Ambruknya Layanan Kesehatan Butuh Solusi Segera
Di tengah pelaksanaan vaksinasi Covid-19, fasilitas layanan kesehatan kewalahan menangani lonjakan jumlah pasien penyakit tersebut. Masalah itu mesti diatasi secepatnya.
JAKARTA, KOMPAS—Bersamaan dengan penyuntikan vaksin, laju penularan Covid-19 di Indonesia memecahkan rekor tertinggi selama tiga hari berturut-turut. Tingkat kematian juga meningkat seiring kolapsnya layanan kesehatan di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa.
Penambahan kasus di Indonesia pada Jumat (15/1) mencapai 12.818 dalam sehari dengan korban jiwa bertambah 238 orang. Penambahan kasus didapatkan dari pemeriksaan 49.466 orang, sehingga rasio kasus positif mencapai 25,9 persen. Ini berarti dari 4 orang yang diperiksa terdapat 1 kasus positif.
Jumlah kasus aktif juga terus membengkak, mencapai 138.238 dengan jumlah suspek mencapai 66.573 orang. Jawa Barat mendapatkan tambahan kasus harian terbanyak, yaitu 3.095, disusul Jakarta 2.541 kasus, Jawa Tengah 1.993 kasus, dan Jawa Timur 1.193 kasus.
Baca juga Protokol Kesehatan Tetap Wajib Setelah Vaksinasi
Kondisi ini menyebabkan fasilitas layanan kesehatan saat ini mengalami tekanan hebat. Terkait kondisi ini, LaporCovid-19 dan Center for Indonesia\'s Strategic Development Initiatives (CISDI) mengingatkan, agar pemerintah segera mengambil langkah darurat.
Sepanjang Desember 2020 hingga Januari 2021 ini, LaporCovid19 telah menerima 23 laporan kasus pasien yang ditolak rumah sakit karena penuh, pasien yang meninggal di perjalanan, serta meninggal di rumah karena ditolak rumah sakit. Misalnya, pada 3 Januari 2021 seorang pasien meninggal di taksi daring setelah ditolak di 10 rumah sakit rujukan Covid-19.
Dokter relawan dari LaporCovid19, Tri Maharani mengatakan, sistem rujuk antar fasilitas kesehatan tidak berjalan dengan baik dan sistem informasi kapasitas rumah sakit tidak berfungsi. Akibatnya, banyak warga yang memerlukan penanganan kedaruratan kesehatan akibat terinfeksi Covid-19 tidak mengetahui harus ke mana. "Kita jangan hanya membicarakan soal vaksin, tetapi melupakan situasi darurat di rumah sakit saat ini," katanya.
Kondisi ini diperparah dengan masalah sistem kesehatan yang belum kunjung diatasi, di antaranya keterbatasan kapasitas tempat tidur, minimnya perlindungan tenaga kesehatan dan tidak tersedianya sistem informasi kesehatan yang diperbarui secara real-time. "Jika ini tidak diatasi, tingkat kematian akan terus meningkat," tuturnya.
Baca juga Euforia Vaksinasi Membahayakan
Di sisi lain, upaya perlindungan kepada tenaga kesehatan belum kunjung terlihat nyata. Setidaknya 620 tenaga kesehatan meninggal akibat terpapar Covid-19. Jika tidak segera diatasi, semakin banyak warga meninggal hanya karena otoritas abai dalam memberikan hak atas layanan dan perawatan kesehatan.
Direktur Kebijakan CISDI, Olivia Herlinda, mengatakan, pemerintah perlu menyatakan kondisi darurat layanan kesehatan agar masyarakat memahami tingginya risiko penularan dan menjadi lebih taat protokol kesehatan.
“Ketidakmampuan pembuat kebijakan dalam membangun strategi maupun melaksanakan praktik komunikasi yang transparan dan akuntabel menyebabkan gagalnya masyarakat sepenuhnya menyadari kegawatan situasi pandemi ini," ungkapnya.
Upaya pemerintah menambah kapasitas tempat tidur dan tenaga kesehatan tidak akan pernah mencukupi kebutuhan layanan kesehatan di tingkat rujukan, jika penambahan kasus terus melonjak seperti saat ini.
