Barli memang tak pernah menempuh pendidikan formal mode. Murni karena hobinya menggambar dan memperhatikan sekelilingnya, ia bertransformasi.
Oleh
Riana A Ibrahim
·6 menit baca
Ditempa kehidupan hingga nyaris berakhir di titik nadir, Barli Asmara bangkit kembali. Keluarga selalu merupakan tempatnya pulang, sekaligus tempat ia berawal. Perjalanan hampir dua dekade di bidang mode diyakininya harus membawa bahagia, baik bagi dirinya maupun khalayak. Karya-karya Barli mengalirkan cerita yang menerbitkan senyuman….
”Nanti kita ketemu lagi, ya, di Jakarta Fashion Week. Ngobrol-ngobrol lagi koleksi baru aku nanti,” ujar Barli ramah sembari menyebutkan nomor kontaknya seusai berbincang setelah jumpa pers pada 23 Februari 2020. Kala itu, Barli terburu-buru karena telah ditunggu untuk persiapan puncak acara pergelaran Muslim Fashion Festival 2020 yang salah satunya menampilkan koleksinya bertajuk Neelakurinji.
Koleksi tersebut merupakan kelanjutan dari karyanya pada Jakarta Fashion Week 2019 yang diberi judul Dehaliya. Ia pun berencana menyambungkan lagi cerita tentang kecantikan ragam bunga ini pada ajang tahunan yang melambungkan namanya sejak 2008 lewat Dewi Fashion Knights.
Namun, janji untuk berjumpa lagi di perhelatan mode itu urung terpenuhi. Barli tutup usia pada 27 Agustus 2020. Kepergiannya yang mendadak membuat dunia mode Indonesia berduka. Meski raganya tak menyapa, aneka karyanya tetap mewarnai Jakarta Fashion Week 2021 sesuai kaulnya.
Lewat Tribute to Barli Asmara pada hari pertama pelaksanaan JFW 2021, Kamis (26/11/2020), sebanyak 48 tampilan milik Barli ditampilkan dalam dua rangkaian. Sesi pertama, disuguhkan 24 tampilan dari berbagai koleksi rancangan Barli pada 2008-2018.
Dari All About Ribbon (2008) yang mengedepankan detail pita sebagai ornamen. Kemudian Royal Smock (2010) dengan mengeksplorasi kerajinan tangan Indonesia berbentuk kerutan dari jahitan dan sulam tangan. Macrame (2011) yang menyoroti detail simpul tali. The Fringe (2012) yang sarat rumbai mengadopsi busana era 1920-an.
Lalu koleksi Royal Embroidery (2013) yang serba putih dengan hiasan mutiara dan mote. Royal Javanese (2014) memanfaatkan kain bermotif truntum. Royal Kerancang (2014) dengan dominasi bordir. Versailles Garden (2015) dan Glow of Parai (2016) yang terinspirasi taman dan bunga-bunga dengan sentuhan bordir. Terakhir, La Vie Boheme (2018) dengan pilihan ornamen beads dan shiny layaknya mode di era 1970-an.
”Pilihan koleksi ini didasarkan pada buku Barli. Memang tidak semua, kami lihat yang menunjukkan kejelian Kak Barli. Kami membagi dua sequence. Pertama, koleksi yang pernah dibuat Kak Barli dan yang kedua adalah persembahan dari kami untuk mengenang Kak Barli,” ungkap Direktur Kreatif Barli Asmara, Leslie Tobing.
Tak mudah untuk kembali membawa rancangan Barli dari tahun ke tahun ke panggung. Saat diperiksa di gudang penyimpanan, banyak baju yang harus dibenahi dan direparasi ulang agar layak untuk disuguhkan lagi kepada khalayak.
Apabila karya milik Barli bermain dengan warna-warna monokrom dan lembut dengan motif yang halus. Pada sesi kedua, yang merupakan karya besutan Leslie, ia bermain warna terang dengan motif print bunga-bunga segar dalam gaun ringan melayang berbahan sifon, tulle, dan katun. Seperti siap menyambut liburan musim panas lewat gaun-gaun beraplikasi ruffle, tangan gembung, dan rok bertumpuk dalam koleksi La Danza de La Vida tersebut.
”Ini bentuk penghormatan kepada Kak Barli. Bukan dengan terlarut dalam duka, kami di sini ingin mengenang Kak Barli dengan cara merayakan hidupnya. Kak Barli sosok yang menyenangkan dan selalu ramai, ya. Orangnya selalu aktif, pekerja keras, dan berdedikasi. Salah satu cara yang menyenangkan untuk mengenangnya adalah dengan berdansa,” ungkap Leslie.
