Kans menyelenggarakan Olimpiade Tokyo, pada Juli-Agustus 2021, semakin menipis. Peningkatan kasus Covid-19 kembali menjadi masalah utama bagi tuan rumah.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH,KELVIN HIANUSA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Olimpiade Tokyo 2020 berpotensi besar dibatalkan dalam hitungan pekan. Peningkatan signifikan kasus Covid-19 dan penurunan drastis dukungan masyarakat di Jepang, menempatkan ajang multicabang olahraga terbesar dunia itu dalam fase kritis.
Tuan rumah Jepang sedang dilanda kekhawatiran. “Negeri Matahari Terbit” mulai memasuki gelombang kedua pandemi. Baru saja, pada 9 Januari, mereka mencatatkan rekor jumlah kasus positif Covid-19, mencapai 7.855 kasus.
Kondisi itu, ditambah pandemi yang belum mereda di seluruh dunia, mengancam penyelenggaraan Olimpiade. Setelah sempat ditunda setahun, penyelenggaraan yang akan berlangsung pada 23 Juli – 8 Agustus 2021 sangat mungkin dibatalkan.
Olimpiade masih abu-abu, bisa jadi atau tidak. Kita harus realistis dengan situasi Covid-19 sekarang karena faktanya sudah banyak ajang ditunda. Semuanya bisa terjadi sekarang ini.
“Olimpiade masih abu-abu, bisa jadi atau tidak. Kita harus realistis dengan situasi Covid-19 sekarang karena faktanya sudah banyak ajang ditunda. Semuanya bisa terjadi sekarang ini,” kata Ketua Umum Komite Olimpiade Indonesia (KOI) Raja Sapta Oktohari, saat dihubungi pada Jumat (15/1/2021), dari Jakarta.
Dua ajang internasional baru saja ditunda untuk kedua kalinya. Ajang itu adalah Asian Beach Games di Sanya, China dan Asian Indoor and Martial Arts Games, di Bangkok, Thailand.
Meski belum pasti, KOI tetap meminta atlet melanjutkan persiapan. Mereka saat ini terus mengusahakan atlet-atlet Olimpiade agar bisa mendapatkan prioritas vaksin dari pemerintah.
”Memang ada informasi yang sifatnya non-ofisial, tetapi kita merujuk ke IOC (Komite Olimpiade Internasional). Selama IOC belum mengubah penjadwalan, kita tetap harus siap-siap. Keseriusan panitia di Jepang juga masih tidak berubah,” pungkas Okto.
Taro Kono, Menteri Reformasi Administrasi dan Regulasi Jepang, menyampaikan penyelenggaraan Olimpiade akan bergantung pada kondisi pandemi. Jika pandemi tidak mereda, ajang hampir pasti batal digelar.
“Situasinya tidak mudah. Saat ini kita harus melakukan yang terbaik untuk tetap bisa menyelengarakan Olimpiade, tetapi mungkin juga ajang tersebut tak bisa terlaksana,” kata Kono dalam konferensi Reuters Next, Kamis lalu.
Pemerintah Jepang, ucap Kono, hanya bisa mempersiapkan ajang sebaik mungkin. Selebihnya, akan bergantung pada kondisi pandemi. Dia pun meminta IOC untuk menyiapkan rencana cadangan.
Presiden IOC Thomas Bach telah berkata, tidak ada rencana penundaan lagi untuk Olimpiade Tokyo. Ajang tersebut akan dibatalkan seandainya masih belum bisa dilaksanakan pada musim panas nanti.
Pernyataan serupa disampaikan oleh Presiden Komite Penyelenggara Olimpiade Tokyo Yoshiro Mori pada awal pekan ini. Menurut dia, hampir mustahil bagi Jepang untuk kembali menunda ajang karena pandemi.
Karena itu, pilihannya hanya dua, ajang lanjut atau batal. Hal tersebut akan diputuskan dalam waktu dekat. “Saya pikir kami akan mengambil keputusan sangat sulit pada Februari atau Maret,” katanya.
Pemerintah Jepang, selain pandemi, juga tertekan oleh tuntutan dari masyarakat. Berdasarkan survei terbaru dari kantor berita Kyodo, semakin sedikit masyarakat Jepang yang mendukung penyelenggaraan Olimpiade.
Pada Januari 2021, tinggal 14,1 persen warga Jepang yang mendukung Olimpiade dilaksanakan tahun ini. Sisanya, mayoritas meminta penyelenggaraaan dibatalkan ataupun ditunda.
Sebelumnya, Juli 2020, penyelenggaraan Olimpiade masih didukung sekitar 23,9 persen warga. Penurunan dalam survei terbaru menunjukkan warga Jepang semakin tidak ingin Olimpiade diselenggarakan di tengah pandemi.
Seandainya batal, ini akan menjadi pertama kalinya Olimpiade gagal dilaksanakan sejak Perang Dunia II. Pembatalan Olimpiade pernah terjadi tiga kali, sekali pada Perang Dunia I (1916), serta dua kali pada Perang Dunia II (1940, 1944).
Tentunya pembatalan akan memberikan dampak besar bagi ekonomi Jepang. Adapun persiapan Olimpiade, berdasarkan New York Times, telah menghabiskan dana lebih dari 12 miliar dolar AS (Rp 168 triliun). Dana tersebut untuk pembangunan infrastruktur sekaligus biaya tambahan akibat penundaan setahun. (REUTERS)