Misi China dan Jepang Bawa Pulang Materil Bulan dan Asteroid
›
Misi China dan Jepang Bawa...
Iklan
Misi China dan Jepang Bawa Pulang Materil Bulan dan Asteroid
China dan Jepang menasbihkan diri sebagai pesaing Amerika Serikat dan Rusia setelah berhasil mengirimkan misi luar angkasa mereka.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
BEIJING, JUMAT — China dan Jepang meramaikan eksplorasi ruang angkasa setelah misi luar angkasa kedua negara membawa pulang hasil yang dinilai memuaskan. China membawa pulang benda atau material permukaan Bulan dan Jepang membawa sampel-sampel asteroid.
Benda-benda ruang angkasa itu akan diuji di laboratorium setiap negara itu dan akan dipakai untuk menentukan target misi selanjutnya.
Misi luar angkasa China yang menggunakan pesawat Chang’e-5, dinamai dengan mitos Dewi Bulan bangsa China, meninggalkan Bulan, Kamis (3/12/2020), pukul 15.10 GMT atau pukul 22.10 waktu Indonesia.
Menurut Badan Ruang Angkasa Nasional China (CNSA), sebuah modul yang membawa batuan dan material permukaan Bulan meluncur ke orbit setelah sekitar 19 jam berada di Bulan.
Rekaman video televisi CCTV memperlihatkan, modul ruang angkasa itu lepas landas dari permukaan Bulan dalam semburan cahaya terang yang berasal dari roket pendorong. CNSA juga menyatakan bahwa sebelum lepas landas, bendera China juga dikibarkan di permukaan Bulan.
Misi pesawat ruang angkasa itu adalah mengumpulkan dua kilogram (4,5 pon) material di area yang dikenal sebagai Oceanus Procellarum atau ”Ocean of Storms”, dataran lava luas yang sebelumnya belum dijelajahi, menurut jurnal sains Nature.
Para ilmuwan berharap sampel tersebut akan membantu mereka mempelajari tentang asal-usul, pembentukan, dan aktivitas vulkanik di permukaan Bulan.
Jika perjalanan pulang berhasil, China akan menjadi negara ketiga yang mengambil sampel Bulan, setelah Amerika Serikat dan Uni Soviet pada 1960-an dan 1970-an. Pendaratan modul milik CNSA ini adalah upaya pertama kali sejak misi Luna 24 Uni Soviet pada 1976.
Bagi Pemerintah China, upaya ambisius mereka selama empat dekade menyamai pencapaian negara-negara pesaingnya dengan biaya miliaran yuan untuk program luar angkasa, berbuah manis.
Di bawah pemerintahan Presiden Xi Jinping, rencana untuk ”impian luar angkasa” China, demikian dia menyebutnya, telah dibuat berlebihan.
China berambisi memiliki stasiun luar angkasa berawak pada 2022 dan pada akhirnya mengirim manusia ke Bulan setelah peluncuran satelit pertamanya tahun 1970. Yang Liwei menjadi taikonaut atau penjelajah ruang angkasa pertama China pada tahun 2003.
Semangat Beijing dan para ilmuwan ruang angkasa China menebal untuk menjadi negara adidaya di luar angkasa setelah sebuah modul penjelajah nirawak China berhasil mendarat di sisi jauh Bulan pada Januari 2019.
Setelah itu, keinginan pemerintah dan para ilmuwan menjadi lebih besar, termasuk menciptakan roket yang memiliki kemampuan lebih dibandingkan dengan roket buatan NASA atau SpaceX milik Elon Musk.
Lebih jauh, pemerintah dan ilmuwan China telah membicarakan misi manusia ke Mars.
Pembentukan planet
Sementara misi wahana Hayabusa-2 milik Pemerintah Jepang juga sukses membawa pulang sampel asteroid langka kembali ke Bumi.
Pesawat luar angkasa yang seukuran lemari es, yang diluncurkan pada Desember 2014, telah kembali ke Bumi dan membawa pulang materi dari asteroid yang berjarak sekitar 300 juta kilometer atau 185 juta mil dari Bumi.
Berbeda dengan sampel yang dibawa pulang oleh misi luar angkasa China, Chang’e-5, misi luar angkasa Hayabusa-2 hanya mengumpulkan 0,1 gram bahan dari asteroid Ryugu atau Istana Naga. Meski hanya dalam jumlah kecil, material itu diharapkan bisa memberi petunjuk tenang, seperti apa Tata Surya saat lahir sekitar 4,6 miliar tahun yang lalu.
Manajer Proyek, Yuichi Tsuda, mengatakan, material yang dibawa pulang diharapkan bisa mengungkap materi apa saja yang ada di sekitar Tata Surya, mengapa materi ini bisa berada di asteroid dan hubungannya dengan Bumi.
Sementara, menurut Makoto Yoshikawa, manajer misi Hayabusa-2, material penting ini diharapkan bisa memberi petunjuk ilmuwan tentang kelahiran sebuah planet dan asal mula kehidupan.
”Kami mungkin bisa mendapatkan zat yang akan memberi kami petunjuk tentang kelahiran sebuah planet dan asal mula kehidupannya. Kami sangat tertarik untuk melihat zat tersebut,” kata Yoshikawa.
Jepang tidak akan meneliti materi penting itu sendirian. Separuh materi yang didapat akan diberikan pada ilmuwan NASA dan organisasi internasional lainnya.
Materi tersebut akan ”dijatuhkan” ke Bumi ketika Hayabusa-2 berada di sekitar 220.000 kilometer dari atas Bumi. Diperkirakan akan jatuh di kawasan gurun di selatan Australia.
Setelah melepaskan material itu, Hayabusa-2 akan menyelesaikan misinya berkeliling orbit Matahari selama sekitar enam tahun, merekam data tentang debu di ruang antarplanet dan mengamai eksoplanet.
Berbeda dengan misi pertamanya, pengambilan sampel material asteroid, selama setidaknya enam sampai 10 tahun ke depan, Hayabusa-2 hanya akan mengamati dari jarak dekat asteroir 2001 CC21, 1998 KY26 untuk mengetahui tentang cara melindungi Bumi dari dampak asteroid.
Kecil kemungkinan Hayabusa bisa mengambil material karena mungkin tidak memiliki cukup bahan bakar untuk mengirimnya ke Bumi. (AFP)