”Belakangan ini, saya sering merasa tidak berhasil dalam kehidupan, kurang pandai dan kurang semangat. Saya ingin sekali seperti beberapa rekan sekantor saya. Sepertinya hidup mereka mengalir dengan mudah, tugas apapun yang diberikan atasan dapat diselesaikan dengan cepat tanpa beban, ada saja kreativitasnya, sehingga berhasil cemerlang. Mereka juga berhasil mendidik anak-anaknya, yang selalu peringkat atas di kelas, juara lomba tari atau renang. Saya bukannya iri, suami dan anak-anak saya sebenarnya juga baik-baik saja. Hmmm…, saya ingat waktu saya kecil orangtua menghujani saya dengan pujian sehingga saya selalu berusaha untuk berprestasi. Tapi setelah dewasa, mengapa saya jadi tak bisa bersemangat kerja tanpa pujian. Saya suka merasa diri tidak penting, kurang berdaya… ada apa dengan diri saya?” Demikian keluh Ibu R, 38 tahun, yang sebetulnya punya posisi yang cukup baik di kantornya.
Masalah yang dihadapi Ibu R besar kemungkinan berkaitan dengan tidak berkembangnya self-worth, bukan karena iri hati pada orang lain ataupun mengalami kegagalan. Capaian dirinya baik-baik saja. Mari kita simak pandangan beberapa ahli.
”Self-worth” dan ”self-esteem”
Untuk memudahkan pemahaman, selanjutnya saya akan tetap memakai istilah aslinya, seperti di atas. Christina Hibbert (2013) mengatakan bahwa self-esteem adalah apa yang kita pikirkan dan rasakan serta yakini tentang diri kita sendiri.
Sementara, self-worth adalah pengakuan yang lebih global bahwa kita adalah manusia yang berharga dan layak untuk dicintai. Ini adalah pengetahuan yang mendalam mengenai diri bahwa saya berharga, dapat dicintai dan diperlukan untuk kehidupan ini. Sangat mungkin untuk merasa ”harga diri yang tinggi”, atau dengan kata lain, untuk berpikir bahwa saya pandai dalam sesuatu, namun belum merasa yakin bahwa saya patut dicintai dan berharga. Self-esteem tidak akan bertahan lama tanpa berkembangnya self-worth pada diri seseorang.
Courtney E Ackerman (2020) menambahkan bahwa tidak perlu memiliki rasa percaya diri yang tinggi di setiap ranah kehidupan Anda, secara alami ada beberapa ranah yang tidak akan dikuasai, dan ranah lain di mana Anda akan unggul. Yang terpenting adalah memiliki kepercayaan diri pada aktivitas dalam hidup yang penting bagi Anda dan self-worth secara keseluruhan. Self-worth adalah inti dari diri kita—pikiran, perasaan, dan perilaku kita terkait erat dengan cara kita memandang kelayakan dan nilai kita sebagai manusia.
Ackerman memberikan contoh seorang dengan self-worth yang sehat.
B bukanlah mahasiswa yang hebat. Dia kebanyakan mendapat nilai B dan C, bahkan ketika dia menghabiskan banyak waktu untuk belajar. Dia adalah pembaca biasa dan agak kesulitan menuliskan idenya ke dalam makalah.
Meskipun B berharap mendapat nilai yang lebih tinggi, dia masih merasa cukup baik tentang dirinya sendiri. Dia tahu bahwa nilai bukanlah segalanya dan bahwa dia orang yang sama berharganya dengan teman-temannya. Self-worth B cukup berkembang serta ada pandangan yang realistis tentang diri dan kemampuannya. Berbeda dengan Ibu R, bukan? Bagaimana dengan banyaknya pujian yang didapat di masa kecilnya?
Peran pujian
Robyn Firtel (2017) menjelaskan, ketika Anda mencoba memberi self-esteem melalui pujian, misalnya kepada seorang anak. Di awal, anak tersebut belajar bahwa melakukan hal-hal tertentu dapat menyenangkan orangtua. Ketika Anda terus-menerus memuji anak atas nilai bagus dan prestasi lainnya, Anda memberi mereka self-esteem, yang memang diperlukannya. Anak itu merasa lebih baik tentang dirinya sendiri berdasarkan apa yang Anda katakan karena pencapaiannya.
Namun, ketika terlalu banyak pujian, di masa dewasanya, dia akan terus membutuhkan pujian yang sama dari seseorang, rekan kerja, atasan, pasangan, atau anaknya untuk merasa bahwa dia cukup baik. Jika tidak, tanpa pujian, mereka akan merasa bahwa satu-satunya cara memiliki self-worth dan self-esteem adalah ketika dia mencapai sesuatu yang disebut ”baik”. Ketika dia melakukan sesuatu yang dianggap buruk, dia akan melihat dirinya sebagai orang yang buruk.
