Kasus kontaminasi virus korona tipe baru pada kemasan dan produk perikanan Indonesia yang diekspor ke China membuat Indonesia terancam embargo. Pengawasan hulu ke hilir diperketat.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ancaman embargo China terhadap produk perikanan Indonesia disikapi Pemerintah RI. Pemerintah memperketat pengawasan produk perikanan dari hulu ke hilir dan menerapkan sistem kendali.
Pengawasan hulu-hilir diterapkan mulai produksi penangkapan dan budidaya, pengolahan, penyediaan kemasan, hingga distribusi. Cara itu dilakukan seiring langkah China memperketat syarat pembelian produk perikanan RI.
Syarat tambahan—yang diterapkan mulai Desember 2020, dan akan diterapkan penuh per Januari 2021—itu adalah mencantumkan nama kapal penangkap ikan dan lokasi tangkapan oleh unit pengolahan ikan. Anak buah kapal dan pekerja pabrik olahan beserta produk yang dikirim ke China akan diuji Covid-19.
Sementara, untuk ekspor ikan hasil budidaya, mesti mencantumkan usaha dan lokasi tambak serta menerapkan sistem kendali uji Covid-19.
”Negara akan memonitor setiap pengiriman. Sistem pengendalian juga akan diterapkan, mulai dari nelayan dan pekerja pabrik, sampai produk yang akan dikirim,” kata Kepala Pusat Pengendalian Mutu Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (BKIPM-KKP) Widodo Sumiyanto, Jumat (4/12/2020).
Sejak September 2020, Otoritas Bea dan Cukai China (GACC) menemukan lima kasus kontaminasi virus korona tipe baru pada kemasan dan produk perikanan Indonesia yang diekspor ke China.
Saat merilis temuan kasus keempat dan kelima, China masih memberi kesempatan bagi Indonesia untuk mengekspor ikan ke ”Negeri Tirai Bambu” itu dengan sejumlah persyaratan ketat. Sementara saat mengumumkan kasus ketiga, otoritas China telah memberi peringatan untuk menghentikan pengiriman ikan beku dari Indonesia jika kasus berulang (Kompas, 3/12/2020).
Sejak September 2020, Otoritas Bea dan Cukai China (GACC) menemukan lima kasus kontaminasi virus korona tipe baru pada kemasan dan produk perikanan Indonesia yang diekspor ke China.
Widodo menambahkan, BKIPM-KKP juga akan menggandeng institusi pemerintah, perguruan tinggi, dan swasta dalam pengujian Covid-19. Mereka adalah Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Universitas Airlangga, dan PT Angler BioChemLab. Selama ini, uji Covid-19 untuk produk perikanan bekerja sama dengan IPB University.
Menurut data KKP, ekspor produk perikanan Indonesia ke China pada 2019 sebanyak 438.122 ton yang dikirim 569 perusahaan eksportir. Pengiriman ikan dari Indonesia ke China mencapai 30.000 kontainer atau 30 persen dari total ekspor ikan Indonesia.
Produk perikanan Indonesia yang dikirim ke China pada 2019 senilai 1,299 miliar dollar AS. Produk itu, antara lain, berupa rumput laut, udang, dan layur.
Meski secara volume lebih besar, nilai ekspor produk perikanan ke China lebih rendah daripada yang dikirim ke Amerika Serikat (AS). Pada 2019, produk perikanan Indonesia yang diekspor ke AS sebanyak 218.184 ton senilai 1,87 miliar dollar AS. Produk yang diekspor ke AS, antara lain, berupa udang, tuna, rumput laut, dan rajungan.
Tekanan pasar
Ketua Komite Perikanan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Thomas Darmawan berpendapat, perbaikan teknis hulu-hilir dan pengawasan keamanan pangan produk perikanan tidak bisa ditawar. Meski demikian, Indonesia juga harus memperhatikan tekanan pasar oleh China dari aspek politik.
Menurut dia, persoalan ekspor ke China patut diwaspadai sebagai bagian dari hambatan nontarif. Situasi akibat perang dagang China-AS turut memengaruhi peta perdagangan.
Thomas meminta Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Perdagangan untuk ikut turut menjembatani ancaman embargo produk perikanan ke China. Sebab, embargo bisa merugikan pelaku usaha perikanan Indonesia yang tengah berupaya bangkit di tengah pandemi Covid-19.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Muhammad Zaini berpendapat, prosedur tes cepat atau tes usap Covid-19 untuk awak kapal perikanan dan nelayan membutuhkan biaya cukup besar. Padahal, produk ikan yang diekspor ke China juga berasal dari hasil tangkapan nelayan-nelayan kecil.
Embargo bisa merugikan pelaku usaha perikanan Indonesia yang tengah berupaya bangkit di tengah pandemi Covid-19.
Ia menilai, peluang nelayan terpapar Covid-19 dan mengontaminasi produk perikanan cenderung lebih rendah karena nelayan tidak akan melaut jika demam. Pengawasan di sisi hilir, yakni pengolahan ikan, seharusnya sudah memadai untuk menelusuri dan menemukan virus korona tipe baru pada produk dan kemasan perikanan. Namun, apabila ditemukan produk yang terkontaminasi virus itu, pihaknya siap menelusuri.
Zaini menambahkan, Indonesia tidak perlu takut terhadap ancaman embargo perikanan ke China. ”Kita harus berdaulat. Kalau mereka (China) embargo pengiriman produk perikanan dari Indonesia, kita bisa balas juga. Kapal-kapal mereka tidak boleh ke sini,” katanya.