Transisi Politik dan Ekonomi di Limapuluh Kota
Pilkada di Kabupaten Limapuluh Kota tidak saja menjadi momentum transisi politik, tetapi juga transisi ekonomi guna mengoptimalkan beragam motor penggerak ekonomi baru di wilayah ini.
Selain memainkan peran penting sebagai jalur perdagangan antara Kota Padang dan Pekanbaru, Kabupaten Limapuluh Kota di Sumatera Barat kini tengah menuju diversifikasi sumber pertumbuhan ekonomi.
Pemilihan kepala daerah tahun ini tidak hanya memiliki arti penting dalam proses transisi politik, tetapi juga transisi ekonomi guna mengoptimalkan beragam motor penggerak ekonomi baru di wilayah itu.
Daerah Limapuluh Kota menjadi satu dari 13 kabupaten/kota di Ranah Minang yang tahun ini menyelenggarakan pemilihan kepala daerah. Pilkada memiliki arti penting bagi sektor politik dan ekonomi di wilayah ini mengingat posisi Limapuluh Kota yang strategis sebagai daerah wisata, pelestari adat, dan terletak di jalur penghubung di antara kota-kota di Sumatera Barat dengan Provinsi Riau.
Sebagai wilayah yang berbatasan langsung dengan Provinsi Riau, Limapuluh Kota merupakan jalur utama dalam sektor perdagangan yang menghubungkan antara Kota Pekanbaru dan berbagai daerah di Sumatera Barat. Beragam produk pertanian dan perkebunan sering kali dikirim melalui jalur yang melewati daerah ini.
Daerah Limapuluh Kota juga memiliki peran penting dalam perekonomian di Ranah Minang. Berdasarkan data sementara yang dirilis Badan Pusat Statistik pada April 2020, Limapuluh Kota merupakan daerah dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di antara 12 kabupaten lainnya di Sumatera Barat dalam dua tahun terakhir.
Pada 2018 lalu, sektor pertanian, perikanan, kehutanan, perdagangan, dan jasa menyumbang lebih dari separuh dari total produk domestik regional bruto pada wilayah ini.
Kini, daerah Limapuluh Kota tengah menuju transisi dengan melakukan diversifikasi terhadap sumber pertumbuhan ekonomi. Salah satu sektor yang dimanfaatkan adalah pariwisata. Dalam lima tahun terakhir, sektor ini tampak begitu menggeliat setelah adanya perbaikan sejumlah infrastruktur.
Geliat pariwisata di daerah ini terlihat dari kenaikan jumlah wisatawan yang cukup pesat di sejumlah obyek wisata. Di Lembah Harau, misalnya, obyek wisata alam yang diapit dua bukit cadas dengan tinggi sekitar 150 meter ini dikunjungi 358.827 wisatawan pada 2018 lalu. Jumlah kunjungan ini meningkat hampir tiga kali lipat dibandingkan tahun 2014 (134.589 wisatawan).
Pada seluruh obyek wisata, jumlah wisatawan juga mengalami kenaikan dari 255.834 pengunjung pada tahun 2014 menjadi 615.300 wisatawan pada tahun 2018. Hal ini tentu menjadi modal untuk menciptakan motor penggerak ekonomi baru, khususnya di sektor pariwisata, perdagangan, dan jasa.
Motor penggerak ekonomi ini berpotensi tumbuh lebih cepat seiring pembangunan Tol Padang-Pekanbaru yang akan melewati daerah Limapuluh Kota. Pembangunan tol ini akan mempermudah akses para wisatawan dari Bandara Internasional Minangkabau di Padang Pariaman ataupun dari Bandara Internasional Sultan Syarif Kasim II di Pekanbaru.
Posisi Limapuluh Kota yang terletak di tengah-tengah kedua ibu kota provinsi ini menjadi peluang yang dapat dimanfaatkan untuk menarik wisatawan jika jalan tol telah dapat diakses.
Baca juga: ”Ota Lapau” dan Transisi Kuasa di Ranah Minang
Kontestasi
Beragam potensi dan peluang untuk menciptakan sumber pertumbuhan ekonomi baru tentu membutuhkan daya dukung dari kepala daerah. Oleh sebab itu, pemilihan kepala daerah tahun ini akan sangat menentukan perkembangan wilayah Limapuluh Kota di masa yang akan datang.
