Pande Ketut Diah Kencana selama puluhan tahun meneliti, melestarikan dan mengembangkan bambu tabah untuk bahan pangan. Pengabdiannya itu membuahkan penghargaan Kehati Award 2020 untuk Diah.
Oleh
PRADIPTA PANDU MUSTIKA
·6 menit baca
Dibandingkan jenis tanaman lain, kegiatan pelestarian dan pengembangan bambu di Indonesia tergolong minim. Padahal, beberapa jenis lokal seperti bambu tabah yang memiliki nilai ekonomi tinggi kini hampir punah. Kondisi tersebut membuat Pande Ketut Diah Kencana (62) mendedikasikan lebih dari separuh usianya saat ini untuk melestarikan dan mengembangkan bambu tabah hingga memberikan dampak sosial ekonomi bagi masyarakat lokal.
Saat berbincang melalui aplikasi Zoom pada Senin (30/11/2020), Pande Ketut Diah Kencana atau akrab disapa Diah ini menceritakan bahwa penelitian tentang bambu mulai fokus dilakukan saat ia menyelesaikan studi magisternya di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada 1992 silam. Saat itu, ia mengambil penelitian terkait pengaruh umur simpan dan bagian potongan pada dua jenis rebung terhadap kualitas rebung kalengan.
Dalam menyelesaikan tesisnya, Diah dibimbing oleh Elizabeth Anita Widjaja yang merupakan guru besar sekaligus ahli taksonomi bambu pertama di Indonesia. Kedekatan hubungan antara dosen dan mahasiswa ini membuat Diah termotivasi untuk mulai meneliti bambu yang bisa dikembangkan di sektor pangan.
Motivasi ini juga didasari atas minimnya penelitian bambu pangan di Indonesia. Sebab, mayoritas jenis bambu memang tidak bisa dikembangkan untuk pangan. Dari sekitar 1.600 jenis bambu yang ada di dunia, hanya sekitar lima persen rebungnya yang bisa dikonsumsi.
Penelitian itu kemudian berlanjut saat Diah menempuh studi doktoralnya di Universitas Brawijaya pada 2008. Penelitian panjang Diah membuatnya mulai mencari jenis bambu lokal apa saja yang bisa dimanfaatkan untuk dijadikan pangan. Ia kemudian mempersempit area lokasi penelusuran bambunya di wilayah Bali mengingat ia juga berasal dari Pulau Dewata ini.
Selama beberapa tahun Diah mencari dan menghimpun informasi, akhirnya ia menemukan satu jenis bambu lokal Bali yang bisa dikembangkan di sektor pangan. Jenis bambu itu ialah bambu tabah (Gigantochloa nigrociliata buse-kurzI) yang saat itu hanya ditemukan di wilayah Kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan.
“Hasil penelitian saya ternyata menunjukkan bahwa rebung bambu tabah berbeda dengan bambu betung. Kandungan HCN (asam sianida) di bambu betung cukup tinggi. Sedangkan pada bambu tabah, kandungan HCN yang selalu menjadi kendala pada rebung itu sangat rendah sekali sehingga bisa dikonsumsi secara mentah. Kalau rebungnya bisa dikonsumsi, jelas semua batang tubuhnya bisa dikonsumsi untuk pangan,” ujarnya.
Meski demikian, pengembangan untuk pangan ini menemui sejumlah tantangan karena bambu tabah merupakan jenis bambu musiman. Rebung bambu tabah hanya bisa dihasilkan pada saat musim hujan. Ia pun mencoba mencari inovasi agar bambu tabah tetap dapat dimanfaatkan saat rebung tidak dihasilkan pada musim panas.
Produk turunan
Melalui penelitian bersama mahasiswa, Diah yang juga pengajar di Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana ini menemukan 17 produk turunan dari jenis bambu tabah yang bisa dimanfaatkan. Salah satu produk utama yaitu pengembangan asap cair untuk pengawet pangan dari pemanfaatan batang bambu tabah. Hasil destilasi atau penyulingan untuk pembuatan asap cair juga menghasilkan arang yang kemudian diaktifkan kembali untuk sabun cuci piring, penyerap bau, hingga briket.
“Briket bambu ini bisa berpotensi untuk diekspor karena memiliki kelebihan yaitu energinya lebih kuat jika dibandingkan briket dari kayu atau tempurung kelapa. Kedua, karena briket dari bambu ini seratnya lebih kuat maka lebih lama juga menjadi abu. Jadi kita bisa memanfaatkan industri batang bambu saat tidak ada rebung pada musim panas,” ucapnya.
Selain batang, bagian daun bambu tabah juga bisa dimanfaatkan untuk dijadikan teh atau minuman herbal. Kandungan bioaktif teh dari daun bambu ini telah diteliti lima mahasiswa bimbingan Diah. Daun bambu yang berjatuhan di tanah juga dijadikan pupuk organisasi yang difermentasi sehingga bisa dijadikan produk ekonomi bagi masyarakat.
