Adhitya Herwin Dwiputra, Mendorong Lahirnya Petani Muda
›
Adhitya Herwin Dwiputra,...
Iklan
Adhitya Herwin Dwiputra, Mendorong Lahirnya Petani Muda
Regenerasi petani jadi persoalan besar buat Indonesia. Ini yang membuat Adhitya Herwin Dwiputra (27) getol mendorong anak muda untuk terjun ke sektor pertanian.
Oleh
Ester Lince Napitupulu
·4 menit baca
Selama ini, petani Indonesia lekat dengan citra miskin, tua, dan jauh dari kata keren. Makanya, generasi muda jarang yang mau menjadi petani. Adhitya Herwin Dwiputra (27) berusaha mengajak anak muda untuk mengubah citra itu dengan terjun sebagai petani.
Adhit mulai kampanye tentang sektor pertanian pada 2016 lewat media sosial. Ia mengunggah persoalan-persoalan yang dihadapi para petani dan kebutuhan pangan di masa depan. Ia, misalnya, memberikan ilustrasi bahwa pada 2035-2045 kebutuhan pangan akan meningkat seiring pertambahan penduduk.
Kebutuhan beras saja diperkirakan akan naik 100 juta ton. Pertanyaannya siapa yang akan menyediakan kebutuhan pangan itu jika tidak ada regenerasi petani dari sekarang.
Regenerasi petani jadi pekerjaan rumah yang besar buat Indonesia. Sensus Pertanian Antar Sensus (SUTAS) 2018 oleh Badan Pusat Statistik menunjukkan, dari sekitar 27 juta rumah tangga yang bekerja di sektor pertanian, kepala rumah tangga petani di Indonesia didominasi warga berusia 45 tahun ke atas. Kepala rumah tangga petani usia 25-44 tahun hanya 9,2 juta. Di bawah usia 25 tahun hanya 191.000 ribu.
Kami ingin anak anak-anak muda, apapun latar belakang pendidikannya, ikut memikirkan persoalan ini dan mencari solusi bersama
"Kami ingin anak anak-anak muda, apapun latar belakang pendidikannya, ikut memikirkan persoalan ini dan mencari solusi bersama,” ujar alumnus Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada itu, yang dihubungi dalam beberapa kesempatan pada 2020.
Inisiatif ini mendapat dukungan dari banyak pihak, termasuk para senior dan dosennya di UGM. Adhit pun melangkah lebih lanjut. Bersama rekannya, Iftikar, ia membentuk gerakan Aku Petani Indonesia. Lewat gerakan ini mereka merancang kampanye sistematis untuk mendorong anak muda terjun ke sektor pertanian.
Pada 2018, gerakan ini mendatangi kampus-kampus yang ada di Aceh, Medan, Palembang, Banten, Bogor, Jawa Tengah, dan Jawa Timur untuk kampanye pertanian. Salah satu programnya membuat kompetisi inovasi pertanian bagi siswa SMA dan mahasiswa. Pemenangnya diberi modal Rp 3 juta untuk menerapkan inovasi mereka.
Ia juga mengajak anak muda turun ke kebun atau sawah, lantas menjadi wirausahawan pertanian, dan menjalankan koperasi. Ia yakin itu semua bisa menghidupkan pertanian dan ekonomi kerakyatan. "Kami mendorong kolaborasi, mengajak anak muda memahami problem pertanian dan ikut berperan di dalamnya," ujar Adhit yang kini memiliki tim untuk mengurus kampanye Aku Petani Indonesia.
Anak muda yang tidak atau bergelut di dunia pertanian juga bisa ikut urun pemikiran. Mahasiswa Fakultas Hukum, misalnya, bisa mengkaji Undang Undang Agraria agar peluang alih fungsi lahan pertanian bisa ditekan. Mahasiswa Hubungan Internasional bisa menyumbang pemikiran mengenai diplomasi dan negosiasi untuk ekspor produk pertanian.
Sejauh ini, lanjut Adhit, gerakan Aku Petani Indonesia telah menyentuh sekitar 25.000 anak muda di berbagai kesempatan. Ia senang karena kampanye-kampanye regenerasi petani di kalangan anak muda, termasuk yang ia lakukan, mulai memperlihatkan hasil.
