Selamat dari Perdagangan Ilegal, Iskandar Mati di Kandang Karantina di Kaltim
›
Selamat dari Perdagangan...
Iklan
Selamat dari Perdagangan Ilegal, Iskandar Mati di Kandang Karantina di Kaltim
Orangutan bernama Iskandar yang sedang dikarantina di Kalimantan Timur sudah tak bernyawa, Sabtu (16/1/2021) pukul 1.32 Wita. Sebelum mati, Iskandar mengalami penurunan nafsu makan dan gangguan pencernaan.
Oleh
SUCIPTO
·3 menit baca
PENAJAM, KOMPAS — Orangutan (Pongo pygmaeus) bernama Iskandar mati di tempat karantina di Kalimantan Timur, Sabtu (16/1/2021) pukul 01.32 Wita. Sebelumnya, Iskandar mengalami penurunan nafsu makan dan gangguan pencernaan. Namun, penyebab pasti kematian satwa yang diselamatkan dari perdagangan ilegal itu masih diselidiki.
”Nafsu makan Iskandar turun sejak 8 Januari 2021. Dia hanya mau makan dan minum jika diberi oleh pengasuhnya. Itu pun hanya dimakan sedikit, tak sesuai dengan kebutuhan tubuhnya,” kata Odom, Manajer Operasional Pusat Suaka Orangutan (PSO) ARSARI, yang merawat Iskandar, dihubungi dari Balikpapan.
Odom mengatakan, setelah melihat gejala itu, tim medis langsung memberi perawatan dengan membiusnya pada 12 Januari. Dalam kondisi terbius itu, cairan infus dialirkan ke tubuh Iskandar. Namun, upaya itu gagal. Sebab, setelah dibius, orangutan berusia 17 tahun itu masih bisa menggerakkan tangan sehingga kabel infusnya terlepas.
Pada 14 Januari, kondisi Iskandar semakin memburuk. Pemberian cairan infus coba terus dilakukan, tetapi tetap tidak berhasil. Pada 16 Januari, sekitar pukul 01.00 Wita, napas Iskandar sangat berat dan suhu tubuhnya menurun ke angka 35,4 derajat celsius. Detak jantung dan napasnya terhenti 32 menit kemudian.
Saat Iskandar dalam kondisi terbius, tim medis sudah mengambil sampel darah. Hasil tes terhadap Iskandar menunjukkan penyakit malaria, Covid-19, dan hepatitis menunjukkan nonreaktif. Dari hasil pemeriksaan darah, ada infeksi penyakit di dalam tubuh Iskandar. Namun, jenis penyakitnya belum dapat dipastikan.
”Sore ini, tim medis independen melakukan nekropsi untuk memastikan penyebab kematian Iskandar,” ujar Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kaltim Sunandar Trigunajasa.
Nekropsi adalah pemeriksaan bangkai secara sistematis dengan maksud untuk menemukan penyebab kematian, mengonfirmasikan diagnosis, dan menyelidiki terapi yang gagal jika sebelumnya pernah diobati.
Baru dipulangkan
Iskandar adalah orangutan yang dipulangkan ke Kaltim untuk dikarantina di habitat aslinya pada Oktober 2019. Dia datang bersama Bento, orangutan berusia 19 tahun, yang sebelumnya dipelihara secara ilegal sejak berusia 5 tahun. Iskandar diselamatkan di Pelabuhan Bitung, Sulawesi Utara, Oktober 2004. Saat itu, sekelompok orang akan menyelundupkannya ke Filipina.
Setelah direhabilitasi dan dirawat di Sulut, binatang endemis Kalimantan itu dipindahkan ke Kelurahan Maridan, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kaltim. Proses pemindahan itu dilakukan melalui kerja sama lintas sektor, yakni BKSDA Kalimantan Timur, BKSDA Sulawesi Utara, Yayasan ARSARI Djojohadikusumo, serta Yayasan Masarang yang mengelola Pusat Penyelamatan Satwa Tasikoki di Sulut.
Di Penajam Paser Utara, PSO ARSARI, orangutan disiapkan untuk hidup di sebuah pulau di Teluk Balikpapan. Mereka tak bisa dilepasliarkan karena sejak kecil sudah hidup bergantung pada manusia.
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wiratno mengatakan, penelitian penyebab kematian satwa dilindungi, seperti orangutan, penting dilakukan. Hal itu bisa menjadi pelajaran untuk upaya melestarikan satwa endemik di Indonesia.
”Diagnosis penyakit orangutan perlu dicermati dengan teliti, apalagi di masa pandemi ini sehingga bisa menjadi pembelajaran bagi semua pihak dalam upaya pelestarian satwa liar Indonesia, khususnya orangutan,” katanya.