Koleksi Romansa Tanimbar ini sedianya diluncurkan pada Maret 2020, tetapi batal akibat pandemi Covid-19. Menurut rencana, koleksi ini akan bersinergi dengan tur konser Glenn Fredly ke beberapa kota di Indonesia Timur
Oleh
Fransisca Romana Ninik
·5 menit baca
Sederhana, walakin penuh energi. Tenun Tanimbar tidak hanya elok, tetapi juga mengejawantahkan semangat mama-mama penenun yang tak hendak menyerah melahirkan lembaran-lembaran kain terbaik dari tangan mereka.
Inilah yang menginspirasi desainer Didiet Maulana untuk merancang koleksi terbarunya yang bertajuk Romansa Tanimbar melalui lini premiumnya, Svarna by Ikat Indonesia. Sebelum pandemi Covid-19, Didiet beberapa kali mengunjungi Kepulauan Tanimbar di Maluku untuk bertemu para penenun, kemudian bekerja sama dengan mereka.
”Karya kebudayaan di sini sebenarnya tinggal menunggu waktu saja untuk tampil terdepan,” kata Didiet saat konferensi pers daring peluncuran Romansa Tanimbar, Kamis (26/11/2020).
Didiet tidak hanya terpukau pada keindahan motif kain tenun Tanimbar, tetapi juga pada cerita para penenun yang menciptakannya. Dalam kehidupan mereka sehari-hari, Didiet menjumpai suatu kontras yang unik.
Ketika tengah menenun kain, mama-mama akan sangat tekun menghadapi alat tenun di hadapannya. Namun, ketika sudah melepaskan alat itu, mereka bisa berjoget gembira dan bersemangat seturut iringan musik yang menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.
”Saya melihat bagaimana perempuan bisa bebas bergerak, meskipun badan berbalut kain tenun,” lanjutnya.
Itulah yang menggerakkan dia untuk berbagi pengetahuan tentang mode bagi mama-mama penenun agar menghasilkan material dan warna yang lebih berdaya pakai dan diminati pasar. Dalam beberapa kali pelatihan bersama Bank Indonesia, Didiet memberikan ide pemanfaatan kain tenun Tanimbar selain untuk busana, yakni untuk produk turunan mode. Sering kali, lanjut Didiet, para penenun tidak tahu ke mana harus menjual produk-produk indah buatan mereka.
Motif khas Tanimbar juga digali kisahnya sehingga bisa diceritakan ulang untuk mendukung keindahannya. Motif Tanimbar erat kaitannya dengan adat istiadat setempat, dengan corak flora, fauna, dan bentuk-bentuk geometris.
Ada cerita tentang alam sekitar, tentang lautan di sekeliling pulau, tentang perjuangan dan proses hidup, juga tentang Indonesia itu sendiri. ”Koleksi ini jadi sebentuk cinta atas keberagaman untuk mengingatkan kita agar saling bertoleransi,” ujar Didiet.
Elegan
Kain tenun Tanimbar lantas menjelma 12 tampilan yang bernuansa elegan. Didiet memadu-padankan ragam corak dan warna menjadi siluet yang anggun, tetapi kuat.
Material tenun Tanimbar dipadukan dengan beberapa kain lurik dari Klaten (Jawa Tengah) dan Yogyakarta karena ada kesamaan siluet grafis. Kesan tenun yang pemakaiannya berat dibuat menjadi lebih ringan melalui proses pembuatan benang yang lebih halus sehingga nyaman dipakai untuk atasan atau gaun.
Dari pelatihan tentang warna kain, lahir kain tenun Tanimbar dengan palet warna yang lebih kalem dan natural. Para penenun banyak menghasilkan warna hijau, ungu, serta warna terang dan ceria.
Selain tampilannya yang anggun, koleksi Romansa Tanimbar juga membawa nuansa kehangatan. Terusan A line bernuansa abu-abu gelap dan terang dipadu corak garis kecoklatan memanjang pada bagian tengah dan melintang di pinggang. Lengan panjang dari material halus mengukuhkan kesan hangat sekaligus nyaman.
Celana longgar warna mostar dengan atasan kemben dipadu luaran kecoklatan dengan aksen garis pada bagian depan membawa kesan formal, tetapi tidak meninggalkan nuansa kehangatan pemakainya. Begitu pula terusan longgar merah marun dengan lengan lebar dan garis horizontal pada bagian tengah menampilkan nuansa simpel, tetapi tetap anggun.
Siluet yang longgar pada setiap tampilan, baik pada bagian bawah gaun dan celana maupun pada lengan, menggambarkan semangat keleluasaan gerak mama-mama penenun. Ketika dikenakan untuk pesta, acara resmi, atau bekerja, busana tersebut diharapkan mendukung gerak pemakainya.
Didiet membuat koleksi Romansa Tanimbar secara terbatas dan sesuai pesanan (made to order) agar tetap eksklusif. Terlebih, produksi tenun Tanimbar masih berskala kecil dan terbatas sehingga pengolahan menjadi busana pun tidak berasal dari kain ratusan meter.
”Kami tidak mau memaksa mama-mama penenun untuk menenun kain ratusan meter. Mereka membuat satu lembar, kemudian kami olah,” ujar Didiet.
Masker
Sebagai pelengkap busana, koleksi Romansa Tanimbar juga menampilkan masker premium. Ini sekaligus sebagai contoh produk turunan mode yang bisa dihasilkan dari tenun sehingga pemakaiannya beragam.
Ada lima tampilan masker yang menampilkan motif khas Tanimbar, beberapa di antaranya dengan perpaduan bordir. Gelfara Mask bernuansa coklat tembaga dengan bordir motif Tanimbar pada bagian tengah. Kaihulu Mask berwarna biru dan putih dengan motif kecil. Laberi Mask bernuansa biru dan merah dengan kesan ceria dan vibran. Akerina Mask berwarna biru dan merah marun yang feminin.
Adapun Latuihamallo Mask menampilkan warna hitam putih. Masker ini dibuat sebagai penghormatan bagi mendiang musisi Glenn Fredly. Latuihamallo merupakan nama keluarga musisi tersebut.
Koleksi Romansa Tanimbar ini sedianya diluncurkan pada Maret 2020, tetapi batal akibat pandemi Covid-19. Menurut rencana, koleksi ini akan bersinergi dengan tur konser Glenn Fredly ke beberapa kota di Indonesia timur dengan para pendukung konser mengenakan busana dari tenun tersebut. Namun, Glenn berpulang pada April 2020.
Bagi Didiet, berkarya menggunakan kain tenun Tanimbar bukan sekadar eksplorasi visual dalam busana, melainkan sebentuk apresiasi dan promosi bagi komunitas penenun yang terus menghidupi warisan budaya mereka.
”Setiap karya terinspirasi dari sosok mama-mama penenun yang tangguh. Melalui siluetnya, kami menyematkan inspirasi atas semangat mereka. Kolaborasi ini diharapkan menjadi pintu untuk membuka kesempatan seluas-luasnya agar karya mereka dikenal dan diapresiasi masyarakat luas,” papar Didiet.
Meskipun telah dikenal, tenun Tanimbar belum sepopuler kain tenun daerah lain. Vander Christian mewakili komunitas anak muda Maluku yang juga hadir dalam peluncuran koleksi secara virtual menuturkan, tidak tertutup kemungkinan tenun Tanimbar bakal hilang karena tidak ada regenerasi.
”Sekarang memang belum hilang. Masih banyak orang tua yang aktif (menenun). Regenerasi tidak ada. Ini saat yang tepat agar tenun Tanimbar bisa lestari,” ujarnya.