Tendangan Balik Aghniny
Aghniny Haque tidak percaya pada keberuntungan. Bagi dia, semua harus diupayakan dengan kerja keras dan semangat.
Seni bela diri taekwondo menempa Aghniny Haque (23) menjadi pribadi pantang menyerah. ”Terbuang” dari dunia yang telah mendarah daging dalam hidupnya itu, dia kini menemukan cinta baru pada dunia akting. Aghniny belajar tak semata menendang lawan, tetapi juga menendang balik nasib.
Di antara kesibukan mempromosikan film terbarunya, Generasi 90an: Melankolia, Aghny, sapaan akrabnya, menyempatkan diri berbincang-bincang secara virtual, Minggu (13/12/2020). Sebelum film tersebut tayang di bioskop pada 24 Desember 2020, dia telah terlibat dalam pembuatan film lain.
”Aku ada shooting film Filosofi Kopi 3: Ben & Jody, sekitar empat minggu. Lalu workshop dua bulan. Jadi, senang sih, beberapa bulan belakangan ini mulai sibuk,” tuturnya, pagi itu, mengawali perbincangan.
Yang membuat Aghny lebih gembira, film tersebut tidak hanya drama, tetapi ada juga unsur laga. Latar belakangnya sebagai atlet taekwondo membuat dia dekat dengan genre film laga. Film pertamanya, Wiro Sableng (2018), termasuk film laga dan cukup sukses di kalangan pencinta film Tanah Air.
Dalam Wiro Sableng, Aghny berperan sebagai Rara Murni, adik Raja Kamandaka (Dwi Sasono), yang bertugas menjaga anak raja dari pendekar golongan hitam.
”Banyak orang bilang, ’Wah, Aghny pertama kali main film langsung layar lebar, mana Wiro Sableng pula. Perannya juga bukan cuma satu, dua adegan.’ Dari situ, aku langsung terpacu berusaha lebih keras lagi, ya taekwondo, ya akting,” ujarnya.
Dia mengakui punya banyak kekurangan dalam hal berakting karena tidak pernah sama sekali bersentuhan dengan dunia tersebut selain sebagai penonton di depan layar. Lewat Wiro Sableng, dia belajar untuk tidak sekadar keras mengayunkan kaki, tetapi juga mengayunkan kaki sembari berlakon.
Untuk menutupi kekurangannya, Aghny meminta pelatih akting untuk setiap hari melatihnya. Meski latihan reading tidak bisa setiap hari dilakukan, dia belajar dengan menonton reading aktor lain. Latihan akting diselingi dengan latihan laga, termasuk latihan fisik untuk menjaga badan tetap bugar.
”Awalnya berat juga. Dulu di taekwondo aku latihan untuk menang pertandingan. Sekarang latihan cara action juga. Aku takut, enggak pernah melihat kamera segede itu, ha-ha-ha.... Itu shooting pertama dan terbesarku,” kenang Aghny.
Selepas shooting, dia merasa sungguh tertarik dan nyaman dengan dunia yang disebutnya antah-berantah itu. Dia ikut les akting untuk memperdalam kemampuannya.
Setelah mencuri perhatian dalam film Wiro Sableng, dalam waktu singkat berdatanganlah tawaran untuk bermain film. Tak sebatas laga, film horor dan drama juga tak lepas datang padanya. Namanya pun melejit di antara deretan aktris pendatang baru dunia film Indonesia.
Sakit hati
Cerita indah perkenalan Aghny dengan jagat sinema justru tak diawali dengan indah. Tahun 2016, setelah enam tahun membela tim nasional taekwondo, dia dikeluarkan. Cedera lutut saat latihan menjelang pertandingan SEA Games 2015 di Singapura membuat dia akhirnya dipulangkan ke daerah asalnya, Semarang.
”Aku sakit hati banget karena hidupku, masa kecilku, habis untuk taekwondo. Selama di tim nasional, aku hidup disiplin, latihan, jaga berat badan. Latihan, tanding, latihan, tanding. Itu saja yang aku tahu. Setelah bisa mencapai peringkat enam besar dunia, sampai dipersiapkan untuk grand prix, ternyata aku cedera. Bantalan sendi di lutut sobek, kanan dan kiri. Aku tetap latihan, tetapi setelah itu dipulangkan,” ungkapnya.
