Danielle Kreb, Sang Juru Bicara Pesut Mahakam
Selama 23 tahun meneliti pesut, Danielle Kreb menjadi juru bicara mamalia langka itu. Dari penelitian dan suaranya, orang awam jadi paham pentingnya menjaga kelangsungan hidup pesut.
Danielle Kreb (49) mengambil keputusan penting dalam hidup pada 1992. Ia beralih dari Jurusan Sosiologi ke Jurusan Biologi demi menekuni dunia satwa. Belakangan, ia manfaatkan ilmunya untuk menyuarakan kegelisahan atas ancaman yang dihadapi fauna, salah satunya pesut.
Wanita berkebangsaan Belanda itu memilih jalan tersebut dengan pertimbangan bahwa sosiologi yang mempelajari berbagai aspek dalam masyarakat dan pengaruhnya bagi manusia sudah banyak ahlinya. Selain itu, manusia dinilainya sebagai makhluk otonom yang mampu mengutarakan kegelisahan dan ancaman yang dihadapi.
Sedangkan satwa tidak bisa bicara kepada dunia luas tentang marabahaya dan perasaannya. Satwa butuh manusia untuk menyuarakan berbagai ancaman dan kesulitan hidup. Danielle mengambil jalan itu dan mulai mengenal lebih jauh dunia satwa. Keputusan itu pula yang membawanya ke Samarinda, Kalimantan Timur, untuk meneliti pesut (Orcaella brevirostris).
Awalnya pada 1997, ia mendapat kabar dari sahabatnya di Indonesia bahwa Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) di Kaltim sedang mencari seorang peneliti yang fokus pada satwa sungai, terutama pesut. Saat itu, Pemerintah Provinsi Kaltim perlu peneliti untuk mengamati pesut sebagai pertimbangan pengambilan kebijakan. Sang sahabat teringat kepada Danielle karena ia pernah mengkaji lumba-lumba moncong panjang yang hidup di sungai China.
Meskipun belum pernah meneliti di Nusantara dan tak memiliki kemampuan berbahasa Indonesia, Danielle mengajukan diri. Kesempatan itu menjadi tantangan baginya untuk meneliti di tempat yang belum pernah ia kunjungi. Dewi Fortuna berpihak kepadanya. Danielle mendapat kesempatan meneliti pesut di Sungai Mahakam bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kaltim pada 1997. Saat itu, pesut mahakam diperkirakan sudah berkurang populasinya karena berbagai aktivitas industri dan kegiatan manusia di sekitar Sungai Mahakam.
”Pengalaman meneliti pertama kali di Sungai Mahakam sangat berkesan. Kami menaiki perahu ces (perahu kayu) kecil yang tidak beratap. Kami menyusuri sampai ke bagian hulu sungai. Di perjalanan, kami menginap di barak dan rumah warga,” kata Danielle yang sudah fasih berbahasa Indonesia, saat ditemui di Samarinda, Rabu (23/12/2020).
Sejak saat itu, Danielle jatuh cinta pada pesut karena keunikan dan kelangkaannya. Pesut di Sungai Mahakam adalah mamalia air tawar tak bermoncong yang juga dikenal sebagai irrawaddy dolphin. Karena bentuk belahan mulut yang unik, ia juga tampak seperti hewan yang selalu tersenyum. Danielle ingin tahu lebih dalam bagaimana pesut hidup dan apa dampaknya jika hewan ini hilang sama sekali.
Setelah program penelitiannya selesai dengan BKSDA Kaltim, Danielle resah. Pasalnya, meski penelitian sudah dilakukan, belum ada perubahan signifikan terhadap kelangsungan hidup pesut.
Pada 1998, ia memutuskan mengikuti pelatihan meneliti lumba-lumba bungkuk Indo-Pasifik di sekitar Hong Kong. Dari sana, Danielle belajar beberapa hal tentang penelitian satwa air.
Setahun kemudian, ia kembali ke Samarinda untuk meneliti lagi pesut di Sungai Mahakam selama enam bulan dengan berbagai kondisi dan musim. Dana penelitian ia peroleh dari program pelatihan yang ia ikuti di Hong Kong. Dari program itu, ia sadar bahwa butuh metode khusus untuk meneliti pesut.
”Ternyata metode yang dipakai saat penelitian di Hong Kong tidak bisa semuanya diterapkan di sungai. Akhirnya saya pakai metode lain untuk menghitung jumlah dan penanda setiap pesut, yakni berdasarkan foto identifikasi dari sirip punggung,” katanya. Setiap pesut ternyata memiliki bentuk sirip di punggung yang unik.
Pada mulanya, ia membuat nomor-nomor pesut sebagai pembeda untuk mengamati perkembangan dan mobilitas individu pesut. Karena sulit diingat, akhirnya nomor-nomor itu diganti dengan nama-nama orang yang ada di sekitar pesut, seperti peneliti, wisatawan, atau warga, sehingga mudah diingat dan terkesan lucu.
