DPR Usulkan Penghapusan KASN, Pemerintah Nilai Keberadaan Lembaga Itu Masih Diperlukan
›
DPR Usulkan Penghapusan KASN, ...
Iklan
DPR Usulkan Penghapusan KASN, Pemerintah Nilai Keberadaan Lembaga Itu Masih Diperlukan
DPR mengusulkan penghapusan Komisi Aparatur Sipil Negara dalam revisi UU ASN. Sementara itu, pemerintah berpendapat lembaga itu masih diperlukan. Pemerintah pada prinsipnya juga menilai UU ASN belum perlu direvisi.
Oleh
RINI KUSTIASIH
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menginginkan adanya pendalaman pembahasan terhadap usulan Dewan Perwakilan Rakyat tentang penghapusan Komisi Aparatur Sipil Negara dalam revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Pemerintah pada prinsipnya memandang komisi itu masih diperlukan. Oleh karena itu, penghapusan KASN itu perlu dibicarakan lebih detail dalam pembahasan revisi UU itu.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo dalam rapat dengar pendapat umum dengan Komisi II DPR, Senin (18/1/2021) di Jakarta, menyampaikan pandangan pemerintah terkait dengan RUU Aparatur Sipil Negara (ASN). Menurut Tjahjo, pembahasan posisi kelembagaan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) perlu dibahas lebih lanjut di dalam pembahasan revisi UU ASN. Sebab, keberadaan lembaga itu ditentukan oleh persetujuan pemerintah dan DPR.
”Peran KASN masih sangat diperlukan untuk mengawal dan mengawasi penerapan sistem merit secara independen,” kata Tjahjo dalam pandangannya.
Adapun penghapusan KASN menjadi satu dari lima poin usulan perubahan dalam materi UU ASN yang diajukan DPR. Revisi UU ASN telah disetujui sebagai RUU inisiatif DPR.
Menurut Tjahjo, pemerintah saat ini lebih fokus pada langkah strategis dan prioritas dalam mewujudkan sistem merit manajemen ASN. Salah satu hal yang dilakukan ialah menguatkan fungsi dan peran KASN. Penguatan fungsi dan peran itu dilakukan melalui evaluasi sistem merit yang dikaitkan dengan kebutuhan dan dinamika organisasi serta dampak anggarannya, serta melakukan evaluasi kinerja KASN.
Pandangan pemerintah ini berbeda dengan keinginan DPR yang mendorong agar KASN dihapuskan. Meski demikian, menurut Tjahjo, pemerintah dapat memahami usulan dari DPR. Oleh karena itu, usulan tersebut perlu dibicarakan lebih lanjut di dalam pembahasan. Sebab, keberadaan lembaga itu tergantung pada persetujuan antara pemerintah dan DPR.
”Pada poin tentang penghapusan KASN itu tentu harus dibicarakan lebih detail karena itu merupakan domain kedua lembaga (DPR dan pemerintah),” kata Tjahjo.
Sementara itu, empat poin lainnya yang diusulkan DPR dalam materi perubahan RUU ASN, lanjut Tjahjo, adalah domain pemerintah. Empat poin itu ialah penetapan kebutuhan pegawai negeri sipil, kesejahteraan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK), pengurangan ASN, dan pengangkatan tenaga honorer.
”Empat poin itu menurut pandangan kami adalah domain pemerintah yang terus-menerus juga kami upayakan, dan pelaksanaannya sangat dinamis karena menyangkut anggaran, rekrutmen, dan kesejahteraan. Namun, kalau untuk KASN, itu domain kita berdua antara pemerintah dan DPR,” ujarnya.
Di dalam rapat kerja, DPR menyatakan RUU ASN perlu direvisi untuk disesuaikan dengan kondisi yang ada dan adanya kebutuhan dalam memperbaiki manajemen ASN.
Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Syamsurizal mengatakan, UU ASN yang berlaku saat ini, yaitu UU No 5/2014, belum menjelaskan detail mengenai hak-hak PPPK dan kesejahteraannya yang meliputi tunjangan pensiun, kesehatan, dan sebagainya. Hal ini dinilai perlu dielaborasi lebih jauh di dalam revisi UU ASN.
”UU ASN sama sekali tidak menjelaskan alasan dan kriteria pembagian manajemen kepegawaian menjadi PNS dan PPPK. Seharusnya ada pembagian sifat dan maksud pekerjaan. Sebab, berdasarkan UU Ketenagakerjaan, pekerjaan kontrak dengan waktu tertentu tidak dapat dilakukan untuk pekerjaan tetap,” ujarnya.
Selain itu, Komisi II juga mendorong adanya pengangkatan tenaga honorer serta pengurangan jumlah ASN yang disesuaikan dengan kebutuhan. ”Pengangkatan tenaga honorer, pegawai tidak tetap, pegawai tetap non-PNS, dan tenaga kontrak yang bekerja terus-menerus dan diangkat berdasarkan keputusan yang dikeluarkan sampai dengan tanggal 15 Januari 2014 menjadi PNS secara langsung,” kata Syamsurizal.
Adapun dorongan DPR mengurangi jumlah ASN dimaksudkan untuk merampingkan organisasi. Kegiatan itu diharapkan diambil setelah berkoordinasi dengan DPR.
Tjahjo mengatakan, pada prinsipnya pemerintah menilai UU ASN belum perlu direvisi. Dari lima poin usulan perubahan DPR, pemerintah menilai empat di antaranya domain pemerintah. Sementara itu, satu poin terkait dengan penghapusan KASN harus dibicarakan lebih lanjut dalam pembahasan daftar inventarisasi masalah (DIM).
”Kami sudah diminta Setneg menyiapkan DIM. Jadi, kami siap untuk menyerahkan DIM, minggu depan, seperti dijadwalkan,” ujar Tjahjo.
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengatakan, DPR menjadwalkan penyerahan DIM paling lambat 28 Januari. Setelah itu, Komisi II DPR akan melakukan rapat internal untuk membentuk panitia kerja guna bersama-sama pemerintah membahas RUU ASN.
”Kesannya di awal ada perbedaan pendapat antara pemerintah dan DPR dalam membahas RUU ASN ini. Tetapi, siapa tahu nanti di dalam pembahasan tidak lagi ada perbedaan,” ujarnya.