Dulu susah nyari petani muda. Sekarang kami punya lebih dari 50 petani muda ahli
Daftar petani milenial yang berasal dari jaringannya semakin panjang. Ia juga melihat data survei BPS memperlihatkan jumlah petani milenial bertambah meski angkanya belum signifikan. “Dulu susah nyari petani muda. Sekarang kami punya lebih dari 50 petani muda ahli,” ujarnya.
Adhit juga menemukan obrolan di kalangan mahasiswa pertanian saat ini mulai bergeser. Di masa ia kuliah dulu, mahasiswa pertanian ngobrol bagaimana bisa kerja sebagai PNS di Kementerian Pertanian atau perusahaan perkebunan kelapa sawit. “Sekarang mahasiswa pertanian semangat diskusi soal entrepreneur pertanian, startup pertanian, aplikasi pertanian, mengembangkan hidroponik, dan urban farming,” tuturnya.
Pokoknya pertanian
Adhit berasal dari keluarga yang menggeluti pertanian di Pagar Alam, Sumatera Selatan. Hal itu membuatnya tertarik pada bidang pertanian. Ketika ia lulus SMA, ia mantab memilih kuliah bidang pertanian di UGM. Saat kuliah, ia membuat gerakan Gamaku Kebunku untuk mengkampanyekan pentingnya menanam minimal satu pohon di kos atau tempat tinggal mahasiswa.
Saat penerimaan mahasiswa baru, komunitas Gamaku Kebunku secara mencolok membuat gerai yang dihiasi banyak tanaman supaya mahasiswa tertarik mendekat. Lalu, Adhit dan teman-teman membagikan brosur berisi kampanye untuk menanam satu pohon di kos atau tempat tinggal.
Lulus dari UGM, ia kembali ke kampungnya untuk mengurus kebun kopi orangtuanya. Di situ ia menemukan, persoalan petani dari dulu sampai sekarang tidak berubah, yakni hasil panen minim dan harga produk pertanian rendah. Akibatnya, hidup petani merana dan bisa miskin selamanya.
Pengalaman itulah yang mendorong dia membuat gerakan sosial di bidang pertanian dengan nama Aku Petani Indonesia untuk mendorong anak muda terjun ke sektor pertanian. Awalnya, ia membiayai kampanye gerakan itu dari uang pribadi yang disisihkan dari gajinya sebagai pegawai sebuah perusahaan pertanian. Kini, ia dan tim mencari dana kampanye lewat jualan kaus cenderamata, kerja sama dengan pihak lain, dan jasa konsultasi.
Enggak bisa lagi pemerintah menyuruh petani harus nanam padi atau tanaman yang kepastian harganya tidak jelas. Petani harus sejahtera
Adhit sendiri telah membuat proyek percontohan budidaya porang skala perusahaan di Madiun. Jawa Timur. Saat ini, harga umbi porang bagus di pasar dunia. “Enggak bisa lagi pemerintah menyuruh petani harus nanam padi atau tanaman yang kepastian harganya tidak jelas. Petani harus sejahtera. Jadi kami ajak untuk menanam tanaman yang prospektif dan berjuag untuk kepastian harga,” ujarnya.
Kalau petani bisa sejahtera, lanjut Adhit, tanpa diminta pun anak muda akan melirik lagi sektor pertanian. Saat itulah, regenerasi petani akan berjalan.
Adhitya Herwin Dwiputra
Lahir: Bandar Lampung, 18 Mei 1993
Pendidikan:
SDN 32 Bengkulu (1998-2004)
SMP SMPN 1 Palembang (2004-2007)
SMA Kusuma Bangsa Palembang (2007-2010)
S1 Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (2020-2015)
Kegiatan:
Delegasi UGM dalam peretmuan perwakilan Student Union se-ASEAN di Yogyakarta (2014)
Pendiri gerakan sosial Aku Petani Indonesia sejak 2016
Perwakilan petani milenial di acara Kementerian Pertanian (2019)