Bersiap Menghadapi Mutasi dan Varian Virus Korona
Satu tahun pandemi Covid-19 di dunia ditandai dengan munculnya varian baru virus SARS-CoV-2.
Virus SARS-CoV-2 terus bermutasi seiring naiknya tren kasus infeksi Covid-19 di banyak negara. Mutasi menyebabkan virus lebih mudah menginfeksi. Terbaru, Pemerintah Inggris melaporkan kepada WHO tentang munculnya varian baru virus pada 14 Desember 2020.
Mutasi virus merupakan perubahan sifat genetik atau struktur virus. Proses tersebut terjadi saat virus berkembang biak di dalam sel tubuh inangnya. Perubahan-perubahan yang terjadi di virus tersebut berpengaruh terhadap peningkatan infeksi dan ketahanan hidup virus.
Analisis mutasi virus dapat dilakukan menggunakan rangkaian lengkap data genom virus tersebut. Dalam studi biologi, genom merupakan keseluruhan informasi genetik yang dimiliki suatu sel atau organisme. Artinya, pemahaman cara hidup lebih lengkap didapatkan melalui data genom dari virus korona.
Data genom SARS-CoV-2 dari berbagai negara dikumpulkan di Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID). Hingga 23 Desember 2020, tercatat ada 3.611 urutan genom yang terkumpul. Seluruh genom tersebut dikelompokkan ke dalam delapan rumpun, yaitu L, S, V, G, GH, GR, GV, dan O.
Kelompok genom L berasal dari wilayah Asia dan mendominasi pada periode awal pandemi sekitar bulan Maret 2020 hingga April 2020. Seiring perkembangan pandemi, genom GH dan GR yang berasal dari wilayah Amerika Serikat dan Eropa mendominasi seluruh dunia.
Jenis virus yang terdeteksi pertama kali pada 18 Maret 2020 memiliki kelompok genom L. Artinya, virus tersebut berasal dari Asia. Akan tetapi, pada pertengahan April 2020, kelompok genom GH ditemukan, kemudian berlanjut GR pada pertengahan Mei 2020.
Pengelompokan dilakukan untuk melihat asal lokasi dan tingginya potensi infeksi virus tersebut. Misalnya, kategori GH merupakan kelompok mutasi yang memiliki karakter sulit ditangani dengan penamaan mutasi D614G.
Penamaan mutasi D614G menggunakan dasar pola perubahan protein asam amino dalam struktur virus SARS-CoV-2. Temuan terkait mutasi virus penting untuk memahami mekanisme infeksi beserta tingkat keparahannya, serta dasar pengembangan intervensi imunologi.
Sampel paling awal jenis mutasi D614G ditemukan di China dan Jerman pada akhir Januari 2020 dengan potensi mutasi lagi sebanyak 3 hingga 4 varian. Mutasi yang sama juga ditemukan di Italia pada akhir Februari 2020. Artinya, jenis mutasi ini telah mendominasi varian virus Covid-19 di seluruh dunia dalam waktu satu bulan saja.
Jenis mutasi D614G memiliki dampak serius, yaitu daya infeksi berlipat lebih besar, virus lebih bertahan lama di tubuh manusia, dan menyebar luas sekitar 20 persen. Artinya, jumlah virus korona akan jauh lebih banyak apabila seseorang terinfeksi jenis D614G.
Berdasarkan data yang dikumpulkan Indonesia ke GISAID, ada lima kelompok genom yang ditemukan, yaitu GH, GR, O, L, dan G. Dari lima kelompok genom tersebut, varian GH mendominasi hingga 64 persen. Dilanjutkan varian genom GR (18 persen), O (9 persen), serta L dan G dengan masing-masing sebesar 4,5 persen.
Kondisi tersebut menjelaskan keragaman jenis virus SARS-CoV-2 di Indonesia. Tingkat infeksius dan keparahan gejala masih belum dipastikan. Akan tetapi, melihat dominasi jenis virus dengan genom GH dan GR, virus korona di Indonesia termasuk dalam kategori memiliki karakteristik lebih berbahaya.
Kelompok mutasi
Melihat kelompok genom dan jenisnya, mutasi virus menjadi salah satu tantangan penanganan pandemi Covid-19 di dunia. Baru-baru ini, muncul hasil penelitian tentang adanya mutasi virus korona di Inggris yang menyebabkan banyak kasus baru. Pemerintah Inggris melaporkan kepada WHO tentang adanya varian baru virus pada tanggal 14 Desember 2020.
Varian baru virus korona ternyata mampu menginfeksi 70 persen lebih lebih cepat dibandingkan varian virus sebelumnya. Varian baru tersebut dikenal dengan nama SARS-CoV-2 VUI 202012/01. Hingga saat ini, penelitian tetap dilakukan untuk menentukan, apakah varian ini terkait dengan perubahan gejala, dan bagaimana respons antibodinya.