Besarnya potensi pengembangan wilayah ini juga diikuti oleh tingginya minat tokoh politik lokal untuk bersaing dalam perebutan kursi kepala daerah. Pemilihan kepala daerah di Limapuluh Kota tahun ini diikuti oleh empat pasangan calon yang terdiri dari tiga poros koalisi besar dan satu pasangan perseorangan dari petahana. Masing-masing koalisi memiliki kekuatan basis massa yang cukup besar sebagai penopang raihan suara untuk setiap pasangan calon.
Koalisi pertama adalah pasangan Muhammad Rahmad-Asyirwan Yunus yang diusung oleh Gerindra, PKB, dan Hanura dengan total 34,3 persen penguasaan kursi di DPRD Limapuluh Kota. Gerindra merupakan partai peraih kursi terbanyak di DPRD Limapuluh Kota dalam Pemilu 2019 lalu. Dukungan itu merupakan kekuatan politik jika koalisi ini berhasil menggaet suara dari loyalis partai dalam Pilkada 9 Desember mendatang.
Muhammad Rahmad merupakan seorang pengusaha yang pernah mencalonkan diri sebagai anggota DPD RI di Sumatera Barat pada 2014. Meskipun gagal, pengalaman ini menjadi modal bagi Rahmad untuk mendulang suara dalam pemilihan kepala daerah di Limapuluh Kota.
Sementara Asyirwan Yunus merupakan tokoh lokal yang pernah menjabat sebagai wakil bupati pada tahun 2010-2015 lalu. Saat itu, Asyirwan mendampingi Alis Marajo dan berhasil meraih 50,3 persen suara pada Pilkada 2010.
Pasangan Rahmad-Asyirwan akan berhadapan dengan poros koalisi kedua yang terdiri dari Demokrat, PAN, dan Nasdem dengan total penguasaan kursi di DPRD sebesar 25,7 persen. Koalisi ini mengusung Darman Sahladi, tokoh politik lokal berpengalaman yang telah menjabat sebagai anggota DPRD Limapuluh Kota sejak 2004-2014. Pada Pemilu 2014 dan 2019, ia kembali berhasil terpilih sebagai anggota DPRD tingkat provinsi.
Darman berpasangan dengan Maskar M, pengusaha yang pernah menjabat sebagai wali nagari Tanjung Haro Sikabu-kabu, Limapuluh Kota, pada 2016-2019. Pada daerah Sumatera Barat, wali nagari merupakan jabatan politik seperti kepala desa.
Pasangan ini memiliki dua modal kekuatan. Pertama adalah modal elektoral dari Darman Sahladi yang selalu berhasil lolos dalam setiap pemilihan legislatif sejak 2004 hingga 2019 lalu. Artinya, Darman memiliki pendukung yang sangat loyal sehingga dapat menjadi basis pemilih dalam pilkada tahun ini.
Kedua, dukungan dari Demokrat juga dapat menjadi modal untuk memperoleh basis suara. Dalam dua pemilu terakhir, Demokrat selalu berhasil menjadi partai kedua dengan raihan kursi terbanyak di DPRD Limapuluh Kota. Ini menunjukkan bahwa Demokrat telah memiliki basis pemilih yang loyal dan dapat menjadi mesin partai dalam pemilihan kepala daerah.
Bersama dengan Demokrat, Golkar juga berhasil menjadi partai dengan raihan kursi terbanyak kedua di DPRD Limapuluh Kota pada Pemilu 2019 lalu. Namun, kedua partai ini berada dalam poros koalisi yang berbeda.
Golkar bersama PKS dan PPP mengusung pasangan Safaruddin-Rizki Kurniawan. Bermodalkan penguasaan 34,3 persen kursi di DPRD Limapuluh Kota, koalisi ini mencoba mengusung kombinasi antara tokoh senior dan anak muda dalam politik lokal.
Safaruddin merupakan Ketua DPRD Limapuluh Kota periode 2014-2019. Pada Pemilu 2019 lalu, ia terpilih sebagai anggota DPRD Provinsi Sumatera Barat. Sementara Rizki Kurniawan merupakan pengusaha muda yang tahun ini berkontestasi dalam gelenggang pilkada untuk pertama kalinya.