Jadi, terlalu banyak pujian bukanlah hal yang meningkatkan self-worth seseorang, namun lebih mempromosikan self-esteem-nya. Self-esteem dapat diambil jika Anda membuat kesalahan. Namun dengan self-worth, apa yang orangtua atau seseorang lakukan adalah memberi tahu bahwa dirinya yang sebenarnya adalah yang terpenting. ”Aku mencintaimu apa adanya, bukan apa yang kamu lakukan”.
Memupuk ”self-worth”
Adia Gooden PhD (2020), seorang psikolog klinis, menambahkan bahwa self-worth tanpa syarat adalah perasaan bahwa Anda layak untuk hidup, dicintai dan diperhatikan keberadaannya. Self-worth tanpa syarat berbeda dari kemampuan dan pencapaian kita. Ini bukan tentang membandingkan diri kita dengan orang lain, juga bukan sesuatu yang dapat dimiliki lebih banyak atau lebih sedikit.
Memupuk self-worth tanpa syarat adalah latihan yang berkelanjutan. Berikut empat cara yang disarankan oleh Gooden (2020):
1. Maafkan diri sendiri
Banyak dari kita berjuang untuk merasa berharga karena kita marah pada diri sendiri tentang kesalahan masa lalu. Pemaafan melibatkan mengakui dan menerima apa yang telah terjadi. Penerimaan membebaskan kita dari menyalahkan diri dan orang lain serta memungkinkan kita untuk terus maju. Untuk memaafkan diri, renungkan keadaan yang menyebabkan kesalahan masa lalu, akui rasa sakit yang dialami, dan identifikasi apa yang dipelajari dari situasi tersebut. Kemudian katakan pada diri sendiri ”Saya memaafkanmu”—dengan cara yang jujur dan baik.
2. Melatih penerimaan diri
Banyak dari kita mengalami kurangnya self-worth karena berpikir ada yang salah dengan diri dan menolak untuk menerima diri apa adanya. Kita menerima banyak pesan bahwa kita tidak baik-baik saja dengan keadaan sekarang. Kita ”diberi tahu” bahwa perlu mengubah tubuh, pakaian, pekerjaan, atau bahkan kepribadian kita agar dapat diterima.
Lihat apakah Anda bisa melepaskan berbagai pikiran tentang bagaimana cara berpikir, merasa, atau berpenampilan yang seharusnya berbeda. Fokuslah pada hal-hal yang Anda sukai dari diri sendiri. Seiring waktu, mulailah merangkul keunikan Anda—tawa atau senyum yang canggung, cara berpikir yang tidak biasa tentang berbagai hal. Melalui penerimaan ini, Anda mengakui bahwa Anda berharga secara apa adanya. Dengan paham tidak sendirian dalam perjuangan, akan mengingatkan bahwa tantangan tidak membuat Anda jadi tidak berharga.
3. Berada di situ untuk diri sendiri
Ketika hidup mengalami kesulitan, banyak yang ”meninggalkan” diri sendiri. Kita terlibat dalam kritik diri yang keras, yang hanya membuat kita merasa lebih buruk. Yang paling dibutuhkan saat kita mengalami masa sulit adalah seseorang yang berkata, ”Saya melihatmu dan tahu betapa sulitnya kamu. Saya di sini.” Kita bisa melakukan ini untuk diri kita sendiri. Lain kali Anda mengalami sakit secara emosional, akui bagaimana perasaan Anda dan tawarkan sedikit kenyamanan pada diri. Letakkan tangan Anda bersilang di dada, peluk diri Anda atau ucapkan sesuatu yang baik dan menenangkan diri.
4. Terhubung dengan orang-orang yang mendukung
Self-worth yang buruk dapat membuat kita merasa terisolasi dan sendirian. Ketika berpikir ada yang salah dengan diri, kita cenderung menarik diri dari hubungan dengan orang lain, isolasi ini hanya memperburuk sense of self-worth kita. Terhubung dengan orang-orang yang mendukung membantu kita untuk berhubungan dengan kemanusiaan dan self-worth kita.
Perjalanan menuju self-worth tanpa syarat tidak selalu mudah. Jalannya tidak mulus dan Anda akan menemui kemunduran dalam perjalanannya. Diperlukan keberanian untuk membebaskan diri dari kondisi yang telah diberikan pada keberhargaan Anda.
Proses pemaafan bisa jadi berantakan, bisa menakutkan untuk menerima diri kita apa adanya, berada di situ untuk diri sendiri membuat kita berhadapan langsung dengan rasa sakit emosional dan berhubungan dengan orang lain bisa membuat kita merasa rentan. Namun, perjalanan ini juga indah dan berharga untuk dilakukan. Di dalamnya, kita akan menemukan kekuatan, berakar pada kemanusiaan kita dan tahu bahwa diri berharga. Kita merasa bebas, bersemangat, penuh dengan kehidupan.