Dalam sebuah makalah baru, ahli imunobiologi mengusulkan penjelasan yang lebih luas tentang munculnya alergi makanan yang merupakan aktivitas berlebihan dari sistem kendali tubuh manusia.
Oleh
ICHWAN SUSANTO
·3 menit baca
Alergi makanan telah meningkat secara dramatis di negara maju selama lebih dari 30 tahun. Misalnya, sebanyak 8 persen anak di Amerika Serikat sekarang mengalami respons sistem kekebalan yang berpotensi mematikan terhadap makanan, seperti susu, kacang pohon, ikan, dan kerang.
Teori saat ini adalah alergi makanan muncul karena tidak adanya patogen alami, seperti parasit di lingkungan modern. Ini pada gilirannya membuat bagian dari sistem kekebalan tubuh yang berevolusi untuk menghadapi ancaman alami tersebut menjadi hipersensitif terhadap makanan tertentu.
Dalam sebuah makalah yang diterbitkan 14 Januari di jurnal Cell, empat ahli imunobiologi Yale mengusulkan penjelasan yang lebih luas untuk munculnya alergi makanan. Respons alergi makanan merupakan aktivasi berlebihan dari sistem kendali kualitas makanan kita dengan program yang kompleks dan sangat berkembang yang dirancang untuk melindungi kita dari makan yang berbahaya.
Menurut para peneliti itu, keberadaan zat yang tidak alami, termasuk makanan olahan, atau bahan kimia lingkungan, seperti detergen pencuci piring, di lingkungan modern serta tidak adanya paparan mikroba alami berperan dalam mengganggu program pengendalian kualitas makanan ini
Pengenalan pengawet makanan dan bahan kimia lingkungan, seperti detergen pencuci piring, memperkenalkan elemen baru untuk dipantau oleh sistem kekebalan. Teori tersebut dapat meletakkan dasar untuk pengobatan di masa depan atau pencegahan alergi makanan, saran para ilmuwan. (Ruslan Medzhitov)
”Kami tidak dapat menemukan cara untuk mencegah atau mengobati alergi makanan sampai kami benar-benar memahami biologi yang mendasari. Anda tidak bisa menjadi montir mobil yang baik jika Anda tidak tahu cara kerja mobil biasa,” kata penulis laporan, Ruslan Medzhitov, Profesor Sterling Bidang imunobiologi Yale University dan peneliti di Institut Medis Howard Hughes pada situs Yale University, 14 Januari 2021.
Dengan program pengontrol kualitas makanan yang ada dalam mekanisme biologi, semua hewan, termasuk sistem sensorik, semisal jika ada yang berbau atau rasanya tidak enak, kita tidak memakannya. Selain itu, ada pula penjaga di dalam usus yang jika terkonsumsi racun, mereka dideteksi dan dikeluarkan. Dalam kasus terakhir, bagian dari sistem kekebalan dan kekuatan parasimpatis dari sistem saraf juga bergerak untuk membantu menetralkan ancaman.
Jenis respons sistem kekebalan ini memicu alergi, termasuk alergi makanan, sebuah fakta yang memunculkan apa yang disebut ”hipotesis kebersihan” dari alergi makanan. Menurut teori tersebut, kurangnya ancaman alami, seperti parasit, membuat bagian sistem kekebalan ini hipersensitif dan lebih mungkin merespons protein yang umumnya tidak berbahaya pada kelompok makanan tertentu.
Ini membantu menjelaskan mengapa orang yang tinggal di daerah perdesaan jauh lebih kecil kemungkinannya untuk mengembangkan alergi makanan dibandingkan dengan mereka yang tinggal di daerah perkotaan.
Namun, Medzhitov mencatat, alergi makanan terus meningkat secara dramatis setelah parasit dihilangkan di negara maju. Jadi, tim Yale sekarang berteori bahwa faktor lingkungan lain memengaruhi aktivitas dalam sistem kontrol kualitas makanan alami dan berkontribusi pada hipersensitivitas sistem kekebalan terhadap alergen makanan tertentu.
”Salah satu faktor adalah peningkatan penggunaan produk kebersihan dan penggunaan antibiotik yang berlebihan dan. Kedua, perubahan pola makan dan peningkatan konsumsi makanan olahan dengan berkurangnya paparan makanan yang tumbuh secara alami dan perubahan komposisi mikrobioma usus,” kata Medzhitov. ”Akhirnya, pengenalan pengawet makanan dan bahan kimia lingkungan, seperti detergen pencuci piring, memperkenalkan elemen baru untuk dipantau oleh sistem kekebalan.”
Secara kolektif, perubahan lingkungan ini secara efektif memicu respons kontrol kualitas makanan yang membuat sistem kekebalan bereaksi terhadap protein makanan seperti yang akan bereaksi terhadap zat beracun, tim berpendapat. ”Ini kesalahan yang saling berkait,” kata Medzhitov.
Alergi makanan tidak berbeda dengan banyak penyakit lain, yang disebabkan versi abnormal dari respon biologis normal, katanya. Memahami biologi yang mendasari proses normal, seperti sistem kendali mutu makanan, akan membantu peneliti mengidentifikasi penyebab potensial tidak hanya dalam alergi makanan, tetapi juga penyakit lain.