Seperti ketiga calon lainnya, pasangan ini juga memiliki kekuatan dari basis pendukung yang dimiliki oleh partai politik pengusung. Pada koalisi ini, basis pendukung dari Golkar merupakan modal politik yang dapat menjadi kekuatan pendukung.
Pasalnya, dalam dua pemilu terakhir Golkar selalu berhasil menjadi bagian dari partai papan atas dalam raihan suara dan kursi legislatif di Limapuluh Kota. Hal ini menunjukkan bahwa Golkar memiliki pendukung yang loyal sehingga dapat menjadi kekuatan penopang dalam persaingan pemilihan kepala daerah.
Baca juga: Padang Pariaman, Penentu Wajah Baru di Gerbang Sumatera Barat
Calon perseorangan
Selain calon yang diusung oleh partai politik, pilkada di Limapuluh Kota juga akan diikuti oleh calon perseorangan. Sejak Pilkada 2010, calon perseorangan memang selalu hadir dalam pertarungan perebutan kursi kepala daerah di wilayah ini.
Namun, pada Pilkada 2020 untuk pertama kalinya calon perseorangan berasal dari petahana. Ferizal Ridwan, Wakil Bupati Limapuluh Kota 2016-2021, memilih untuk bertarung melalui jalur perseorangan tanpa sokongan partai politik. Kondisi ini berbeda dibandingkan lima tahun sebelumnya saat Ferizal yang mendampingi Irfendi Arbi didukung oleh PDI-P, PKB, dan PPP.
Ferizal didampingi oleh Nurkhalis, wiraswasta yang sebelumnya aktif dalam beberapa forum kepemudaan di Sumatera Barat. Pasangan ini berhasil 23.430 dukungan terverifikasi dan melampaui syarat minimum sebesar 22.539 dukungan.
Jika melihat jejak kontestasi sebelumnya, petahana dari wakil bupati selalu gagal memenangi kontestasi pemilihan kepala daerah. Pada 2010, Wakil Bupati Limapuluh Kota periode 2005-2010, Irfendi Arbi, dikalahkan Alis Marajo dengan selisih 0,5 persen suara. Alis Marajo adalah Bupati Limapuluh Kota periode 2000-2005.
Pada Pilkada 2015, hal serupa juga dialami Asyirwan Yunus, Wakil Bupati Limapuluh Kota 2010-2015. Asyirwan yang saat itu mencalonkan diri sebagai bupati meraih 24,5 persen suara, kalah dari pasangan Irfendi Arbi-Ferizal Ridwan yang berhasil meraih 32,7 persen suara.
Fakta ini tentu menjadi tantangan yang harus dihadapi oleh Ferizal. Modal sosial sebagai petahana, basis massa yang diperoleh saat Pilkada 2015, serta dukungan yang berhasil dikumpulkan saat melengkapi berkas calon perseorangan merupakan modal kekuatan yang dimiliki oleh pasangan ini untuk menghadapi basis pendukung dari tiga poros koalisi lainnya.
Baca juga: Dominasi Calon Perseorangan di Bukittinggi
Partisipasi pemilih
Jika menengok pada transisi ekonomi dan politik yang sedang berlangsung di Limapuluh Kota, partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan untuk menentukan calon kepala daerah tahun ini. Suara dan dukungan masyarakat akan menentukan pemanfaatan potensi wilayah ini pada lima tahun mendatang.
Dalam ranah politik, dukungan ini salah satunya dapat diberikan melalui keikutsertaan dalam pemilihan kepala daerah. Namun, pada pilkada lima tahun sebelumnya, masyarakat di Limapuluh Kota tampak kurang begitu antusias dengan partisipasi pemilih yang hanya mencapai 60 persen. Artinya, masih terdapat 40 persen suara pemilih yang belum tersalurkan.
Kondisi ini tentu menjadi tantangan sekaligus peluang bagi setiap pasangan calon. Jika berhasil meraup 40 persen pemilih yang belum menentukan pilihan pada lima tahun sebelumnya, maka ini dapat menjadi modal suara yang besar bagi setiap pasangan calon.
Bagaimanapun, pemilihan kepala daerah adalah gerbang menuju perbaikan wajah Limapuluh Kota dalam kurun waktu lima tahun yang akan datang. Partisipasi aktif dari masyarakat tentu sangat dibutuhkan untuk menjamin berlangsungnya proses transisi ekonomi dan politik di wilayah ini. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Mengapa Harus Membayar Berita Daring?