Antisipasi Dampak Ganda Bencana Alam dan Pandemi Covid-19
›
Antisipasi Dampak Ganda...
Iklan
Antisipasi Dampak Ganda Bencana Alam dan Pandemi Covid-19
Gempa bumi yang melanda Majene dan Mamuju di Sulawesi Barat pada Jumat (15/1/2021) pukul 01.28 WIB telah menimbulkan dampak kerusakan dan korban jiwa. Perlu diantisipasi pula dampak ganda berupa penularan Covid-19.
Oleh
Ahmad Arif
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Gempa bumi yang melanda Majene dan Mamuju, Sulawesi Barat, pada Jumat (15/1/2021) pukul 01.28 WIB telah menimbulkan dampak kerusakan dan korban jiwa. Selain perlu waspada dengan gempa susulan, masyarakat di lokasi terdampak harus mengantisipasi risiko penularan Covid-19.
Laporan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), gempa M 6,2 pada Jumat dini hari berpusat sekitar 6 kilometer (km) timur laut Kota Majene. Gempa ini tergolong sangat dangkal dengan hiposenter di kedalaman 10 km sehingga dampak guncangannya sangat kuat.
Sebelumnya, pada Kamis, gempa berkekuatan M 5,9 juga terjadi di lokasi berdekatan. ”Dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, baik gempa signifikan pertama maupun kedua merupakan jenis gempa kerak dangkal (shallow crustal earthquake) akibat aktivitas sesar aktif Mamuju-Majene Thrust,” kata Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono, Jumat.
Kita perlu antisipasi, bisa jadi masih ada yang lebih besar menanti, walaupun kita tidak tahu kapan lepasnya. (Rahma Hanifa)
Mekanisme sesar naik ini mirip dengan pembangkit gempa Lombok pada 2018, di mana bidang sesarnya kali ini membentuk kemiringan ke bawah daratan Majene. Menurut Daryono, gempa susulan yang terjadi saat ini sudah sebanyak 31 kali dengan kekuatan rata-rata M 3 sampai M 4.
Peneliti gempa bumi dari Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Rahma Hanifa, mengatakan, dalam Peta Sumber Gempa Bumi Indonesia tahun 2017 telah dipetakan bahwa sesar aktif Mamuju-Majene ini memiliki potensi gempa dengan kekuatan maksimal hingga M 7 dengan laju geser sekitar 2 milimeter per tahun.
”Kita perlu antisipasi, bisa jadi masih ada yang lebih besar menanti, walaupun kita tidak tahu kapan lepasnya,” katanya.
Mengacu pada gempa Lombok pada 2018, gempa bumi besar dan menghancurkan bisa terjadi secara beruntun di area yang berdekatan. Jika hal itu terjadi, risiko robohnya bangunan akan meningkat karena terjadinya akumulasi kerusakan.
”Kita perlu ada aksi segera untuk mengecek dan memperkuat rumah sakit dan fasilitas-fasilitas publik di wilayah terdampak,” ujar Rahma.
Data BMKG menunjukkan, episenter gempa Majene-Mamuju pada 14-15 Januari 2021 ini sangat berdekatan dengan sumber gempa yang memicu tsunami pada 23 Februari 1969. Saat itu gempa yang terjadi berkekuatan 6,9 di kedalaman 13 km.
Dampak gempa dan tsunami tahun 1969 menyebabkan 64 orang meninggal, 97 orang luka-luka, dan 1.287 rumah serta masjid mengalami kerusakan. Dermaga pelabuhan pecah, timbul tsunami dengan ketinggian 4 meter di Pelattoang serta 1,5 meter di Parasanga dan Palili.
Dampak kerusakan
Berdasarkan data yang dihimpun oleh Pusat Pengendali Operasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) hingga Jumat pukul 20.00 WIB, jumlah korban meninggal akibat gempa kali ini sebanyak 42 orang, dengan rincian 34 orang meninggal di Kabupaten Mamuju dan 8 orang di Kabupaten Majene.
Laporan tertulis ini menyebutkan, Kantor Gubernur Sulawesi Barat di Mamuju mengalami kerusakan. Gempa juga menimbulkan kerusakan berat pada bangunan Rumah Sakit Mitra Manakarra dan RSUD Kabupaten Mamuju. Selain itu, Hotel Maleo dan sejumlah rumah warga juga mengalami kerusakan.
Di tengah situasi ini, swab antigen tidak tersedia untuk penapisan awal pasien terdampak gempa bumi ini. Sementara itu, pasien yang dirawat di rumah sakit terdampak untuk sementara dievakuasi di rumah sakit darurat. Stok alat perlindungan diri juga menipis.
Hingga saat ini, di Kabupaten Mamuju terdapat tiga rumah sakit yang saat ini aktif untuk pelayanan kedaruratan, yaitu RS Bhayangkara, RS Regional Provinsi Sulawesi Barat, dan RSUD Kabupaten Mamuju.
Sementara itu, listrik di seluruh Kabupaten Majene belum dapat menyala karena masih dalam proses perbaikan. Adapun di Kabupaten Mamuju, sebagian wilayah sudah dapat dialiri listrik, sedangkan setengahnya masih mengalami gangguan. Namun, jalur darat dari arah Mamuju menuju Kabupaten Majene belum dapat dilalui akibat jembatan mengalami kerusakan dan adanya longsoran yang menutupi jalan.
Ancaman ganda
Kepala Pusat Studi Kebencanaan Universitas Hasanuddin, Makassar, Adi Maulana mengingatkan pentingnya mengantisipasi risiko penularan Covid-19 dalam menangani dampak gempa bumi. Petugas evakuasi dan para pihak yang turun ke lapangan harus mendapat bekal pengetahuan tentang Covid-19 dan alat perlindungan diri. ”Perlu diberikan pemahaman tentang bagaimana kerja-kerja sosial dilakukan dengan tetap mengedepankan protokol Covid-19,” katanya.
Menurut Adi, penyediaan tempat evakuasi dan penampungan yang sesuai dengan protokol Covid-19 menjadi sangat penting. Hotel, penginapan, dan asrama milik pemerintah ataupun swasta yang dalam masa pandemi ini kosong harus dipersiapkan sebagai tempat evakuasi bagi korban bencana alam.
Selain gempa bumi di Sulawesi Barat, saat ini Kalimantan Selatan juga mengalami bencana alam banjir yang menyebabkan 21.990 jiwa terdampak, khususnya di Kabupaten Tanah Laut. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Tanah Laut melaporkan saat ini tinggi muka air terpantau 150 sampai 200 sentimeter yang merendam 6.346 rumah.