“Saya dan mahasiswa juga menemukan pada saat mengupas rebung, kulit atau pelepahnya yang dihasilkan itu hampir 60 persen dan bisa digunakan untuk pupuk. Ternyata pupuk dari daun pelepah rebung itu jauh lebih lembut dan bagus dibandingkan daun bambu yang sudah kering. Jadi semua tanaman bambu tabah bisa dimanfaatkan,” tuturnya.
Saat ini, sejumlah mahasiswa juga tengah melakukan penelitian tepung rebung bambu tabah karena memiliki manfaat sebagai media tumbuhnya probiotik atau bakteri baik di sistem pencernaan manusia. Hal ini karena rebung berserat yang tinggi dan memiliki suatu senyawa yang memungkinkan kualitas probiotik bisa dihasilkan melalui fermentasi dari tepung rebung tersebut.
Pembinaan
Banyaknya manfaat yang dihasilkan dari bambu tabah membuat Diah melakukan pembinaan kepada masyarakat lokal sejak tahun 2010 melalui dua sistem yaitu hulu dan hilir. Kegiatan di hulu meliputi aktivitas petani dari pembibitan hingga panen, sedangkan di hilir dibentuk koperasi dengan anggota para petani maupun istri petani.
Kegiatan pengembangan berlokasi di dua wilayah utama yakni di Pupuan meliputi 14 Desa dengan jumlah sekitar 800 petani. Rata-rata petani memiliki 10-50 rumpun dengan luasan tertanam sekitar 80 hektar. Lokasi kedua berada di empat kecamatan di Kabupaten Gianyar yaitu Tegalalang, Payangan, Gianyar, dan Tampaksiring.
Saya dan mahasiswa juga menemukan pada saat mengupas rebung, kulit atau pelepahnya yang dihasilkan itu hampir 60 persen dan bisa digunakan untuk pupuk. Ternyata pupuk dari daun pelepah rebung itu jauh lebih lembut dan bagus dibandingkan daun bambu yang sudah kering. Jadi semua tanaman bambu tabah bisa dimanfaatkan.
Pembinaan untuk pelestarian dan budidaya bambu tabah juga dilakukan untuk menghindari tanaman ini dari kepunahan. Sebab, selain dari sisi ekonomi, pelestarian bambu juga berdampak besar terhadap lingkungan. Hal ini karena bambu memiliki kemampuan yang sangat baik dalam menyerap dan memasukan air ke dalam tanah sehingga dapat menciptakan sumber mata air baru di lokasi sekitar. Kuatnya kmampuan akar bambu mengikat tanah juga dapat mencegah terjadinya longsor.
Penghargaan
Ketekunan Diah dalam mengembangkan bambu selama lebih dari 30 tahun hingga memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat membuatnya meraih sejumlah penghargaan. Pada 2015 lalu, ia mendapatkan penghargaan dari Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sebagai pemenang pengembangan produk unggulan rebung tabah dengan pendekatan satu desa satu produk (One Village One Product/OVOP).
Dua tahun berselang pada 2017, Diah kembali mendapatkan penghargaan Kementerian Pertanian sebagai penyelamat plasma nutfah spesies bambu tabah. Terbaru, pada 27 November lalu, ia juga mendapat penghargaan Kehati Award 2020 kategori Cipta Kehati. Penghargaan ini diberikan atas jasanya melakukan konservasi bambu lokal Bali menjadi nilai ekonomi dengan sosialisasi dari pembibitan, budidaya, teknik tebang pilih buluh, pengolahan rebung serta pendampingan ekonomi berkelanjutan.
Direktur Komunikasi dan Kemitraan Yayasan Kehati Rika Anggraini mengatakan, Pande Diah Ketut Kencana sebagai konservasionis bambu tabah menjadi salah satu dari 31 kandidat peneliti atau akademisi yang masuk kategori Cipta Kehati. Juri memutuskan untuk memberikan penghargaan Kehati Award 2020 kategori Cipta Kehati untuk Diah karena upaya pelestarian yang dilakukannya memiliki orisinalitas dan berdampak terhadap lingkungan maupun sosial ekonomi masyarakat.
“Persoalan bambu memang sudah banyak yang meneliti, tetapi ada aspek inovasi yang dilakukan beliau secara konsisten dan cukup lama. Beberapa penelitian lain sudah masuk ke tahap inovasi tetapi belum sampai ke aspek pendampingan budidaya masyarakat. Jadi beliau mengurus bambu sudah seperti mengurus anaknya ,” ujarnya.
Pande Ketut Diah Kencana
Lahir : Singaraja, Buleleng, Bali, 18 November 1958
Pendidikan :
- S1 Universitas Udayana
- S2 Institut Pertanian Bogor
- S3 Universitas Brawijaya
Pekerjaan :
- Pengajar di Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana
- Ketua Pusat Penelitian dan Pengembangan Bambu LPPM Universitas Udayana
- Ketua Udayana Community Development Program (UCDP) Desa Taro Gianyar