Sebagian tenaga kesehatan di Jakarta takut saat vaksinasi Covid-19. Ada yang merasa tegang dan trauma terhadap jarum suntik, tetapi semua itu dilalui demi kelancaran penanganan pandemi.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bahagia Susmono (35) dibayangi rasa gugup saat menunggu di Puskesmas Kelurahan Palmerah II, Jakarta Barat. Dia ketar-ketir ketika tekanan darahnya di atas ambang batas normal. Padahal, dia tak sedang beraktivitas berat. Jumat (15/1/2021) siang itu, konsentrasinya tertuju pada detik-detik menjelang vaksinasi Covid-19.
Bagi Bahagia, menunggu giliran disuntik adalah momen terberat setelah bertahun-tahun sebagai tenaga kesehatan. Traumanya dengan jarum suntik sejak zaman kuliah masih belum hilang. Meski bekerja sebagai dokter bertahun-tahun, ia masih ngeri disuntik.
Tekanan darahnya terus tinggi selama pemeriksaan sebelum vaksinasi. Padahal, protokol mensyaratkan agar vaksin tidak disuntikkan kepada orang yang sedang bertekanan darah tinggi. Hingga menjelang sore, Bahagia terus menunggu dan menenangkan diri dengan harapan tekanan darahnya bisa berkurang di bawah angka 140/90 mmHg.
”Saya sepertinya enggak beraktivitas berat ataupun makan makanan yang terlalu berlemak. Akan tetapi, ini terus deg-degan karena ketemu jarum suntik. Rasa-rasanya sulit sekali untuk bisa tenang,” katanya di sela-sela waktu tunggu di puskesmas, Jumat siang.
Bagi sebagian tenaga kesehatan, vaksinasi Covid-19 memunculkan ketakutan personal. Bahagia, misalnya, harus bergelut dengan rasa takut disuntik saat vaksinasi. Hal itu tidak mudah, terutama bagi sebagian orang yang punya trauma berat terhadap suntikan.
Dokter umum di Puskesmas Kelurahan Jatipulo ini mesti menunggu berjam-jam demi mendapat ketenangan. Raut wajah Bahagia seakan sulit memenuhi kodrat namanya. Dia beberapa kali tampak tegang saat menunggu hasil ukuran alat tensi petugas. Hasilnya terus berada di atas angka 140/90 mmHg.
Nakes lain, Jendareh (42), mengalami hal serupa yang dialami Bahagia. Tekanan darahnya meninggi menjelang penyuntikan. Ketika diukur beberapa kali, tekanan darahnya mencapai 180/40 mmHg. Dia gugup dan deg-degan sebelum divaksin.
Penanggung Jawab Program Imunisasi Puskesmas Kecamatan Palmerah Nurrida memastikan sejumlah tenaga kesehatan itu tidak memiliki riwayat penyakit komorbiditas. Tenaga kesehatan yang bertekanan darah tinggi bisa juga terjadi lantaran stres atau kondisi emosional yang tidak stabil.
Dalam situasi itu, Nurrida biasanya meminta para tenaga kesehatan beristirahat sejenak, 15 sampai 20 menit. Setelah itu, mereka akan diminta mengukur tensi kembali. Biasanya, kondisi emosional peserta vaksin berpengaruh pada hasil tekanan darah.
”Mereka yang mendaftar program vaksinasi Covid-19 sudah dipastikan tidak memiliki riwayat penyakit komorbiditas. Ada pengaruh kondisi emosional juga. Biasanya setelah istirahat beberapa saat, tekanan darah bisa kembali normal,” ucap Nurrida.
Demi sesama tenaga kesehatan
Sebagian tenaga kesehatan memberanikan diri menjadi peserta vaksinasi demi kebaikan rekan sejawat. Jendareh, misalnya, menjadi peserta vaksinasi agar rekan-rekannya tak ragu berpartisipasi dalam program itu.
”Ada saja teman-teman yang masih ragu, bahkan bilang menolak vaksin. Kalau saya sebenarnya lebih mendukung program yang ada saat ini. Terutama, harapan saya agar nakes enggak lagi berguguran selama penanganan pandemi,” kata dokter di Puskesmas Kecamatan Palmerah ini.
Dalam ketakutan pula, Bahagia bertekad tetap menjalani vaksinasi. Bulatnya tekad itu dia putuskan demi keluarga besar di rumah. ”Sebenarnya, yang memberanikan diri saya untuk ikut vaksin adalah keluarga. Saya selalu khawatir orangtua, istri, dan anak justru terpapar karena risiko pekerjaan tenaga kesehatan di tengah pandemi,” ujarnya.
Bahagia beruntung karena tekanan darahnya turun tepat saat vaksinasi hari itu hampir berakhir. Dia juga menjalani vaksinasi dengan lancar meski dilanda takut setengah mati. ”Saya benar-benar enggak berani lihat ke arah jarum. Untung penyuntikannya berlangsung cepat,” katanya.
Dengan vaksinasi ini, diharapkan kalangan dokter dapat mengurangi angka potensi gugurnya tenaga kesehatan yang melebihi 500 orang di Indonesia. ”Kalau kekebalan terbentuk dan terhindar dari Covid-19, kita akan mengurangi angka gugurnya tenaga kesehatan yang sudah banyak di Indonesia,” tutur Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Dokter Daeng M Faqih, Selasa (13/1/2021).
Masyarakat perlu memahami konsep kekebalan komunitas yang sedang dibentuk selama vaksinasi. Efek kekebalan komunitas dari vaksinasi baru bisa tercapai jika setidaknya 70 persen populasi di Indonesia mendapat vaksin. Ketua Perhimpunan Alergi Imunologi Indonesia Iris Rengganis menegaskan, protokol kesehatan harus tetap berjalan ketat selama target vaksinasi itu belum terpenuhi.
Sebagian tenaga kesehatan yang menjalani vaksinasi kini juga berupaya mewujudkan kekebalan komunitas tersebut. Mereka berharap agar tenga kesehatan, garda terdepan untuk penanganan pandemi, tidak lagi berguguran seperti tahun sebelumnya.