Tampilan dari koleksi ini sendiri terinspirasi dari tarian dan kostum meriah di Amerika Latin, seperti Rumba dari Cuba, Samba dari Brasil, dan Arunguita dari Argentina. ”Koleksi ini ingin menonjolkan keindahan dan kebebasan bergerak dari tiap busana yang ditampilkan tanpa meninggalkan ciri khas Barli pada siluet ultrafeminin,” tutur Leslie.
Untuk perempuan
Ya, perempuan selalu menjadi inspirasi Barli dalam menghasilkan rancangan. Dari buku Lima Belas Warsa Barli Asmara: Di Antara Gemerlap Ornamentasi, Barli lekat dengan para perempuan yang mengantarkannya terjun pada dunia mode. Selain ibunya, nenek dan tiga tantenya yang juga dipanggilnya ”Mama” memberi pengaruh besar.
Sejak kecil, Barli terbiasa melihat neneknya selalu berdandan rapi dengan pakaian yang apik dan rapi. Ibunya yang bekerja di salon kecantikan juga kerap membawa Barli. Tante-tantenya yang punya hobi untuk berbelanja kain dan menyulapnya menjadi pakaian yang sesuai karakter dan selera juga sering mengajak Barli untuk sama-sama memilih bahan. Bahkan, salah seorang tantenya dikenal juga sebagai perancang busana, Corrie Kastubi.
Pengaruh ini tertuang dalam goresan desain yang dibuatnya. Sebagian koleksinya jika diamati tampak rumit dengan kerut, bordir, makrame, atau rumbai bertumpu berpadu kolase bunga. Namun, saat dipasangkan dengan warna yang lembut atau monokrom yang selalu diusungnya, koleksinya berubah anggun dan simpel, tak pernah gagal membuat perempuan terlihat menawan.
Kolumnis mode dan gaya hidup Lynda Ibrahim menuturkan, Barli memiliki sense untuk mempercantik perempuan. Hal ini terlihat sepanjang dirinya mengikuti kiprah Barli di bidang mode sejak 2013.
”Waktu itu, dia kolaborasi dengan May & June sekitar 2013. Di sini, terlihat sisi manis, romantis dari karyanya. Simpel, tetapi manis. Lalu beberapa tahun, muncul lagi dengan All The Horses. Di situ, desainnya mini, renda, terbuka. Ala-ala party di Bali. Berani lah. Sampai kemudian, ada lagi dengan Batik Nitik yang modern dan anggun,” ujarnya.
Perubahan napas dalam tiap rancangan membuat Lynda mencoba menggali lebih dalam. Sebelum meluncur ke berbagai ajang mode, Barli kerap jadi pengarah busana untuk berbagai acara di stasiun televisi dan produk kecantikan. Kesiapsiagaannya menyediakan kostum dalam waktu singkat sesuai kebutuhan jadi ciri khasnya saat itu.
Namanya kian dikenal ketika Barli membantu rekan sekampusnya, Dewi Sandra, yang sedang meniti karier di dunia musik. Keputusan yang tepat. Niat membantu rekannya ternyata membukakan pintu bagi Barli untuk makin mantap dan matang di lingkup pergaulan mode. Ia pun kerap diminta membuatkan baju oleh figur publik dan sosialita.
”Berubah-ubah memang, tapi itu karena dia selalu mencoba menyelami karakter orang yang ingin memakai baju buatannya. Jadi, memang enggak sembarangan. Sangat fluid, mengalir, karena sangat dipengaruhi dengan siapa yang akan mengenakan bajunya. Barli juga mudah bekerja sama dan mau menyesuaikan dengan kebutuhan. Karena itu, dia selalu dicari,” tutur Lynda.
Syahmedi Dean yang menulis bukunya menyadari penuh tiap garis dari desain yang dibuat Barli merupakan curahan hati yang sedikit banyak berasal dari lingkungan keluarga. ”Apa ada desainer fashion yang bisa berhasil padahal tidak melalui pendidikan formal fashion? Ada sedikit saja, tetapi menggetarkan,” tulis Dean dalam buku itu.
Barli memang tak pernah menempuh pendidikan formal mode. Murni karena hobinya menggambar dan memperhatikan sekelilingnya, ia bertransformasi. Meski dikenal ramah, ramai, dan penyemarak suasana, ada ruang dan cerita tak tersingkap yang coba dituturkan Barli lewat goresan berbuah karya yang akan terus dikenang.