Dia pun melanjutkan kuliah dan berusaha fokus pada kuliah meskipun hidupnya terasa hampa. Dia tidak tahu apa yang akan dia lakukan selanjutnya. Dua bulan setelah dikeluarkan dari tim nasional, datang tawaran casting Wiro Sableng.
Aghny lekas-lekas minta izin kepada ibunda dan pihak kampus. Pagi-pagi dia naik pesawat dari Semarang ke Jakarta, casting, sore kembali ke Semarang. Sore itu juga dia diberi tahu bahwa dia lolos dan mendapat perannya.
”Aku enggak percaya. Aku memang suka nonton film action dan pernah bilang ke nenek, ’Mbah, aku pengin, deh, main film action.’ Doa-doa masa kecilku ternyata dijawab setelah aku dapat musibah,” katanya.
Sejak kecil, Aghny memang sudah ”pecicilan”. Dia anak yang aktif, tidak bisa diam. Sang ibu pusing dengan polah putrinya yang sering berantem, jatuh, sampai patah tulang dan kepala benjol. Dia pun diikutkan latihan bela diri pencak silat, judo, hingga akhirnya taekwondo.
Baru dua hari latihan, dia ikut pertandingan dan langsung mendapatkan medali emas. ”Ibuku senang dan mendukung, daripada aku berantem enggak jelas, tonjok-tonjokan, pulang kancing rusak, mimisan, gigi patah,” ujar Aghny, terbahak.
Bertahun-tahun dia berlatih, ikut berbagai kejuaraan daerah, antarprovinsi, dan nasional. Kelas II SMP, Aghny sudah lepas dari orangtua karena tinggal di mes untuk pelatihan dan pertandingan. Dia hidup mandiri dan bisa menghasilkan uang sendiri.
Setelah bergabung dengan tim nasional, dia ikut berbagai kejuaraan internasional, seperti SEA Games, Asian Games, dan kejuaraan dunia.
Selama itu pula disiplin menjadi napasnya. Dalam sehari, dia bisa berlatih empat kali. Bangun pukul 04.00, lanjut latihan pukul 04.30, beres berlatih langsung sekolah, selesai sekolah latihan sore, dan latihan malam.
Kendati tak seketat saat masih menjadi atlet nasional, latihan masih rutin dijalaninya. Ketika tidak ada shooting, dia rutin latihan fisik dan taekwondo.
Selama pandemi, dia latihan sehari dua kali. Nendang-nendang saja di rumah, katanya. Menurut dia, latihan rutin itu membantu dia mempersiapkan diri kala tiba-tiba ada tawaran bermain film laga lagi.
Masih penasaran
Capaian luar biasa dalam waktu singkat tak membuat Aghny puas. Semula dia menyangka, seusai berkarier sebagai atlet taekwondo, dia akan kuliah, kerja sebagai pegawai negeri sipil, menikah, dan membuka dojang atau perguruan taekwondo.
”Ada yang lebih menyenangkan di luar PNS dan taekwondo,” imbuhnya.
Konsekuensinya, lanjut Aghny, dia harus bekerja lebih keras lagi menempa keterampilan akting. Dia masih penasaran dengan dunia tersebut, masih ingin berakting dengan rentang emosi dan karakter yang lebar, supaya ketika ada tawaran film genre apa pun, dia siap. Di luar akting, dia pun menambah keterampilan memasak, bermain gitar, dan bahasa Inggris.
”Aku atlet dan memang dipersiapkan untuk film-film action. Kalau ada film action, itu harus aku. Egonya seperti itu. Aku mau seperti Mas Iko Uwais. Jadi, kalau cowoknya di Indonesia Mas Iko, ceweknya itu aku. Harus aku,” ujarnya disambung tawa.
Aghny tidak percaya pada keberuntungan. Bagi dia, semua harus diusahakan dengan strategi yang tepat, semangat, kerja keras, serta kadang harus menahan sakit karena cedera lututnya belum sepenuhnya pulih.
”Ada suatu waktu aku bingung besok mau makan apa, parkir enggak bisa bayar, uang fotokopi juga tidak ada. Hidup, ya, kayak gitu. Enggak seru kalau enggak ada masalah. Makanya, kita harus terus bergerak, enggak boleh diam saja,” kata Aghny.
Bergerak, seperti dirinya yang tetap ”pecicilan” di dalam ataupun di luar layar.
Ciaatt....