Selain potensi infeksinya naik hingga 70 persen, varian baru virus korona ini menyebabkan jumlah orang terinfeksi (R0) naik ke angka 1,5 dan 1,7 di Inggris. Padahal, sebelumnya angka RO tercatat kurang dari 1. Berdasarkan catatan Pemerintah Inggris, hingga 13 Desember 2020, ada 1.108 kasus yang terinfeksi varian baru tersebut.
Mutasi virus menjadi peringatan bagi seluruh negara di dunia bahwa ancaman pandemi Covid-19 masih cukup tinggi. Para peneliti virus telah mencatat ribuan modifikasi kecil pada materi genetik virus korona yang menyebar di seluruh dunia.
Terlebih, efikasi vaksin terhadap banyaknya varian virus korona masih dalam penelitian. Beberapa varian mendominasi wilayah tertentu, tetapi daya tahan hidupnya diperkirakan tidak akan terlalu lama karena vaksinasi dan imunitas kelompok yang telah terbentuk.
Tubuh manusia telah dirancang memberikan respons yang jauh lebih efektif dibandingkan vaksinasi. Meskipun potensi mutasi virus akan jauh lebih masif setelah vaksinasi, tetapi daya adaptasi tubuh manusia terhadap materi genetik virus juga pasti berkembang pesat.
Dilansir dari The New York Times, teknologi yang digunakan vaksin Pfizer-BioNTech dan Moderna ternyata jauh lebih mudah untuk disesuaikan kegunaan bagi tubuh manusia. Vaksin tersebut mampu menghasilkan respons imun masif sehingga diperkirakan butuh waktu bertahun-tahun untuk virus bermutasi dan mengubah susunan vaksin tersebut.
Hingga 22 Desember 2020, WHO mencatat ada 61 kandidat yang masuk uji klinis ketiga. Delapan di antaranya telah dipesan dan sebagian digunakan secara terbatas di banyak negara, seperti Pfizer-BioNTech di Kanada, Inggris, Singapura, Jepang, dan AS. Bakal vaksin lain adalah Moderna di AS, serta Sinovac di China.
Mitigasi varian virus
Pandemi Covid-19 yang memasuki satu tahun sejak dilaporkan pertama kali pada 31 Desember 2019, ditandai dengan munculnya varian baru virus korona. Hingga 28 Desember 2020, terdapat sembilan negara di dunia melaporkan kejadian infeksi varian baru, antara lain Singapura, Jepang, Korea Selatan, dan Australia.
Proses mutasi virus akan terus berjalan seiring intervensi imunologi yang dilakukan untuk menghentikan infeksinya. Mutasi dapat terjadi sejak virus terbawa ke berbagai belahan Bumi lainnya. Hingga akhir tahun 2020 penelitian mutasi virus terhadap efikasi vaksin masih berlangsung.
Setiap negara, termasuk Indonesia harus tetap waspada selama masa pandemi, meskipun nantinya sudah ada vaksin Covid-19. Vaksinasi bisa menjadi jalan keluar, tetapi ledakan mutasi virus dapat terjadi dan sangat mungkin vaksin harus diubah untuk menyesuaikan karakter baru virus korona. Oleh sebab itu, intervensi individu melalui kepatuhan terhadap protokol kesehatan tetap harus dilakukan.
Penerapan protokol kesehatan ini mutlak terus dijalankan mengingat selain munculnya varian virus korona jenis baru, wabah lain sebenarnya muncul di beberapa bagian dunia. Di luar pandemi Covid-19, WHO mencatat setidaknya terjadi 70 kejadian wabah penyakit sepanjang 2020.
Tahun ini, pada periode September 2020 hingga November 2020, virus ebola kembali menyerang negara Kongo. Akhir November 2020, penyakit demam kuning juga mewabah di Nigeria.
Penanganan pandemi Covid-19 menjadi evaluasi besar kesiapan manusia menghadapi situasi krisis sekaligus potensi wabah lainnya. Dalam konteks epidemiologi, agen penyebab wabah penyakit tidak hilang. Artinya, suatu dapat kembali menguat dan menginfeksi manusia.
Pemerintah Indonesia perlu menguatkan penanganan pandemi melalui upaya-upaya teknis yang lebih terarah dan terukur, seiring penelitian tentang mutasi virus terus dilakukan. Penelitan tentang virus korona perlu dilakukan mendetail. Ini mengingat karakteristik dan upaya adaptasi virus tentu berbeda di tiap wilayah dunia. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Varian Baru Virus Korona Telah Menyebar ke Enam Negara