Wisma Atlet Kemayoran Tak Lagi Terima Orang Tanpa Gejala Covid-19
›
Wisma Atlet Kemayoran Tak Lagi...
Iklan
Wisma Atlet Kemayoran Tak Lagi Terima Orang Tanpa Gejala Covid-19
Terdapat wisma atlet lain yang disiapkan untuk menampung pasien tanpa gejala atau bergejala ringan tetapi berisiko rendah, yakni Wisma Atlet Pademangan di Jakarta Utara.
Oleh
JOHANES GALUH BIMANTARA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS —Pascalibur Natal dan Tahun Baru, tren peningkatan bukan hanya pada pertambahan kasus positif Covid-19 per hari, melainkan juga jumlah pasien positif bergejala yang butuh penanganan ekstra. Merespons situasi, Rumah Sakit Darurat Covid-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta Pusat, tidak lagi menerima pasien tanpa gejala.
Pasien tanpa gejala atau bergejala ringan dengan risiko rendah ditampung di Wisma Atlet Pademangan di Jakarta Utara. ”Jadi, Wisma Atlet Kemayoran khusus untuk yang bergejala, sedangkan tanpa gejala atau gejala ringan nanti di Menara 8 dan 9 di kompleks Pademangan,” kata Koordinator Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet Mayor Jenderal TNI Tugas Ratmono dalam siaran dari gedung Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Senin (18/1/2021).
Tempat perawatan di Wisma Atlet Kemayoran terdiri dari Menara 4, 5, 6, dan 7. Awalnya, Menara 4 dan 5 difungsikan sebagai Flat Isolasi Kemayoran untuk menampung pasien tanpa gejala atau bergejala ringan, sedangkan RSDC hanya mencakup Menara 6 dan 7 untuk penanganan pasien bergejala. Seiring pertambahan kasus, Menara 4 diikutkan menjadi RSDC, disusul Menara 5.
Mencegah diri tertular dan menularkan Covid-19 lewat penegakan protokol kesehatan tetap paling utama.
Tugas mengatakan, pengaturan bentuk antisipasi yang disiapkan mengingat sejak sebelum libur Natal dan Tahun Baru, pihaknya sudah diingatkan tentang risiko lonjakan kasus positif dua pekan pascalibur panjang. ”Ternyata betul. Waktu itu hunian kira-kira 50-60 persen. Sekarang 80-an persen,” ujarnya.
Dari 5.994 tempat tidur yang disiapkan di empat menara RSDC Wisma Atlet Kemayoran, jumlah pasien sekarang sebanyak 4.959 orang. Itu setara dengan 82 persen lebih.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyarankan tingkat keterisian rumah sakit di bawah 60 persen. Koordinator Lapangan RSDC Wisma Atlet Kolonel (Ckm) dokter Abdul Alim dalam kesempatan terpisah mengatakan, tingkat hunian RSDC Wisma Atlet Kemayoran sudah tidak bagus untuk pelayanan Covid-19. ”Yang dikhawatirkan, keletihan tenaga kesehatan,” ucapnya.
Menurut Alim, pemerintah sudah menyiapkan segala keperluan untuk pengoperasian Menara 8 dan 9 di Pademangan untuk isolasi pasien tanpa gejala serta bergejala ringan, termasuk sumber daya manusia. Oksigen disiapkan mengantisipasi pasien dengan saturasi oksigen yang tiba-tiba turun.
Dokter Benget Turnip dari Kementerian Kesehatan menambahkan, saat ini ada 350-an sumber daya manusia yang menjadi sukarelawan di Menara 8 dan 9 di Pademangan. Mereka terdiri dari dokter, perawat, serta tenaga-tenaga pendukung, termasuk bagian kebersihan.
Sebelum penyiagaan Menara 8 dan 9 Wisma Atlet Pademangan, pasien tanpa gejala serta bergejala ringan diarahkan untuk isolasi di tempat-tempat lain, termasuk lima hotel yang disiapkan pemerintah untuk isolasi Covid-19. Lima hotel itu adalah Twin Plaza di Palmerah, Jakarta Barat; U Stay Mangga Besar, Jakarta Pusat; Grand Asia di Penjaringan, Jakarta Utara; serta Ibis Senen, Jakarta Pusat, dan Ibis Mangga Dua di Jakarta Utara.
”Sekarang hotel-hotel sudah 90 persen (terisi), bahkan ada yang 100 persen. Jadi, untuk itulah pemerintah hadir (dengan pengoperasian Menara 8 dan 9 Pademangan),” kata Benget. Isolasi di Menara 8 dan 9 dirancang membuat penghuninya tak tertekan sehingga berkontribusi meningkatkan imunitas. Makanan sehat serta tempat olahraga dan berjemur terjamin.
Kepala Subbidang Tracing Satuan Tugas Penanganan Covid-19 dokter Koesmedi Priharto menyebutkan, berdasarkan pelacakan di lapangan selama ini, 80-85 persen kasus positif tergolong tidak memerlukan perawatan serius dan tingkat kesembuhannya tinggi. Pasien yang perlu dirawat karena berkondisi berat hanya 10-15 persen dari yang terlacak.
”Namun, perawatan Covid-19 butuh 10 hari sampai ada yang 2-3 bulan sehingga rumah sakit menjadi betul-betul penuh karena harus menunggu ada yang pulang,” ucap Koesmedi. Keberadaan pasien perlu perawatan panjang itu berkontribusi membuat banyak warga kebingungan mencari tempat perawatan.
Selain itu, kebijakan yang diterapkan untuk RSDC Wisma Atlet adalah fasilitas tersebut hanya merawat pasien bergejala dengan level maksimal sedang. Adapun pasien bergejala berat bakal dirujuk ke RS rujukan Covid-19 yang dilengkapi unit perawatan intensif (ICU).
Namun, kata Tugas, penerapan kebijakan itu terkendala mengingat ICU kian langka sehingga pasien bergejala berat harus menanti lama di Wisma Atlet sebelum mendapat RS rujukan. Karena itu, pihaknya terus menambah fasilitas perawatan khusus agar pasien-pasien bergejala tidak mengalami perburukan.
Saat ini, RSDC Wisma Atlet Kemayoran memiliki 12 tempat tidur ICU transisi dan bakal ditambah menjadi 20 tempat tidur. ICU transisi belum sekelas ICU karena fungsi utamanya menjaga kondisi pasien sebelum dirujuk. Meski demikian, Tugas menjamin pelayanan di ICU transisi mereka setara ICU. Selain itu, terdapat 27 tempat tidur high care unit dan pengelola RSDC juga tengah menyiapkan 94 tempat tidur intermediate care unit (IMCU).
Namun, Tugas mengingatkan, upaya-upaya penambahan itu kemungkinan tidak bisa menandingi lonjakan kasus positif Covid-19 setiap hari, yang kemudian memicu pertambahan jumlah pasien bergejala. Karena itu, mencegah diri tertular dan menularkan Covid-19 lewat penegakan protokol kesehatan tetap paling utama.