Paket Stimulus Biden Menjadi Harapan Pemulihan Ekonomi AS
›
Paket Stimulus Biden Menjadi...
Iklan
Paket Stimulus Biden Menjadi Harapan Pemulihan Ekonomi AS
Dana raksasa dibutuhkan untuk membantu AS melawan pandemi, termasuk efek guncangan ekonomi secara keseluruhan.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·5 menit baca
WASHINGTON DC, JUMAT — Proposal presiden terpilih Amerika Serikat, Joe Biden, Kamis (14/1/2021), untuk mengalirkan 1,9 triliun dollar AS atau sekitar Rp 26.696 triliun ke dalam ekonomi AS menjadi harapan bagi negara itu. Termasuk di dalamnya adalah untuk mitigasi pandemi Covid-19.
Stimulus tersebut dinilai dapat menjadi dasar untuk menggerakkan ekonomi AS yang terseok-seok akibat Covid-19. Diharapan, paket stimulus itu dapat menambah lapangan kerja dan belanja yang diperlukan untuk menghindari kerusakan panjang akibat resesi selama pandemi.
Para analis mulai menaikkan proyeksi mereka atas ekonomi AS untuk tahun ini secara positif sejak pekan lalu. Katalisnya adalah kendali Kongres AS yang jatuh ke tangan kubu Demokrat. Harapannya program-program terkait stimulus ekonomi akan lancar. Hal itu diharapkan sejalan dengan stimulus senilai 892 miliar dollar AS yang disahkan pada Desember 2020.
Dana raksasa dibutuhkan untuk membantu AS melawan pandemi, termasuk efek guncangan ekonomi secara keseluruhan. Dana digunakan untuk pengujian dan pelacakan warga atas pandemi, program vaksinasi, dan penopang pemerintah negara bagian dan lokal di garis depan menghadapi pandemi.
Upaya-upaya di atas diharapkan sangat membantu mengakhiri krisis di AS dengan lebih cepat. Krisis di bidang kesehatan saat-saat ini menjadi akar dari krisis ekonomi Negeri Paman Sam.
Paket yang diusulkan pemerintahan Demokrat yang dipimpin Joe Biden bakal menjadi pendorong yang memang dibutuhkan sekaligus dinantikan.
Para ekonom memperkirakan stimulus itu bakal memberikan dorongan ekonomi paling efektif bagi warga. Termasuk di dalamnya adalah peningkatan tunjangan mingguan tambahan saat ini untuk pengangguran. Jumlahnya naik dari 300 dollar AS menjadi 400 dollar AS.
Stimulus itu juga akan mengalokasikan anggaran senilai 170 miliar dollar AS untuk membuka kembali sekolah-sekolah di AS. Penutupan sekolah-sekolah sebagai bagian dari respons atas pandemi Covid-19 di negara itu telah ”merenggut” jutaan pekerja. Mereka harus dirumahkan, baik sementara maupun permanen. Perempuan pekerja adalah yang paling terdampak atas langkah itu.
Stimulus bakal memberikan dana tambahan bagi kebanyakan warga AS. Jumlahnya diperkirakan 1.400 dollar AS per warga. Dana itu dapat digunakan untuk menyewa tempat tinggal atau memenuhi kebutuhan pangan bagi mereka.
Mereka juga dapat menyimpan dana itu sementara, kelak dapat digunakan untuk memulai perjalanan atau memenuhi pangan warga di akhir tahun. Saat itu diharapkan kehidupan sudah mulai normal.
Hal-hal itu diharapkan sinergis dengan program vaksinasi. Akhir tahun diharapkan sudah terlihat dampak positif dari vaksinasi yang telah digelar sejak beberapa waktu terakhir.
Pengeluaran baru datang pada saat kritis bagi negara dengan perekonomian terbesar di dunia itu. Kebangkitan Covid-19 di musim dingin mengirim pasar tenaga kerja yang sebagian pulih mundur ke posisi bulan lalu.
Kaum usahawan harus kehilangan 140.000 pekerjaan, terutama posisi berpenghasilan rendah di restoran, bar, dan industri layanan serupa lainnya.
Para analis melihat paket baru yang masih harus dipilih oleh Kongres itu akan menghasilkan dana stimulus senilai 5,2 triliun AS. Jumlah itu adalah total stimulus fiskal yang diguyurkan bagi ekonomi AS sejak krisis akibat pandemi dimulai. Nilai stimulus itu akan setara dengan sekitar seperempat dari total hasil perekonomian AS secara tahunan.
Ekonom lembaga pemeringkat Moody’s, Ryan Sweet, mengatakan, stimulus AS akan menjadi dorongan yang cukup bagi ekonomi AS. Stimulus itu diharapkan cukup untuk memulihkan semua tekanan atas ekonomi akibat resesi Covid-19 hingga triwulan ketiga tahun ini. Namun, ia mengingatkan, ”Pemulihan di pasar tenaga kerja akan memakan waktu lebih lama,” kata Sweet.
Tanggapan The Fed
Rencana Biden akan dianalisis dan ditanggapi bank sentral AS, The Federal Reserve atau The Fed. Sejumlah pejabat bank sentral itu pejabat khawatir akhir tahun lalu tentang respons fiskal yang berkurang terhadap krisis.
Apalagi, di hari-hari terakhirnya sebagai presiden, Donald Trump justru lebih memilih mencurahkan sebagian besar energinya untuk merespons kekalahannya dalam pemilihan pada November lalu. Trump terlihat tidak terlibat secara ekstensif dalam paket bantuan yang lebih kecil yang disahkan sebelum akhir tahun.
Sebelumnya, Gubernur The Fed Jerome Powell mencatat bahwa pengeluaran pemerintah di awal pandemi telah membantu menyelamatkan ekonomi AS dari kondisi yang jauh lebih mengerikan.
The Fed secara jelas tidak akan merespons pengeluaran tambahan pemerintah seperti yang terjadi pada pemotongan pajak di bawah Trump, dengan perlahan-lahan mengetatkan kebijakan moneter.
”Sekarang bukan waktunya untuk berbicara tentang akhir,” kata Powell, mengacu pada kebijakan moneter The Fed. Kebijakan itu mencakup program pembelian obligasi besar-besaran dan suku bunga yang diperkirakan akan tetap mendekati nol selama bertahun-tahun.
Ekonomi AS telah bertahun-tahun memasuki masa yang terbukti sebagai ekspansi. Pasar tenaga kerja meningkat sehingga stimulus tambahan dalam kondisi relatif normal beberapa tahun terakhir dipandang berpotensi memanaskan ekonomi negara itu secara berlebihan. Namun, tidak demikian untuk saat-saat ini.
Jumlah pengangguran di negara itu mencapai 6,7 persen, hampir dua kali lipat dari tingkat sebelum pandemi. The Fed telah berjanji untuk mempertahankan suku bunganya pada tingkat mendekati nol saat ini.
Kebijakan itu akan dipertahankan sampai inflasi mencapai dan berada di jalur lebih dari 2 persen dan ekonomi mencapai level penambahan lapangan kerja secara penuh.
Namun, tetap saja diingatkan bahwa stimulus tambahan besar-besaran dalam menghadapi Fed yang cenderung diam menyimpan kekhawatiran tersendiri. Sebagian orang menilai kelindan kebijakan itu dapat berefek pada dorongan harga-harga aset secara berlebihan.
”Saya tidak tahu apakah kita sepenuhnya memahami semua dampak dari injeksi uang sebanyak ini ke dalam perekonomian ketika sebagian besar ekonomi masih terkendala pandemi,” kata profesor ekonomi Universitas Oregon, Tim Duy. (REUTERS)