat dan Tenaga Ganjal Perluasan Tes PCR di Lampung
Keterbatasan alat dan tenaga menjadi problem utama minimnya jangkauan tes PCR di Lampung.
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Perluasan tes usap PCR (tes usap dengan metode reaksi berantai polimerase) Covid-19 di Lampung terkendala keterbatasan alat uji sampel serta tenaga pelaksana tes PCR. Pengetesan baru menjangkau wilayah kota yang dekat dengan lokasi mesin PCR. Area pelosok belum terjangkau.
Anggota Komisi V DPRD Lampung, Deni Ribowo, menilai upaya 3T, yakni testing (pengetesan), tracking (penelusuran), dan treatment (pengobatan) yang dilakukan pemerintah Lampung untuk penanganan Covid-19 masih lamban. Menurut dia, salah satu penyebab upaya testing minim adalah kurangnya mesin PCR untuk tes usap PCR di Lampung.
”Persoalan yang ada di Lampung adalah testing-nya lambat. Ada ribuan spesimen yang antre karena kapasitas mesin tidak mencukupi. Tapi, Lampung akan segera mendapatkan tambahan satu mesin PCR lagi,” kata Deni saat dihubungi, Jumat (27/11/2020).
Baca juga: Nomor Pribadi Pun Jadi ”Call Center” Covid-19
Dari laporan yang diterima DPRD Lampung, penumpukan spesimen membuat uji usap PCR memerlukan waktu 6-10 hari. Kondisi itu juga membuat upaya pelacakan terhadap orang yang memiliki kontak erat dengan pasien Covid-19 terkendala.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Lampung, sejak 14 Mei sampai dengan 27 November 2020, tercatat 32.047 spesimen PCR yang telah diuji. Spesimen itu berasal dari 15.442 orang yang menjalani tes PCR. Pengujian di Lampung dilakukan dengan 4 mesin PCR dan 3 mesin tes cepat molekuler.
Tes PCR di Lampung dilakukan di sarana pelayanan rujukan, yakni Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) Lampung, RSUD Abdul Moeloek, Balai Besar POM (BBPOM) Lampung, dan Balai Laboratorium Veteriner. Selain itu, pengujian Covid-19 juga dilakukan dengan 3 mesin TCM di RSUD Pringsewu, RSUD Ahmad Yani, dan RSUD Menggala.
Persoalan yang ada di Lampung adalah testing-nya lambat. Ada ribuan spesimen yang antre karena kapasitas mesin tidak mencukupi. Tapi, Lampung akan segera mendapatkan tambahan satu mesin PCR lagi.
Terbatasnya sarana kesehatan rujukan tersebut terkait kemampuan menyiapkan sarana prasarana termasuk BSL 2 (gedung Bio-Safety Levels) dan sumber daya manusia, seperti dokter spesialis patologi klinik, serta kemampuan penanganan laboratorium termasuk limbah medis.
Kepala UPTD Balai Labkesda Lampung Leni Yurina mengatakan, spesimen yang masuk ke laboratorium sudah melebihi kapasitas uji. Setiap hari, rata-rata 200 sampel yang terima oleh petugas. Padahal, kapasitas uji PCR di laboratorium antara 100-150 sampel per hari dengan waktu pengerjaan 7-8 jam. Laboratorium ini hanya memiliki satu mesin PCR.
Baca juga: Mahal dan Sulitnya Tes PCR bagi Warga
Juru Bicara Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Lampung Reihana menjelaskan, kendala yang membuat tes PCR di Lampung masih sedikit adalah kapasitas pemeriksaan PCR di Lampung yang masih terbatas, yakni 150-160 spesimen per hari. Selain itu, perbedaan spesifikasi mesin PCR dan terbatasnya reagen juga membuat tes PCR di Lampung belum optimal.
Kendala lainnya, jumlah petugas yang mengerjakan pemeriksaan sampel di laboratorium terbatas. Beberapa waktu yang lalu, sejumlah petugas di laboratorium PCR Labkesda Lampung dan BPOM juga terpapar Covid-19 sehingga mengganggu proses pemeriksaan PCR.
Tiga rumah sakit sempat tidak dapat melakukan pemeriksaan sampel TCM karena habisnya catrige. Akhirnya, sampel dari tiga rumah sakit itu dikirimkan ke labkesda. Kondisi ini membuat labkesda kelebihan beban.
