Permohonan Perlindungan Kasus Perdagangan Orang Meningkat, tapi Anggaran Terbatas
›
Permohonan Perlindungan Kasus ...
Iklan
Permohonan Perlindungan Kasus Perdagangan Orang Meningkat, tapi Anggaran Terbatas
Tahun 2020 menjadi tahun yang berat bagi LPSK karena anggaran yang diterima oleh LPSK paling rendah dalam lima tahun terakhir. Padahal, perlindungan saksi dan korban harus terus berjalan meski pandemi.
Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 secara umum memengaruhi berbagai layanan bagi masyarakat, termasuk yang dialami Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Selama pandemi, jumlah permohonan secara umum di lembaga tersebut turun. Namun, permohonan perlindungan saksi dan korban yang terkait kasus tindak pidana perdagangan orang mengalami kenaikan.
Sepanjang 2020, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menerima 203 permohonan korban dan saksi terkait tindak pidana perdagangan orang (TPPO) atau naik 15,3 persen dari 2019 yang hanya berjumlah 176 permohonan.
Jumlah permohonan pada 2020 ini bahkan merupakan yang tertinggi sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 (tentang Perlindungan Saksi dan Korban). Hal ini membuktikan semakin dipercayanya LPSK oleh publik, terutama oleh mitra kerja aparat penegak hukum untuk merekomendasikan para korban ke LPSK untuk memperoleh perlindungan. (Hasto Atmojo Suroyo)
”Jumlah permohonan pada 2020 ini bahkan merupakan yang tertinggi sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 (tentang Perlindungan Saksi dan Korban). Hal ini membuktikan semakin dipercayanya LPSK oleh publik, terutama oleh mitra kerja aparat penegak hukum untuk merekomendasikan para korban ke LPSK guna memperoleh perlindungan,” ujar Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo pada acara Refleksi Awal Tahun LPSK dan Laporan Kinerja 2020 yang berlangsung sejak Kamis (14/1/2021) hingga Jumat (15/1/2021).
Hasto, yang tampil bersama para komisioner LPSK, mencontohkan kasus-kasus TPPO yang terjadi selama 2020 yang ditangani LPSK, seperti peristiwa TPPO ABK kapal Long Xing berbendera China dan kasus eksploitasi seksual Café Khayangan di Jakarta Utara.
Di dalam laporan tahunan yang bertajuk ”Separuh Napas Perlindungan Saksi dan Korban di Tengah Pandemi: LPSK Menolak Menyerah”, LPSK juga menyampaikan permohonan perlindungan saksi dan korban kekerasan seksual yang masih cukup tinggi terjadi pada 2020.
Dalam upaya memberikan perlindungan kepada saksi dan korban, keputusan terhadap permohonan perlindungan yang diajukan saksi dan/atau korban bergantung pada besaran biaya/anggaran yang dibutuhkan. Akan tetapi, pada 2020, anggaran LPSK justru berada pada titik terendah.
”Alokasi anggaran untuk LPSK pada tahun 2020 sebesar Rp 54 miliar merupakan yang terendah diterima oleh LPSK dalam lima tahun terakhir masih dipotong lagi. Itu pun masih dipotong,” kata Hasto.
Sepanjang 2020, LPSK menerima 1.454 permohonan perlindungan. Jumlah permohonan mengalami penurunan jika dibandingkan dengan 2019 yang mencapai 1.898 permohonan. Pada 2020, jumlah terlindung LPSK yang berstatus sebagai saksi, korban, saksi pelaku, pelapor, dan saksi ahli berjumlah 2.785 orang. Angka ini juga mengalami penurunan jumlah jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 3.365 orang.
Hingga akhir 2020, para terlindung LPSK telah mendapatkan 4.478 program perlindungan, seperti bantuan medis, bantuan psikologis, rehabilitasi psikososial, restitusi, kompensasi, perlindungan fisik, dan pemenuhan hak prosedural. Kondisi tersebut menggambarkan resiliensi LPSK yang cukup tangguh dalam beradaptasi dan bertahan di tengah situasi yang sulit di masa pandemi Covid-19.
”Dalam menghadapi rintangan, utamanya perihal keterbatasan anggaran pada semester awal 2020, LPSK mampu melewati dengan berbagai penyesuaian tanpa menghilangkan esensi dalam pemberian program perlindungan di masa pagebluk,” kata Hasto.
Menanggapi laporan tahunan LPSK, pada hari kedua, Jumat, sejumlah pihak diundang memberikan tanggapan seperti anggota Komisi III DPR, Arteria. Selain Arteria, kegiatan yang disiarkan dari Ruang Abdul Muis Kompleks DPR juga menampilkan Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu, Direktur Hukum dan Regulasi Bappenas Prahesti Pandanwangi, dan pakar hukum pidana Chairul Huda.
Pada awal acara tersebut juga disampaikan testimoni dari penyintas kasus kekerasan seksual yang bertahun-tahun berjuang meraih keadilan, yang mendapat perlindungan LPSK.
”LPSK dalam UU Perlindungan Saksi Korban terbaru memiliki mandat memberikan perlindungan bagi korban kekerasan seksual, LPSK ke depan untuk kasus kekerasan seksual harus menjadi garda terdepan untuk perbaikan kebijakan dan implementasi pemenuhan hak korban kekerasan seksual,” ujar Erasmus.