Sejumlah Regulasi dan Kebijakan Selama 2020 Lemahkan Perlindungan Lingkungan
›
Sejumlah Regulasi dan...
Iklan
Sejumlah Regulasi dan Kebijakan Selama 2020 Lemahkan Perlindungan Lingkungan
Lembaga Kajian Hukum Lingkungan (ICEL) menilai sepanjang tahun 2020 diterbitkan sejumlah aturan dan kebijakan yang melemahkan perlindungan lingkungan maupun hak masyarakat. Sejumlah penegakan hukum pun belum tuntas.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah kebijakan pemulihan ekonomi yang diterbitkan pada 2020 berpotensi melemahkan upaya perlindungan dan mengurangi hak-hak masyarakat atas lingkungan. Penegakan hukum pun masih minim eksekusi dan belum berdampak pada pemulihan lingkungan.
Deputi Program Lembaga Kajian Hukum Lingkungan Indonesia (ICEL) Grita Anindarini mengemukakan, 2020 sebenarnya merupakan tahun yang penting dalam perkembangan perlindungan lingkungan hidup di Indonesia. Namun, krisis ekonomi akibat pandemi membuat negara mengeluarkan kebijakan yang fokus terhadap upaya pemulihan ekonomi.
”Pemulihan ekonomi memang penting, tetapi seharusnya dilakukan dengan tidak mengakibatkan degradasi kualitas lingkungan hidup dan krisis iklim serta fokus pada kesejahteraan masyarakat. OECD (Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi) pada 2020 juga telah mengarahkan bahwa seharusnya kita menuju upaya pemulihan hijau,” ujarnya dalam diskusi daring bertajuk ”Proyeksi Perlindungan Lingkungan Hidup di Tengah Upaya Pemulihan Ekonomi”, Kamis (14/1/2021).
Pemerintah perlu menghentikan pengesahan kebijakan yang menerabas konstitusi dan regulasi yang sudah ada. (Raynaldo Sembiring)
Grita menjelaskan, dari refleksi yang disusun ICEL, selama 2020 telah terjadi pelemahan instrumen perlindungan lingkungan hidup dan implementasi prinsip pembangunan berkelanjutan. Hal ini ditunjukkan dari disahkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, revisi UU Mineral dan Batubara (UU Nomor 3 Tahun 2020), serta kebijakan lumbung pangan (food estate).
Dalam UU Cipta Kerja telah banyak disebutkan mengenai pelemahan terhadap perlindungan lingkungan hidup dengan dihapusnya izin lingkungan dan diganti menjadi persetujuan lingkungan. Partisipasi masyarakat dalam proses penyusunan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) juga dinilai telah dilemahkan.
Selanjutnya, kebijakan lumbung pangan juga dinilai Grita bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, seperti UU No 41/1999 tentang Kehutanan serta Peraturan Pemerintah No 3/2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan.
Aturan tersebut menyatakan, pemanfaatan hutan lindung seharusnya dilakukan secara terbatas melalui kegiatan pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, atau pemungutan hasil hutan bukan kayu. Sementara implementasi proyek lumbung pangan tidak masuk ke dalam tiga kriteria tersebut.
Selain itu, menurut Grita, penegakan hukum yang selama ini masih menjadi permasalahan belum ada perbaikan karena minimnya eksekusi pemulihan lingkungan. Padahal, ICEL mencatat, selama 2020 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah memenangkan sejumlah gugatan senilai Rp 20,6 triliun dari 12 litigasi kebakaran hutan dan lahan serta satu litigasi pembalakan liar.
”Perlu ada agenda prioritas penguatan kelembagaan lingkungan dengan mengawasi dan mengevaluasi implementasi instrumen perlindungan lingkungan hidup dari kebijakan yang berpotensi merusak dan mencemari lingkungan. Kemudian perlu juga mengawal pelaksanaan putusan pengadilan yang sudah baik dengan titik tekan pada pemulihan lingkungan hidup,” tuturnya.
Direktur Eksekutif ICEL Raynaldo Sembiring menambahkan, tidak bisa dimungkiri saat ini pemerintah akan fokus terhadap pembangunan yang menekankan pemulihan ekonomi nasional. Dalam menstimulus pertumbuhan ekonomi dan mempercepat pembangunan ini, akan ada kecenderungan menerobos aturan perlindungan lingkungan yang telah ditetapkan pada tahun-tahun sebelumnya.
”Jika ini terus berlanjut, akan menimbulkan satu permasalahan yang bersifat kumulatif. Nantinya juga akan menimbulkan konflik atau sengketa yang dapat membesar di kemudian hari. Oleh karena itu, pemerintah perlu menghentikan pengesahan kebijakan yang menerabas konstitusi dan regulasi yang sudah ada,” ucapnya.
Selain itu, kebijakan yang disusun ke depan juga harus menekankan prinsip kehati-hatian dan bukti yang kuat karena pemulihan ekonomi nasional masih akan mengandalkan sektor lingkungan maupun sumber daya alam. Di sisi lain, penegakan hukum lingkungan juga harus dituntaskan hingga memulihkan ekosistem dan jangan hanya berhenti di putusan hakim.