Banyak negara berhasil menekan angka kasus dan kematian melalui pembatasan masyarakat yang ketat dan surveilans yang baik meliputi tes, lacak, dan isolasi. Penanganan Covid-19 di Indonesia harus fokus ke situ.
Oleh
Ahmad Arif
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Laju penularan Covid-19 di Indonesia semakin membesar tak terkendali, ditandai dengan penambahan kasus harian yang mencapai rekor tertinggi sebanyak 14.224 kasus dan rasio kasus positif 31,3 persen. Jumlah kematian juga cenderung meningkat, seiring dengan penuhnya rumah sakit.
Penambahan kasus baru pada Sabtu (16/1/2021) ini didapatkan dengan memeriksa 45.358 orang. Jumlah pemeriksaan ini lebih rendah dibandingkan dengan sehari sebelumnya yang mencapai 49.466 dan menemukan 12.818 kasus positif.
Perhitungan Imperial College London menggunakan pemodelan epidemiologi menunjukkan, estimasi penambahan kasus harian di Indonesia saat ini sudah mencapai 128.296 orang. Mereka yang tertular, tetapi tidak segera ditemukan dan diisolasi, berisiko semakin meningkatkan laju penularan.
Sedangkan jumlah korban jiwa bertambah 283 orang. Dengan penambahan ini, total kasus Covid-19 di Indonesia mencapai 896.642 orang dan total korban jiwa 25.767 orang. Jumlah kasus aktif terus meningkat mencapai 143.517 orang sehingga kebutuhan tempat isolasi dan perawatan otomatis bertambah.
Penambahan kasus positif terbanyak terjadi di Jakarta, yaitu mencapai 3.536 kasus, disusul Jawa Barat 3.460 kasus, Jawa Tengah 1.997 kasus, dan Jawa Timur 1.160 kasus.
Kondisi rumah sakit saat ini semakin penuh dan masyarakat kesulitan mencari tempat isolasi dan terutama ICU. Dewi (29 tahun, bukan nama sebenarnya), warga Kota Depok, Jawa Barat, misalnya, kesulitan mencari rumah sakit untuk ayahnya yang memiliki gejala sesak napas. Dia sudah berupaya mencari tempat perawatan di berbagai rumah sakit di sekitar Depok, termasuk juga Jakarta, tetapi belum mendapat tempat sejak dua hari terakhir.
Kesulitan mencari rumah sakit ini juga telah dikemukakan LaporCovid19 yang menerima banyaknya laporan warga. Bahkan, ada laporan warga yang orangtuanya meninggal dunia di taksi daring setelah mendatangi 10 rumah sakit rujukan Covid-19 di Jakarta dan sekitarnya.
Risiko kematian pasti akan meningkat dengan terus bertambahnya jumlah kasus. Penambahan kasus ini kemungkinan karena mulai dimasukkannya kasus sebelumnya di daerah, yang waktu itu belum dimasukkan ke database Kementerian Kesehatan. (Dicky Budiman)
”Risiko kematian pasti akan meningkat dengan terus bertambahnya jumlah kasus. Penambahan kasus ini kemungkinan karena mulai dimasukkannya kasus sebelumnya di daerah, yang waktu itu belum dimasukkan ke database Kementerian Kesehatan,” kata epidemiolog Indonesia di Griffith University, Dicky Budiman.
Informasi yang diperoleh Kompas, hingga akhir Desember 2020, terdapat sekitar 200.000 sampel hasil pemeriksaan di Jawa Barat yang belum dimasukkan datanya ke database Kemenkes. Fenomena ini kemungkinan juga terjadi di daerah-daerah lain. ”Namun, di luar kasus yang lalu dan dicicil ini, situasi penularan saat ini juga sangat tinggi dan sudah seperti bola salju yang bakal semakin membesar jika tidak ada upaya serius,” katanya.
Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Ede Surya Darmawan mengatakan, tidak ada jalan lain untuk menurunkan laju penularan kasus di Indonesia saat ini kecuali dengan menerapkan pembatasan yang sangat ketat selama minimal 14 hari. Pembatasan sosial yang separuh-separuh tidak akan bisa menurunkan penularan yang sudah tak terkendali seperti saat ini.
”Pengalaman di Wuhan, China, dan sejumlah negara lain juga begitu. Harus ada pembatasan mobilitas sangat ketat,” kata Ede.
Dicky mengingatkan, sudah banyak negara yang berhasil menekan angka kasus dan kematian melalui pembatasan masyarakat yang ketat dan surveilans yang baik. Surveilans ini meliputi tes, lacak, dan isolasi. Setiap kasus harus segera ditemukan, diperiksa, dan kemudian ditangani. Mereka yang bergejala dirawat, yang ringan diisolasi dengan pantauan ketat.
Menurut Dicky, jumlah pemeriksaan di Indonesia sangat kurang. Sesuai dengan standar WHO, jumlah pemeriksaan minimal 1 per 1.000 populasi per minggu. Itu dengan catatan angka rasio kasus positif di bawah 5 persen. ”Kalau rasio kasus positif di Indonesia di atas 30 persen, artinya jumlah pemeriksaan harus lebih banyak lagi dari standar minimal itu. Tidak akan bisa mengejar gapnya dengan penularan jika pemeriksaannya masih seperti sekarang,” katanya.
Dia juga mengingatkan, kita tidak akan bisa mengatasi laju penularan dan kematian jika hanya mengandalkan vaksin. ”Negara lain, seperti Australia, berhasil mengendalikan pandemi ini sebelum ada vaksin. Kematian terakhir di Australia karena Covid-19 itu Oktober 2020 dan sejak itu tidak ada lagi. Sampai sekarang juga belum ada program vaksinasi, baru disiapkan sebagai bagian pelengkap saja,” katanya.