Orangtua Waswas Munculnya Kluster Sekolah
Orangtua siswa waswas sekolah tatap muka justru menjadi kluster baru karena pandemi belum terkendali.
JAKARTA, KOMPAS — Rencana sekolah tatap muka membuat sebagian orangtua khawatir karena pandemi belum terkendali. Mereka berharap pemerintah mematangkan rencana tersebut, termasuk mempertimbangkan alternatif atau pilihan lain supaya tak ada kluster sekolah setelah tatap muka.
Apry Djehawan (31), pelaku wisata di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, waswas ketika anaknya kembali belajar tatap muka di sekolah Oktober lalu. Saat itu, guru sekolah dasar tempat anaknya belajar menerapkan kelas dalam dua sif, pukul 07.00-11.00 dan pukul 11.00-14.00.
Tidak ada jam istirahat sehingga siswa sarapan di rumah. Sebagai gantinya wajib membawa botol minum dari rumah. Orangtua pun harus menjemput tepat waktu supaya tidak ada interaksi dengan sif berikutnya.
Pekan kedua November, siswa kembali belajar dari rumah karena perkembangan situasi Covid-19 di Manggarai Barat. Rumah Sakit Umum Daerah Komodo mengeluarkan edaran bahwa kasus positif bertambah.
”Situasi belum membaik, sebaiknya pertimbangkan lagi sekolah tatap muka. Kasihan anak sekolah bisa terpapar virus. Di berita-berita malahan sudah ada guru yang kena Covid-19,” kata Apry dihubungi dari Jakarta, Jumat (4/12/2020).
Baca juga : Guru Meminta Pemda Hati-hati Membuka Sekolah
Apry merujuk berita sejumlah orang dari rombongan guru dan karyawan Madrasah Aliyah Negeri 22 Palmerah, Jakarta Barat, yang positif Covid-19 setelah berwisata ke Yogyakarta. Berita lainnya adalah dua dari tiga guru SMPN 3 Jekulo, Kudus, Jawa Tengah, meninggal setelah terpapar Covid-19. Bahkan di Blitar, Jawa Timur, dua siswa sekolah menengah atas terkonfirmasi positif Covid-19 dari hasil penelusuran di luar sekolah.
Dinda (28), karyawan swasta di Gondangdia, Jakarta Pusat, sampai menunda putrinya untuk masuk ke taman kanak-kanak karena pandemi belum terkendali. Ia khawatir sekolah menjadi kluster penularan karena belajar tatap muka.
”Tadinya memang tahun ini masuk TKK, tetapi karena pandemi aku urungkan dulu. Rencananya sampai pandemi berakhir, semoga tahun depan sudah landai supaya bisa masuk sekolah,” ucap Dinda.
Nur Hildayati (25), pekerja lepas di Kota Kupang, juga waswas sekolah tatap muka saat lonjakan kasus justru menimbulkan kluster baru. Sebab, satu adiknya duduk di bangku sekolah dasar dan seorang lagi di taman kanak-kanak.
”Semenjak lonjakan kasus di Kota Kupang, kembali lagi sekolah daring. Wali murid bantu guru mengambil tugas setiap pekan di sekolah atau dikirim lewat Whatsapp. Nanti kerja di rumah, lalu kumpul ke guru di sekolah,” kata Nur. Info yang diketahuinya, keputusan sekolah tatap muka bergantung pada Pemkot Kupang. Karena itu, ia berharap dipertimbangkan dengan matang.
Baca juga : Buka Tutup Sekolah di Masa Pandemi
Sementara itu, sebagian siswa mengaku rindu belajar tatap muka meskipun tengah pandemi karena suasana sekolah tak tergantikan. Salsa (16), siswa kelas 10 sekolah menengah atas di Jagakarsa, Jakarta Selatan, memilih kelas tatap muka di sekolah karena sulit memahami materi pelajaran. Kelas daring terasa monoton karena kurang interaktif, cenderung satu arah, dan banyak pekerjaan rumah.