Tahun 2000, Danielle bersama beberapa kenalannya di Samarinda sepakat mendirikan sebuah yayasan bernama Yasayasan Konservasi Rare Aquatic Species of Indonesia (RASI). Tujuannya agar mereka bisa membuat program berkelanjutan untuk pesut dan satwa lain, khususnya di Kaltim. Salah satu pendirinya, Budiono, alumus Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, Samarinda, kemudian menikah dengan Danielle.
Di Yayasan RASI, Danielle menjadi peneliti dan manajer program. Ia membuat berbagai program untuk kelestarian pesut di Sungai Mahakam. Misalnya, ia membuat sosialisasi kepada masyarakat agar menggunakan alat tangkap nelayan yang lebih ramah lingkungan. Penggunaan alat tangkap listrik berpotensi membuat ikan-ikan kecil sekarat dan tak bisa tumbuh dengan baik.
Jika alat tangkap tak ramah itu masif digunakan, akan merusak keseimbangan di sungai. Akibatnya, nelayan tak bisa maksimal mendapat tangkapan ikan. Selain itu, pesut juga bisa kekurangan sumber makanan dan berpotensi stres saat terkena sengatan listrik. Warga sekitar sungai dan danau yang sering dilalui pesut juga diberi pemahaman untuk menyelamatkan pesut saat tak sengaja tersangkut jaring nelayan.
Sejumlah kematian pesut tercatat karena mamalia itu tersangkut alat tangkap nelayan. Penyelamatan yang kurang tepat bisa membuat pesut mati. Saat ini, masyarakat mulai sadar dan berhati-hati saat menyelamatkan pesut. Mereka segera menghubungi BKSDA atau Yayasan RASI untuk menyelamatkan pesut yang tersangkut jaring nelayan atau terjebak di sungai yang dangkal.
Misalnya, pada Maret 2019, seekor pesut dikabarkan terjebak di Danau Melintang, Kutai Kartanegara, danau yang terhubung dengan Sungai Mahakam. Warga melapor ke Yayasan RASI karena kondisi danau dikabarkan semakin surut dari hari ke hari. Saat itu, kedalamannya sekitar 0,5 meter. Warga khawatir jika pesut itu tidak ditolong, dia tidak bisa keluar dan kesulitan mencari makan.
Danielle dan aktivis di Yayasan RASI memutuskan untuk mengevakuasi pesut dengan bantuan warga sekitar. Warga diberi pemahaman bahwa lubang di atas kepala pesut merupakan lubang napas sehingga itu perlu dijaga agar tidak kemasukan air dalam proses evakuasi.
”Saat di dalam air, lubang itu menutup dengan sendirinya. Saat di udara, ia terbuka. Jadi, saat proses evakuasi jangan sampai lubang itu terkena air karena kalau air masuk dalam kondisi itu, sama saja membunuh pesut,” kata Danielle.
Hingga 2020, jumlah pesut di Sungai Mahakam diperkirakan sekitar 80 ekor. Tahun 2018 merupakan tahun terparah karena kematian pesut tercatat paling banyak selama 20 tahun terakhir, yakni 11 ekor.
Keberadaan pesut kian terancam karena banyak industri yang berpotensi membuat air sungai cemar, seperti tambang batubara, limbah rumah tangga, dan industri sawit.
Yayasan RASI meneliti di 16 titik di sepanjang Sungai Mahakam dan anak sungainya pada 2019. Hasil uji laboratorium menunjukkan ada kandungan logam berat sehingga kualitas air 20 kali melampaui baku mutu. Namun, kenapa penting menjaga pesut?
”Dia (pesut) punya nilai penting dalam ekosistem karena dia top predator. Tanpa dia, tak terjadi kesimbangan di rantai makanan satwa sungai. Gerakan dia yang horizontal dan vertikal juga membantu menyuburkan sungai,” katanya.
Gerakan pesut itu bisa mengaduk air sungai dan membantu plankton naik ke permukaan air untuk fotosintesis sehingga menghasilkan oksigen. Plankton itu juga akan dimakan zooplankton yang kemudian dimakan ikan. Ikan-ikan itu yang akan ditangkap nelayan dan dikonsumsi warga. Untuk itu, Danielle menilai keberadaan pesut penting diperhatikan.
Selama 23 tahun meneliti pesut, Danielle seolah menjadi juru bicara mamalia langka itu. Dari penelitian dan suaranya, orang awam jadi paham pentingnya menjaga kelangsungan hidup pesut. Dari dirinya, kita paham bahwa kehidupan manusia bergantung juga dengan lingkungan dan satwa yang hidup di sekitarnya.
Danielle Kreb
Lahir: Emmeloord, Belanda, 5 September 1971
Pendidikan:
- Fakultas Sosiologi, University of Amsterdam (1991)
- Program Master di Fakultas Biologi, University of Amsterdam (1992-1997)
- Program Doctoral Fakultas Sains, University of Amsterdam (2004)
Penghargaan:
- Best PhD poster pada National PhD Days di Amsterdam, Belanda (2003)
- Pemenang Conservation Merit Award yang diberikan oleh The Society for Marine Mammalogy\'s Conservation Committee pada World Marine Mammal Conference di Barcelona (2019)
Organisasi: Co-founder dan peneliti di Yayasan Konservasi Rare Aquatic Species of Indonesia (RASI) (2000-sekarang)