Terkait kebijakan pengetesan, Reihana menjelaskan, RT-PCR sudah merujuk pada buku pedoman penanganan Covid-19 revisi kelima. Pengetesan diprioritaskan pada kasus suspek yang memiliki gejala.
Baca juga: Keamanan Semu Tes Cepat Antibodi
Belum jangkau pelosok
Dengan keterbatasan alat dan petugas, pelayanan PCR untuk wilayah pelosok Lampung belum dapat dilakukan.
Menurut Reihana, puskesmas belum dapat melakukan pemeriksaan PCR karena puskesmas belum dapat menyiapkan standar sarana pemeriksaan RT-PCR berupa BSC (biosafety cabinet).
Menurut rencana, puskesmas akan ditingkatkan agar bisa melakukan tes antigen. Untuk bisa melakukan tes antigen, puskesmas wajib menyiapkan sarana BSC karena pemeriksaan antigen juga menggunakan sampel lendir dari hidung dan tenggorokan. Selain itu, puskesmas juga harus menyiapkan proses penanganan limbah medisnya.
Dalam waktu dekat, Lampung juga akan menerima tiga mesin PCR tambahan, yakni satu mobile PCR dari BNPB dan satu mesin PCR dari Kementerian Pertahanan yang akan dioperasikan di RS DKT. Selain itu, Kabupaten Tanggamus juga akan akan mendapat mobile PCR untuk agar dapat menjangkau wilayah pelosok.
Penelusuran
Selain pengetesan, upaya penanganan Covid-19 juga bertumpu pada penelusuran kontak erat pasien.
Reihana menambahkan, penolakan dari keluarga pasien juga menghambat penelusuran kasus Covid-19. Selama ini, petugas berupaya melakukan pendekatan pribadi dan melibatkan tokoh masyarakat setempat untuk membujuk keluarga pasien Covid-19 bersedia dites dalam rangka penelusuran kasus.
Baca juga: Daerah Abaikan Tes PCR Masif
Kebijakan penelusuran dilakukan terhadap 25-30 orang yang memiliki kontak erat dengan pasien Covid-19. Dalam realisasinya, rata-rata penelusuran dilakukan terhadap 7 orang yang kontak erat dengan pasien. Hanya dalam beberapa kasus, penelusuran 1 kasus positif dilakukan hingga 100 orang kontak erat.
Menurut dia, penelusuran kontak erat dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu pasien Covid-19 lupa mengingat kegiatan selama 14 hari, kejujuran pasien, keterbatasan jumlah petugas dan keterbatasan petugas dalam melakukan penyelidikan epidemiologi.
Layanan tes cepat dan PCR gratis dari pemerintah diberikan bila terkait dengan kegiatan penelusuran dengan kontak erat. Tes PCR khusus diberikan kepada pihak yang terkait dengan hasil kegiatan tracing. Masyarakat harus bersurat pada satgas Covid-19 di tingkat kabupaten/kota untuk mendapatkan fasilitas ini.
Untuk memberikan dukungan terhadap penanganan Covid-19, DPRD Lampung segera mengesahkan rancangan peraturan daerah tentang adaptasi kebiasaan baru untuk penanganan Covid-19. Perda ditargetkan akan disahkan paling lambat pekan depan.
Dalam perda tersebut, pemerintah bisa memberikan sanksi tegas bagi pelanggar protokol kesehatan dan warga yang menolak tracking. Selain sanksi sosial, ada juga sanksi denda hingga pidana.
Adapun kebijakan treatment untuk pasien positif Covid-19 yang bergejala atau suspek dilakukan di 36 RS rujukan Covid-19. Saat ini, ada 25 rumah sakit bukan RS rujukan Covid-19 telah melakukan pelayanan atas pasien Covid-19. Adapun pasien Covid-19 tanpa gejala diminta melakukan isolasi mandiri di sarana isolasi mandiri dan dimonitoring oleh petugas.
Inisiatif warga
Sindi Tania (26), warga Kecamatan Tanjung Karang Barat, Kota Bandar Lampung, mengatakan, dia memutuskan untuk tes cepat mandiri karena memiliki kontak erat dengan pamannya yang positif Covid-19. Sebelum sang paman meninggal, dia sempat merawat pamannya saat di rumah sakit.
Sindi menceritakan, awalnya keluarga besar belum mengetahui jika paman positif Covid-19. Karena itu, beberapa anggota keluarga bergantian menjenguk dan merawat paman di rumah sakit.