”Aku mau belajar di sekolah walaupun mungkin ada batasan jumlah siswa di kelas. Soalnya kalau daring begini sulit memahami materi karena masih kagok, kadang kelasnya telat dan banyak tugas rumah,” ujar Salsa.
Orangtuanya masih silang pendapat tentang sekolah tatap muka. Ayahnya memilih kelas tatap muka di sekolah, sedangkan ibunya memilih kelas daring karena lonjakan kasus positif Covid-19.
Atika Citra Dwi Utami (16), siswi sekolah menengah atas di Jakarta Selatan, juga memilih kelas tatap muka karena sulit memahami pelajaran selama kelas daring. Akibatnya, nilai pekerjaan rumahnya tidak memuaskan. ”Susah pahami materi. Nilai-nailainya jadi jelek. Kalau di kelas pasti lebih baik,” kata Atika.
Baca juga : Dua Siswa di Blitar Positif, Protokol Kesehatan di Sekolah Dievaluasi
Berbeda dengan Nadila (17), siswi sekolah menengah atas di Pangandaran, Jawa Barat. Ia memilih kelas daring karena lonjakan kasus dan lebih fokus belajar untuk ujian nasional dan persiapan masuk perguruan tinggi. Orangtuanya pun mendukung kelas daring karena pandemi belum terkendali.
”Kasus positif Covid-19, kan, masih banyak. Terus aku sudah nyaman belajar dari rumah karena bisa lebih fokus,” ucapnya.
SKB
Sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Bersama Empat Menteri tentang Panduan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19, orangtua menjadi penentu apakah anak dapat mengikuti pembelajaran tatap muka di sekolah atau tidak. Sekolah harus menghargai keputusan orangtua yang tidak mengizinkan anaknya mengikuti pembelajaran tatap muka.
Pemerintah melalui SKB empat menteri mensyaratkan sekolah yang akan melaksanakan pembelajaran tatap muka di masa pandemi harus memenuhi enam daftar periksa. Ini mulai dari ketersediaan sanitasi dan kebersihan, mampu mengakses pelayanan kesehatan, penerapan wajib masker, memiliki termometer tembak (thermogun), memiliki pemetaan warga satuan pendidikan, serta mendapat persetujuan komite sekolah/perwakilan orangtua/wali.
Adapun survei tentang Kesiapan Guru dalam Pembelajaran Tatap Muka Januari 2020 oleh Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) pada 24-27 November 2020 menunjukkan, 61 persen dari 320 responden setuju sekolah dibuka kembali secara bertahap mulai Januari 2021. Sementara 27 persen responden setuju sekolah dibuka setelah ada vaksin Covid-19 dan 12 persen setuju sekolah dibuka setelah tahun ajaran baru atau pada Juli 2021.
Baca juga : Tidak Perlu Terburu-buru Gelar Sekolah Tatap Muka
Para responden terdiri dari guru, kepala sekolah, dan manajemen sekolah atau yayasan dari jenjang pendidikan anak usia dini hingga pendidikan menengah di 100 kabupaten/kota di 29 provinsi. Mereka berasal dari sekolah negeri (64,1 persen) dan sekolah swasta (35,9 persen).
Catatan yang dihimpun P2G, para guru pada dasarnya akan mengikuti dan mematuhi keputusan pemerintah daerah karena mereka berada dalam struktur birokrasi di daerah. Meskipun begitu, pemerintah daerah harus memastikan sekolah benar-benar siap menyelenggarakan pembelajaran tatap muka (PTM) di masa pandemi.
Sekolah harus menyiapkan dan melaksanakan minimal delapan komponen atau syarat jika PTM mulai Januari 2021. Delapan komponen ini meliputi protokol kesehatan yang dibuat pemerintah pusat/daerah, sosialisasi kepada orangtua dan siswa, kesiapan prosedur operasi standar (SOP) PTM, kesiapan budaya 3M (memakai masker, mencuci tangan pakai sabun, menjaga jarak) di sekolah, kesiapan infrastruktur sekolah, koordinasi semua pemangku kepentingan, kesiapan manajemen sekolah/yayasan, serta kesiapan anggaran.