Tahun Transformasi
Vaksin memberi harapan baru. Namun, risiko kesehatan tak serta-merta sirna dan perekonomian tak bisa pulih begitu saja. Pemulihan ekonomi, selain memakan waktu, juga tak akan kembali ke kondisi sebelum pandemi.
”Proyeksi ekonomi hanya akan membuat profesi tukang ramal menjadi lebih bergengsi”. Begitu kira-kira ekonom terkemuka JK Galbraith mengolok-olok profesinya sendiri.
Ekonom adalah profesi di mana kesalahan perkiraan dan ketidaktahuan masa depan bisa dijelaskan begitu ilmiah dan rumit. Cemooh ini tak mengurangi antusiasme publik menanti ramalan ekonomi.
Sejatinya, tak satu orang atau lembaga pun mengerti dengan baik ekonomi tahun ini. Proyeksi ekonomi dilakukan dengan asumsi pandemi Covid-19 tertangani.
Dan kita tahu, mengendalikan pandemi punya kerumitan tersendiri. Berbasis asumsi rumit ini, prospek ekonomi 2021 sama sekali tak pasti.
Mengendalikan pandemi punya kerumitan tersendiri.
Sementara itu, kita juga menyadari kepastian tak pernah datang begitu saja. Satu-satunya cara menghadapinya adalah menyesuaikan diri melalui berbagai perubahan. Dan Tahun Baru ini merupakan momentum transformasi.
Bank Dunia pada Desember 2020 memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 terkontraksi 2,2 persen atau lebih rendah dari perkiraan sebelumnya yang minus 1,6 persen. Sementara, proyeksi Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) minus 3,3 persen, Dana Moneter Internasional (IMF) minus 1,5 persen, Bank Indonesia minus 1 persen sampai dengan 2 persen, serta Kementerian Keuangan minus 0,6 persen hingga 1,7 persen.
Sementara ini, perkiraan kontraksi paling ringan 0,6 persen dan paling berat 3,3 persen.
Baca juga: Ekonomi Pascavaksinasi
Bagaimana proyeksi pertumbuhan ekonomi 2021? Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan 4,4 persen, perkiraan OECD 5,3 persen, IMF 6,1 persen, BI memperkirakan 4,8-5,8 persen, dan Kementerian Keuangan 5 persen. Beberapa lembaga independen memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini 1-2 persen.
Bayangkan, variasi proyeksi pertumbuhan 2021 antara 1 persen hingga 6 persen.
Perbedaan proyeksi pertumbuhan yang lebar hanya membuktikan betapa tak pastinya situasi tahun ini. Gita Gopinath, Kepala Ekonom IMF, mengatakan, pemulihan ekonomi dari pandemi akan berlangsung lama, tidak merata, dan sangat tidak pasti. Secara ilmiah dan rumit lembaga ini menunjukkan situasi ekonomi 2021 sulit diprediksi.
Momentum perubahan
Di tengah ketidakpastian situasi, vaksin telah memberi harapan di awal tahun ini. Menteri Kesehatan baru, Budi Gunadi Sadikin, telah menandatangani kontrak pengadaan vaksin AstraZeneca dan Pfizer, masing-masing 100 juta dosis. Langkah ini menyusul kesepakatan pengadaan 125 juta dosis vaksin Sinovac pada akhir tahun lalu.
Meski begitu, vaksin hanya berfungsi mengurangi penularan dan sama sekali tak menghilangkannya. Menteri Kesehatan secara realistis menyatakan, untuk mencapai kekebalan komunitas, paling tidak 70 persen penduduk harus divaksinasi. Artinya, 181 juta jiwa dengan kebutuhan vaksin 426 juta dosis dan perlu waktu sekitar 15 bulan, bukan 3,5 tahun seperti yang sebelumnya disampaikan.
Tentu vaksin memberikan harapan baru. Namun, risiko kesehatan tak serta-merta sirna dan perekonomian tak bisa pulih begitu saja. Pemulihan ekonomi, selain memakan waktu, juga tak akan kembali ke kondisi sebelum pandemi.
Baca juga: Ekonomi Digital
Bank Dunia dalam laporan Indonesia Economic Prospect edisi Desember 2020 menjelaskan, pemulihan ekonomi tak akan merata. Sektor yang memerlukan kontak fisik intensif dan mengandalkan interaksi tatap muka dengan pelanggan akan menghadapi stagnasi panjang, seperti sektor transportasi, perhotelan, pergudangan grosir dan eceran, konstruksi, serta manufaktur.
Pemulihan ekonomi, selain memakan waktu, juga tak akan kembali ke kondisi sebelum pandemi.
Sementara, sektor yang tidak memerlukan kontak fisik akan lebih cepat pulih, seperti sektor keuangan, pendidikan, komunikasi, dan telekomunikasi. Sektor berbasis komoditas, andalan kita selama ini, akan berhadapan dengan dua kendala utama, yaitu perlambatan pemulihan global dan pergeseran arah ekonomi yang lebih berorientasi lingkungan.
Dalam suasana serba tak pasti, diperlukan langkah nyata melakukan perubahan penting melalui berbagai kebijakan. Pemulihan ekonomi masih akan bergantung pada konsumsi domestik dan investasi. Pengeluaran pemerintah, meski proporsinya kecil dalam perekonomian, tetapi berfungsi memunculkan efek pengganda sehingga mampu menopang konsumsi domestik. Oleh karena itu, pengelolaan fiskal menjadi kunci penting pemulihan ekonomi.
Dalam suasana serba tak pasti, diperlukan langkah nyata melakukan perubahan penting melalui berbagai kebijakan.
Transformasi sederhana bisa dilakukan dalam perbaikan administrasi keuangan pemerintah agar lebih berorientasi kinerja. Inisiatif Kementerian Keuangan melakukan elektronifikasi transaksi pemerintah daerah (ETP) perlu dimaksimalkan agar transfer ke daerah lebih cepat dan penerimaan daerah bisa dipantau. Langkah ini penting guna memastikan pemerintah daerah menjalankan kebijakan fiskal secara baik dalam mendorong perekonomian di daerah. Mekanisme ini memungkinkan diperlakukannya reward dan punishment bagi kinerja pemerintah daerah.
Baca juga: Akselerasi Pemulihan Ekonomi
Begitu pula dengan berbagai bantuan sosial yang bisa dilakukan secara elektronik dari pemerintah langsung ke penerima akhir. Komitmen Menteri Sosial baru, Tri Rismaharini, memastikan bantuan sosial dilakukan secara transparan dan bertanggung jawab perlu didukung teknologi government-to-person (G2P). Adopsi teknologi akan membantu kebijakan fiskal lebih efektif dan bisa dipertanggungjawabkan.
Transformasi lebih luas perlu difokuskan pada penciptaan iklim investasi melalui implementasi omnibus law. Jangan sampai nasibnya sama seperti Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang ditetapkan pada 2011 dan Paket Kebijakan Ekonomi yang mulai digulirkan 2015. Di lapangan, banyak investor mengaku tak mendapat kemudahan sebagaimana dijanjikan. Khususnya investor asing, tetap saja investasi langsung di Indonesia seperti masuk belantara rumit yang berisiko tersesat.
Menghadapi situasi serba tak pasti, perbaikan mekanisme fiskal dan pelaksanaan omnibus law akan menjadi pengungkit kinerja ekonomi. Ketidakpastian hanya bisa dihadapi dengan transformasi.
(A Prasetyantoko, Rektor Unika Atma Jaya Jakarta)