”Saat itu, saya sempat menyuapi paman walau tetap menggunakan masker selama di rumah sakit,” ujar Sindi saat dihubungi Kompas di Bandar Lampung, (Selasa, 24/11/2020).
Setelah dirawat selama beberapa hari di rumah sakit, kondisi pamannya memburuk dan akhirnya meninggal. Hasil tes usap PCR yang menyatakan pasien positif Covid-19, baru keluar satu hari setelah paman meninggal.
”Memang ada petugas kesehatan yang datang untuk melakukan tracking pada keluarga inti yang tinggal serumah. Kalau saya memang tidak tinggal serumah dengan almarhum,” katanya.
Setelah mengetahui pamannya meninggal akibat Covid-19, Sindi dan kakak perempuannya pun berinisiatif melakukan tes cepat mandiri di salah satu klinik swasta di Bandar Lampung. Hasil tes cepat pertama menunjukkan non-reatif Covid-19.
Meski begitu, dia tetap isolasi mandiri di rumahnya selama dua minggu. Selama beristirahat di rumah, Sindi mengaku mengalami gejala Covid-19 seperti demam, mual, dan tidak nafsu makan.
Dua minggu kemudian, dia melakukan tes cepat mandiri kedua. Ternyata, hasil tes cepat menunjukkan reaktif Covid-19. Dari situ, dia lalu mengontak petugas kesehatan di Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung agar bisa mendapat layanan tes usap PCR dari pemerintah.
Sindi menjalani tes PCR pada Rabu (11/11/2020). Hasil tes yang menunjukkan dia positif Covid-19 baru keluar tujuh hari kemudian, tepatnya pada 18 November 2020.
Selain Sindi, kakak perempuannya juga dinyatakan positif Covid-19. Mereka menjalani isolasi mandiri hingga 2 Desember 2020.
”Setelah dinyatakan positif Covid-19, ada petugas puskesmas yang menghubungi dan memantau kondisi kami. Setelah dua minggu, petugas mengatakan akan datang ke rumah untuk memeriksa kondisi kesehatan kami,” katanya.
Sementara itu, Imelda Khairani (26), warga Kecamatan Sukarame, Bandar Lampung, mengaku sempat khawatir karena mengalami gejala demam seusai kembali dari Jakarta pertengahan November 2020. Dia memanfaatkan layanan tes cepat yang disediakan oleh kantornya. Hasil tes cepat non-reaktif Covid-19.
Kendati begitu, dia masih khawatir terpapar virus Covid-19. Imelda akhirnya memutuskan untuk tes PCR secara mandiri dengan membayar Rp 900.000 di Laboratorium Kesehatan Daerah Lampung, Rabu (25/11/2020). Hasil tes PCR yang menunjukkan dia negatif Covid-19 keluar satu hari setelahnya.
Menurut dia, prosedur untuk tes cepat maupun tes PCR cukup sederhana dan cepat. Pasien bisa langsung dalam ke klinik atau laboratorium daerah dengan membawa kartu identitas.
Setelah dinyatakan positif Covid-19, ada petugas puskesmas yang menghubungi dan memantau kondisi kami. Setelah dua minggu, petugas mengatakan akan datang ke rumah untuk memeriksa kondisi kesehatan kami.
Serapan anggaran
Selain itu, DPRD Lampung juga menyoroti serapan anggaran APBD-P 2020 untuk penanganan Covid-19 yang baru sekitar 70 persen. Dari dana Rp 180 miliar, dana APBD-P yang sudah terserap untuk penanganan Covid-19 mencapai Rp 127 miliar.
”Beberapa fraksi di DPRD Lampung sudah menanyakan serapan anggaran untuk penanganan Covid-19 pada pemerintah. DPRD juga sedang melakukan penyusunan anggaran tahun 2021. Jika diperlukan, anggaran tambahan untuk menanganan Covid-19 akan diusulkan,” kata Deni.
Terkait anggaran kesehatan kesehatan untuk penanganan Covid-19, pemerintah Lampung mengalokasikan dana APBD Rp 80,36 miliar untuk penanganan Covid-19. Dari jumlah itu, total anggaran yang terserap sebesar Rp 59,77 miliar. Selain dari APBD, Lampung menerima bantuan dari donatur, berupa alat pelindung diri, seperti masker, pelindung wajah, dan sebagainya.