Musik country, antara lain, dipengaruhi oleh musik tradisi Polinesia, yang bersama Melanesia menjadi dua ras utama di Pasifik. Kini, Tantowi Yahya memanfaatkan kepiawaiannya bermusik country untuk kepentingan diplomasi.
Oleh
Kris Mada
·2 menit baca
Tugas sebagai Duta Besar RI untuk Selandia Baru, Samoa, dan Tonga tidak menjauhkan Tantowi Yahya dari musik country. Bahkan, ia menjadikannya sebagai salah satu alat diplomasi. ”Saya baru buat album,” ujarnya, di Wellington, Kamis (7/1/2021).
Album berjudul Friends for Good itu direkam Tantowi di Wellington di sela kesibukannya menjadi diplomat. Dari 14 lagu dalam album itu, 4 lagu di antaranya ia nyanyikan bersama sejumlah tokoh di Selandia Baru.
Akhir Desember 2020, Tantowi menggelar konser kecil untuk peluncuran album yang disebut sangat eksklusif karena tidak akan dijual itu. Penonton konsernya, antara lain, para diplomat dari beberapa negara lain. ”Rekan-rekan diplomat sampai menyebut standar praktik diplomasi Indonesia terlalu tinggi gara-gara album ini,” katanya sembari tertawa.
Sebenarnya, Tantowi praktis meninggalkan pekerjaan sebagai musisi sejak menjadi anggota DPR pada 2009. Meski demikian, ia tetap tampil secara berkala, terutama jika ada penggalangan dana amal.
Kala menjadi duta besar, ia menemukan musik yang disukainya itu dekat dengan orang-orang di wilayah tugasnya. Musik country, antara lain, dipengaruhi oleh musik tradisi Polinesia, yang bersama Melanesia menjadi dua ras utama di Pasifik.
Karena itu, Tantowi memanfaatkan kepiawaiannya bermusik sebagai salah satu alat diplomasi dan mendekati orang-orang di Pasifik. ”Di sini praktik utama diplomasi dengan menyentuh hati dan pikiran. Caranya beragam, termasuk lewat musik. Kebetulan saya suka country dan bisa diterima orang-orang di sini,” kata anggota DPR dari Fraksi Golkar periode 2009-2019 itu.
Orang Maori, penduduk asli Selandia Baru, juga dikenal sangat suka musik. Dengan hobi bermusiknya, Tantowi bisa mendekati mereka. Bukti kedekatannya, antara lain, hadiah dari Raja Maori di Hamilton kepada Tantowi. ”Saya dapat kalung (berbandul) dari tulang paus,” katanya.
Kalung itu istimewa karena pemberian raja. Selain itu, dalam tradisi Maori, kalung adat tidak bisa dipakai kalau bukan dari pemberian pihak lain. ”Dulu saya sampai menunggu dua tahun (sebelum ada yang memberi kalung). Saya sudah beli, tetapi tidak bisa dipakai karena harus menunggu dikasih,” ujarnya.
Kini, ia sudah punya kalung Maori dan bernyanyi bersama sejumlah orang Maori. Bagaimana nasib kalung yang sudah dibelinya? ”Masih saya simpan, tidak bisa saya pakai. Nanti mau saya berikan ke orang lain,” katanya. (RAZ)