Drama penyerbuan Gedung Capitol di Washington DC, tempat anggota Kongres AS bersidang, berakhir sudah. Hanya dalam tempo 4 jam, Rabu (6/1/2021) siang, massa pendukung Donald Trump yang menggeruduk gedung berhasil diatasi.
Jatuh korban 4 orang tewas dan 52 pendukung Donald Trump ditangkap. Ini peristiwa terburuk dalam sejarah pemilihan presiden Amerika Serikat. Beberapa jam setelah peristiwa tersebut, Kongres secara resmi mengesahkan calon presiden dari Partai Demokrat, Joe Biden, sebagai presiden terpilih Amerika Serikat.
Wajah demokrasi AS tercoreng, padahal selama ini dikenal sebagai pelopor sekaligus kiblat demokrasi dunia. Pelajaran berharga bahwa demokrasi bisa melahirkan anarkisme. Negara-negara yang mengklaim dirinya sebagai penganut demokrasi, warganya bisa menjadi antidemokrasi ketika kebebasan dijalankan tanpa kendali. Terbukti dari kerusuhan di Gedung Capitol.
Demokrasi telah dirusak para penganutnya sendiri. Sebuah ironi dan anomali di negara demokrasi besar. Ketertiban dan keselamatan masyarakat adalah tolok ukur kematangan dan kedewasaan suatu bangsa dalam berdemokrasi. Keselamatan rakyat menjadi taruhan ketika demokrasi dijalankan semena-mena tanpa batas.
Kalah-menang dalam kontestasi adalah hal biasa. Yang luar biasa adalah menerima kekalahan secara sportif, kesatria, legawa-lapang dada, tanpa menimbulkan ekses, baik kerusuhan maupun kekerasan. Di sini dituntut peran nyata seorang ”leader” untuk mengendalikan pendukungnya saat kemenangan tidak berpihak kepadanya.
Dituntut kenegarawanan seorang pemimpin yang tak hanya siap menang, tetapi juga siap kalah dalam berkontestasi dan berdemokrasi.
Budi Sartono Soetiardjo
Cilame, Ngamprah, Kabupaten Bandung
Tanggapan UOB
Kami berterima kasih atas kritik dan saran yang disampaikan oleh Ibu Jessica Arum S dalam rubrik Surat Pembaca Kompas (Jumat, 8/1/2021), berjudul ”Bank Digital”.
Bersama surat ini, kami sampaikan bahwa permasalahan tersebut telah kami selesaikan dengan baik bersama Ibu Jessica Arum S.
Dalam kesempatan ini juga, sekali lagi kami mengucapkan terima kasih atas masukan yang disampaikan sehingga kami dapat terus memperbaiki diri untuk memberikan layanan yang terbaik.
Amelia Ragamulu
Customer Experience and Advocacy Head,
PT Bank UOB Indonesia
Tahun Baru
Sudah hampir satu tahun pandemi Covid-19 melanda Indonesia. Bersyukur sudah ada vaksin yang mendapatkan fatwa halal dan suci dari Majelis Ulama Indonesia dan izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Bersyukur pula vaksinasi perdana sudah dimulai pada Rabu (13/1/2021) dengan Presiden Joko Widodo sebagai penerima pertama vaksin.
Meskipun demikian, kewaspadaan dan kehati-hatian tetap harus diterapkan. Pada 2021 ini perlu perilaku baru dengan lebih ketat melaksanakan protokol kesehatan. Mengenakan masker saat keluar rumah, tetap membatasi interaksi dalam jumlah besar, dan memaksimalkan bekerja dari rumah.
Protokol kesehatan yang telah dijalani masyarakat hampir satu tahun ini semoga juga sudah membentuk habitus baru. Paling tidak, masuk alam bawah sadar, menjadi budaya baik yang dalam hukum disebut living law atau hukum yang hidup di masyarakat.
Di sisi lain, pemerintah hendaknya membuat prioritas baru yang semakin mendukung pelayanan kesehatan masyarakat, pendidikan secara daring, bekerja dari rumah, dan kegiatan yang tidak menimbulkan kerumunan massa.
Pembangunan infrastruktur jelas penting. Akan tetapi, dalam membangun peradaban yang baik, perlu sumber daya manusia yang kuat dan sehat.
Perlu diingat, vaksinasi adalah upaya untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh, bukan akhir pandemi.
Maka, yang penting adalah bagaimana kita menyesuaikan diri, taat protokol kesehatan, dan mewaspadai hal-hal yang akan terjadi, dalam hukum disebut ius constituendum. Artinya, hukum yang dicita-citakan dalam pergaulan hidup negara, tetapi belum dibentuk menjadi ketentuan formal.
Ius constituendum sebaiknya ditingkatkan menjadi ius constitutum atau hukum yang telah ditetapkan.
Ismadani Rofiul Ulya
Ketua Umum Forum Konstitusi dan Demokrasi (Fokdem)