Triwulan IV-2020 Jadi Momentum Menekan Kerugian di Pasar Modal
›
Triwulan IV-2020 Jadi Momentum...
Iklan
Triwulan IV-2020 Jadi Momentum Menekan Kerugian di Pasar Modal
Indeks Harga Saham Gabungan sejak awal tahun ini sampai dengan Jumat (4/12/2020) melemah 7,76 persen. Masih ada ruang perbaikan sehingga bisa menekan kerugian di pasar saham tahun ini.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pergerakan harga saham menjelang akhir tahun ini mengindikasikan pasar saham berpotensi besar untuk menekan kerugian sepanjang tahun ini. Pembelian bersih yang dilakukan investor asing juga bisa memicu kepercayaan investor domestik untuk mencatatkan aksi beli.
Pada perdagangan Jumat (4/12/2020), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi 0,12 persen ke level 5.810,48. Data Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan, sepanjang perdagangan akhir pekan, investor asing mencatatkan aksi jual bersih Rp 84,48 miliar. Sementara dalam sepekan, investor asing membukukan jual bersih Rp 3,93 triliun di seluruh pasar.
Harga 265 saham anjlok, 190 saham menguat, dan 162 saham stagnan. Sementara nilai transaksi hingga kini mencapai Rp 13,05 triliun dengan volume 19,8 miliar saham. Meskipun pada akhir pekan merosot, IHSG menguat 0,47 persen dalam sepekan terakhir. Sejak awal tahun ini, IHSG melemah 7,76 persen.
Wealth Management Head PT Bank OCBC NISP Tbk Juky Mariska menilai, bagi investor yang bergantung pada teknis, pergerakan indeks sepanjang pekan ini mengindikasikan pasar saham masih memiliki potensi besar untuk meminimalkan kerugian sepanjang tahun ini.
”Kerugian IHSG bisa diperbaiki pada triwulan IV-2020, didorong pemulihan ekonomi yang terlihat dari indikator ekonomi baru-baru ini,” ujar Juky dalam proyeksi bulanan OCBC NISP yang dirilis Jumat (4/12/2020).
Kerugian IHSG bisa diperbaiki pada triwulan IV-2020, didorong oleh pemulihan ekonomi yang terlihat dari indikator ekonomi baru-baru ini. (Juky Mariska)
Hasil pemilihan presiden Amerika Serikat (AS), lanjut Juky, juga menjadi pendorong bagi pasar domestik, bersamaan dengan kemajuan positif pada vaksin.
Sementara, dari dalam negeri, investor juga menyambut positif legitimasi UU Cipta Kerja oleh pemerintah Indonesia. Pelaku bisnis asing diyakini investor akan menganggap Indonesia sebagai tempat yang layak dan menarik untuk memperluas bisnis mereka.
”Faktor-faktor tersebut menguntungkan dari sisi penghitungan harga saham. Dengan perkiraan positif pendapatan perusahaan pada triwulan IV-2020, kami menganggap level saat ini akan dapat memperbaiki harga saham menjelang akhir tahun,” ujarnya.
Sementara itu, Analis Panin Sekuritas William Hartanto menilai, aksi mempercantik kinerja (window dressing) yang dilakukan emiten pada tahun ini terjadi lebih awal dibandingkan biasanya. Menurut dia, window dressing sudah terjadi sejak pekan kedua November 2020.
IHSG menguat 5,3 persen pada Oktober atau merupakan pencatatan bulanan terbesar pada 2020.
”Tidak mengherankan jika selama sebulan terakhir, IHSG bergerak menguat signifikan. Selain terdorong sentimen window dressing, penguatan IHSG sebulan terakhir juga terdongkrak sentimen pemilihan presiden AS,” ujar William
Nilai tukar
Kepala Makroekonomi dan Direktur Strategi Investasi Bahana TCW Budi Hikmat mengatakan, aliran dana asing yang masuk ke Indonesia pada Oktober semakin meningkat pada November 2020 setelah Joe Bidden terpilih sebagai Presiden AS.
”Hal ini mendorong penguatan rupiah sehingga memberi keyakinan bagi Bank Indonesia untuk menurunkan suku bunga 3,75 persen dengan situasi inflasi yang terkendali dan transaksi berjalan surplus 1 miliar dollar AS pada triwulan III-2020,” ujar Budi.
Berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), pada akhir pekan pertama Desember 2020, rupiah berada di level Rp 14.182 per dollar AS. Menurut Budi, performa terbaik rupiah pada 2020 sedang terjadi menjelang akhir tahun ini. Rupiah sempat ada di posisi terlemah pada 12 Mei 2020 di level Rp 14.905 per dollar AS.
Aliran dana asing yang masuk ke Indonesia pada Oktober semakin meningkat pada November 2020 setelah Joe Bidden terpilih sebagai Presiden AS.
Juky Mariska menilai, pendorong utama untuk penguatan rupiah beberapa minggu terakhir ini adalah ”Biden Effect”. Seiring terpilihnya Joe Biden sebagai presiden baru, kemungkinan paket stimulus baru menjadi lebih besar. Situasi ini mendorong investor untuk meninggalkan aset investasi aman atau safe haven.
”Potensi peningkatan uang beredar di AS juga akan memberikan tekanan pada nilai tukar dollar AS. Selain itu, peningkatan arus masuk ke pasar uang di Indonesia telah menciptakan permintaan ekstra untuk mata uang domestik,” ujarnya.