"Pengendalian kasus dan penapisan pasien kritikal harus dilakukan dengan melakukan transformasi layanan kesehatan primer dan reformasi sistem kesehatan nasional. Kita harus kerahkan semua daya upaya demi menyelamatkan nyawa manusia,” kata Olivia.
Protokol kesehatan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Lukito mengingatkan, setelah mendapatkan vaksin tidak serta merta menjadi jaminan akan aman dari infeksi. Oleh karena itu, upaya perlindungan diri secara fisik menggunakan masker dan protokol kesehatan lain tetap menjadi penting karena tingginya tingkat penularan.
"Vaksin Sinovac memiliki efikasi 65,3 persen. Jadi, artinya vaksin ini bisa menurunkan 65 persen risiko kejadian keparahan pada orang yang divaksin," tuturnya.
Pengendalian kasus dan penapisan pasien kritikal harus dilakukan dengan melakukan transformasi layanan kesehatan primer dan reformasi sistem kesehatan nasional.
Penny menambahkan, efektifitas vaksin untuk menghentikan pandemi atau tidak belum bisa dilihat saat ini. "Efektifitas ini dipengaruhi banyak hal, mulai dari parameter kejadian penyakit dan okupasi di rumah sakit. Kita harus menunggu. Namun, kita bisa yakin, vaksin bisa melindungi kita dengan imunogentias kita naik," katanya.
Baca juga Perhatikan Syarat Kesehatan Sebelum Divaksin Covid-19
Epidemiolog Indonesia di Griffith University Dicky Budiman mengatakan, seluruh vaksin Covid-19 yang ada saat ini memang belum didesain dan belum terbukti bisa mencegah infeksi dan penularan. Oleh karena itu, sulit hanya mengandalkan vaksin untuk mengatasi pandemi.
Dia juga mengingatkan, sejumlah negara yang sudah melakukan vaksinasi sejak awal tahun, seperti Amerika Serikat dan Inggris saat ini justru mengalami lonjakan kasus dan kematian. Hal ini karena, vaksin masih butuh waktu untuk bisa melindungi invidu.
"Dampak vaksin terhadap laju penularan dan kematian kemungkinan baru bisa dilihat setelah setidaknya 50 persen populasi mendapatkan suntikan dua dosis. Ini masih akan lama, terutama juga karena ketersediaan vaksin yang terbatas," kata Dicky.
Oleh karena itu, dia berharap pemerintah Indonesia saat ini memprioritaskan tes, lacak, dan isolasi untuk menekan laju penularan. Selain itu, upaya penegakan protokol kesehatan harus lebih ketat, selain juga membatasi pergerakan dan kerumunan.
Kemarin, vaksinasi Covid-19 mulai digelar di sejumlah daerah, antara lain Jayapura, Ambon, Manado, Banda Aceh, Medan, dan Denpasar. Ada 20 orang di Provinsi Papua menerima vaksin Covid-19 di RS Dok II Jayapura, termasuk pejabat Pemerintah Provinsi Papua, TNI, Polri, tokoh agama, tokoh pemuda, hingga jurnalis.
Di Ambon, 40 orang jadi penerima pertama, antara lain pejabat daerah, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan perwakilan tenaga medis. Gubernur Maluku Murad Ismail jadi orang pertama divaksinasi. Di Manado, 8 dari 13 anggota forum pimpinan Sulawesi Utara, termasuk Gubernur Olly Dondokambey, batal menerima vaksin Covid-19 akibat kondisi medis dan dijadwalkan menerima vaksin itu pekan depan.
Hari pertama vaksinasi di Lampung, Jumat, 21 pejabat daerah dan perwakilan tokoh Kota Bandar Lampung mendapat vaksin Covid-19. Pemerintah Provinsi Aceh kemarin juga mulai menggelar vaksinasi Covid-19. Gubernur Aceh Nova Iriansyah jadi orang pertama.
Vaksinasi Covid-19 juga diluncurkan di Kota Medan saat kasus positif di daerah itu meningkat pesat. ”Kami minta masyarakat tetap disiplin menerapkan protokol kesehatan,” kata Pelaksana Tugas Wali Kota Medan Akhyar Nasution.
Adapun 12 pejabat dan tokoh masyarakat Kota Padang, Sumatera Barat, mengikuti vaksinasi Covid-19 kemarin. (FRN/FLO/VIO/AIN/NSA/JOL/COK/OKA/ NIK/ETA/EGI)