Para aktivis reforma agraria menunggu terobosan pemerintah dalam menyelesaikan konflik-konflik lahan rakyat dengan badan usaha milik negara ataupun perusahaan swasta.
Oleh
NINA SUSILO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Para aktivis reforma agraria menunggu terobosan pemerintah dalam menyelesaikan konflik-konflik lahan rakyat dengan badan usaha milik negara ataupun perusahaan swasta. Penanganan persoalan ini diharapkan lebih tegas dan dipimpin presiden langsung.
Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika menyampaikan pertemuan Presiden Joko Widodo dengan aktivis reforma agraria, Kamis (3/12/2020), adalah kelanjutan pertemuan pada 23 November lalu. Dalam pertemuan ini, Presiden Joko Widodo didampingi Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, serta Kepala Polri Jenderal (Pol) Idham Azis.
Dalam pertemuan di akhir November, KPA sebenarnya telah menyampaikan bahwa reforma agraria yang berlangsung saat ini mengalami kemunduran. Sebab, konflik agraria struktural sepanjang enam tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo nyaris tak ada yang terselesaikan.
Dari 507 desa/kampung wilayah lokasi prioritas reforma agraria, baru lima wilayah yang betul-betul terselesaikan dan diredistribusi kepada petani secara penuh. Adapun 502 lokasi prioritas reforma agraria seluas lebih dari 665.000 hektar dan ditempati 195.000 keluarga di 98 kabupaten di 20 provinsi masih diklaim milik BUMN, seperti PT Perkebunan Nusantara (PTPN) dan Perum Perhutani, ataupun perusahaan swasta.
”Sejak 2016, dokumen lokasi prioritas reforma agraria berulang kali disampaikan kepada presiden. Sudah sampai meja Menteri ART/BPN, Menteri LHK, Menteri Perekonomian, dan Kepala KSP. Juga Menteri BUMN supaya menyelesaikan konflik lahan masyarakat dengan PTPN,” ujar Dewi kepada Kompas.
Konflik lahan ini juga kerap disertai kekerasan. Kasus-kasus terus terjadi selama enam tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo, termasuk di masa pandemi ini. Penanganan konflik agraria dinilai belum berubah, represif, dan melibatkan polisi serta tentara.
KPA berharap ada proses reforma agraria yang lebih sistematis dalam konteks penyelesaian konflik lahan ini.
Adapun pembagian sertifikat hak atas tanah yang selama ini dilakukan Presiden Joko Widodo dan Kementerian ATR/BPN dinilai bukan reforma agraria. Sebab, penerbitan sertifikat sudah menjadi tugas dari Kementerian ATR/BPN. Sertifikat yang diterbitkan pun hanya untuk lahan milik warga tanpa konflik agraria.
Komitmen reforma agraria semestinya mencakup redistribusi hak atas tanah masyarakat dan penyelesaian konflik lahan masyarakat, masyarakat adat, dan petani. ”Kami menunggu terobosan presiden untuk menyelesaikan konflik di lahan petani dan masyarakat desa. Sebab, masalah ini sudah terakumulasi bertahun-tahun dan diperlukan komitmen tinggi serta niat politik presiden,” kata Dewi.
KPA juga berharap Presiden Joko Widodo memimpin langsung reforma agraria. Sebab, Gugus Tugas Reforma Agraria yang menjadi pelaksana tak berjalan efektif dan seakan formalitas. Selain itu, sejak 2019, pelaksanaan reforma agraria dipimpin wakil menteri sehingga semakin tidak otoritatif. Apalagi, konflik agraria umumnya lintas kementerian.
”Sampai pertemuan tuntas, belum terlalu jelas apa rencana presiden untuk memperkuat lembaga pelaksana reforma agraria. Juga langkah apa yang akan dilakukan untuk reforma agraria,” tutur Dewi.
Presiden Joko Widodo dalam pertemuan tersebut berharap para menteri dan Kapolri betul-betul bisa membantu merealisasikan reforma agraria yang diharapkan. Solusi atas berbagai persoalan juga perlu dicari dan disepakati bersama.
”Ini agar betul-betul nanti bisa terealisasi sehingga masalah-masalah yang berkaitan dengan reforma agraria bisa mengalami percepatan dan akselerasi dalam menyelesaikan (persoalan) yang belum-belum,” kata Presiden saat memberikan pengantar pertemuan.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko seusai pertemuan menambahkan, Presiden meminta supaya persoalan bisa diurai dengan mencari persoalan-persoalan yang menjadi prioritas serta menggunakan timeline dengan target tertentu. Hal ini disebabkan Presiden Jokowi sangat peduli dan memiliki semangat untuk membuat program reforma agraria tersebut dapat terus berjalan.
”Presiden sangat concern dan memiliki semangat yang kuat untuk membuat reforma agraria betul-betul bisa dirasakan oleh masyarakat dan berbagai upaya itu telah dilakukan secara nyata,” kata Moeldoko.
Identifikasi terkait hal yang dibicarakan pemerintah dan para pegiat reforma agraria, menurut Sofjan Djalil, segera dilakukan. Dari identifikasi prioritas tersebut, penyelesaian dilakukan untuk bagian-bagian yang bisa segera dilakukan.
”Kita akan identifikasi. Mana yang paling mudah kita selesaikan akan kita selesaikan sesegera mungkin sehingga begitu selesai ini, kita punya kepercayaan diri dan menjadi model untuk menyelesaikan hal lain,” tuturnya.
Terkait identifikasi lokasi prioritas, Dewi menegaskan, hal ini sudah berulang kali dilakukan dan kementerian semestinya sudah memilikinya. Karena itu, masyarakat desa ataupun pegiat reforma agraria menunggu realisasi komitmen presiden tersebut. ”Lokasi prioritas reforma agraria dari KPA sudah diserahkan berkali-kali sejak 2016,” ujarnya.
Siti Nurbaya meyakinkan, pemerintah berkomitmen menjalankan penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan (PPTKH). Dengan demikian, reforma agraria bisa dipercepat melalui legalisasi obyek agraria di kawasan hutan.