Mitigasi Erupsi Merapi di Daerah Perbatasan Diperkuat
›
Mitigasi Erupsi Merapi di...
Iklan
Mitigasi Erupsi Merapi di Daerah Perbatasan Diperkuat
Koordinasi mitigasi bencana erupsi Merapi diperkuat di wilayah perbatasan antara DIY dan Jawa Tengah. Dua daerah tersebut bisa saling berbagi lokasi pengungsian dalam kondisi darurat.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
SLEMAN, KOMPAS - Koordinasi mitigasi bencana erupsi Gunung Merapi diperkuat di wilayah perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah. Dua daerah tersebut bisa saling berbagi lokasi pengungsian dalam kondisi darurat. Keselamatan warga harus diutamakan tanpa memandang batas administrasi pemerintahan.
Hal itu dibahas dalam rapat koordinasi yang diikuti Badan Penanggulangan Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta (BPBD DIY), BPBD Jawa Tengah, dan BPBD Klaten, di Balai Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, DIY, Jumat (4/12/2020).
Kepala Pelaksana BPBD DIY, Biwara Yuswantana menyampaikan, kawasan rawan bencana erupsi Merapi perlu mendapat perhatian lebih. Khususnya daerah yang berada dalam perbatasan seperti Desa Glagaharjo di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, DIY; dan Desa Balerante, di Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten, Jateng. Perbedaan wilayah administrasi pemerintahan jangan menghambat upaya penanganan maupun pencegahan kebencanaan.
Berdasarkan pengalaman erupsi Merapi, pada 2010, ada sebagian warga Desa Glagaharjo yang mengungsi hingga ke Kabupaten Klaten. Sebaliknya, warga Desa Balerante juga tidak sedikit yang mengungsi di Kabupaten Sleman. Hubungan kedua desa cukup erat karena banyak warga yang saling bersaudara.
Kesepakatan ini nanti akan dikembangkan dan ditindaklanjuti agar betul-betul siap. Saling bersinergi menyelamatkan warga yang terdampak erupsi Merapi (Biwara Yuswantana)
Secara geografis, kedua desa berbatasan langsung. Bahkan, ada jalur evakuasi yang lokasinya persis di antara kedua desa. Jalur itu bakal dilalui warga dari kedua desa jika sewaktu-waktu harus melakukan evakuasi saat terjadi erupsi.
Hubungan masih terawat
Biwara mengharapkan, hubungan baik kedua desa selalu terawat. Warga Desa Glagaharjo agar mau menerima warga Desa Balerante yang hendak mengungsi. Hal serupa berlaku pula sebaliknya. Dalam kondisi kedaruratan, kemanusiaan harus dikedepankan.
“Perlu kesepakatan bersama. Pemahaman bersama agar semua bisa saling mendukung. Tujuan utama kita adalah penyelamatan warga. Entah itu dari kecamatan, desa, atau kabupaten mana. Semangatnya seperti itu,” kata Biwara, seusai rapat koordinasi.
Lebih lanjut, Biwara menyatakan, kerjasama antarpemangku kepentingan harus dilakukan. Kerjasama yang dijalin itu terkait identifikasi kelengkapan jalur evakuasi seperti penerangan hingga pengamanannya. Diharapkan, proses evakuasi warga nantinya benar-benar siap sehingga evakuasi dapat berjalan lancar. Dengan demikian, risiko jatuh korban dapat dicegah.
“Kesepakatan ini nanti akan dikembangkan dan ditindaklanjuti agar betul-betul siap. Saling bersinergi menyelamatkan warga yang terdampak erupsi Merapi,” kata Biwara.
Kepala Pelaksana BPBD Klaten, Sip Anwar, mengatakan, di wilayahnya, daerah bahaya yang berbatasan dengan provinsi lain hanya di Desa Balerante. Penduduk desa itu berjumlah 380-400 orang. Dengan posisinya yang berada di perbatasan, pihaknya mendorong konsep desa bersaudara dikedepankan dalam proses evakuasi. Desa-desa saling berjejaring untuk mau menampung warga dari desa lain yang harus mengungsi akibat erupsi.
“Kami mengandalkan kegotongroyongan warga. Maka, dipetakan ini desa-desa paseduluran (bersaudara). Ini juga disiapkan di daerah-daerah perbatasan. Tempat-tempatnya sudah disiapkan,” kata Anwar.
Sementara itu, Kepala Bidang Penanganan Darurat BPBD Jateng, Diki Ruli Perkasa, menyampaikan, pihaknya akan menindaklanjuti hubungan kerjasama untuk upaya mitigasi di daerah perbatasan dengan mengkaji ulang rencana kontingensi mitigasi erupsi Merapi. Unsur kolaborasi antardaerah untuk penanganan bencana di daerah perbatasan sangat krusial. Kolaborasi diyakini mampu membuat penanganan semakin optimal.