Selain alokasi Rp 18 triliun dalam APBN 2021, ada tambahan dari sisa anggaran program pemulihan ekonomi nasional (PEN) tahun 2020 yang belum terpakai untuk vaksinasi tahun ini. Anggaran dianggap bukan problem krusial.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS -- Pemerintah memastikan kemampuan anggaran negara untuk membiayai keseluruhan program vaksinasi Covid-19. Vaksinasi yang efektif diyakini akan menjadi penentu perubahan atau game changer pemulihan ekonomi nasional di tengah ketidakpastian pandemi.
Untuk tahun 2021, pemerintah menganggarkan dana Rp 18 triliun untuk pengadaan vaksin Covid-19 dalam program Penanganan Covid dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN). Namun, jumlah itu belum final. Pemerintah masih akan menambahnya untuk membiayai keseluruhan program vaksinasi secara gratis.
Tambahan anggaran untuk vaksinasi itu akan berasal dari berbagai sumber. Selain Rp 18 triliun yang sudah dialokasikan di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021, ada tambahan dari sisa anggaran program pemulihan ekonomi nasional (PEN) tahun 2020 yang belum terpakai.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Selasa (19/1/2021), dalam diskusi “Rising in Pandemic Era” yang diadakan Kompas sebagai rangkaian acara Kompas100 CEO Forum 2021 menegaskan, anggaran untuk program vaksinasi bukan menjadi masalah untuk pemerintah.
“Vaksinasi bukan masalah anggaran. Anggaran pemerintah sebesar Rp 73 triliun itu ada, tersedia. Pemerintah Indonesia punya uang, karena dari sisa anggaran tahun kemarin (2020) saja dana yang tidak terpakai sekitar Rp 234 triliun, dan dari Kementerian Kesehatan masih ada sisa sekitar Rp 47 triliun,” kata Airlangga.
Ia mengatakan, target pemerintah sekarang adalah mendistribusikan 426,8 juta dosis kepada 182 juta masyarakat Indonesia untuk mencapai skenario kekebalan kelompok (herd immunity). Sebanyak 30.346 vaksinator telah dilatih dan 8.796 fasilitas kesehatan telah terdaftar untuk program vaksinasi.
Gelombang pertama vaksinasi pada Januari-April 2021 ditujukan untuk 1,3 juta petugas kesehatan, 17,4 juta orang petugas publik, dan 21,5 juta orang lansia. Berikutnya, gelombang kedua vaksinasi pada April 2021-Maret 2022 ditujukan untuk 63,9 juta masyarakat rentan di daerah dengan risiko penularan tinggi dan 77,4 juta orang masyarakat lainnya berdasarkan pendekatan kluster dan ketersediaan vaksin.
Secara terpisah, dalam rapat kerja bersama Komite IV DPD RI, Selasa, Menteri Keuangan Sri Mulyani juga mengatakan, pemerintah pusat akan meminta pemerintah daerah untuk mengalokasikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2021 untuk program vaksinasi sebesar Rp 15 triliun.
"Game changer"
Menurut Airlangga, program vaksinasi yang efektif akan menjadi penentu perubahan (game changer) bagi pemulihan ekonomi nasional. Oleh karena itu, sosialisasi yang gencar oleh pemerintah menjadi penting untuk meyakinkan masyarakat agar mau divaksinasi.
Ia mengatakan, pemerintah percaya diri bahwa pada 2021 ini ekonomi akan tumbuh pada kisaran 4,5 persen sampai 5,5 persen. Melihat sejumlah indikator perbaikan pada triwulan III tahun 2020, tren perbaikan diprediksi akan berlanjut sampai triwulan I tahun 2021.
Perbaikan itu tercermin dari Indeks Manufaktur (PMI) di level ekspansi atau 51,3 pada Desember 2020, impor barang modal dan bahan baku yang meningkat, dan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang meningkat dari posisi 79 pada Oktober 2020 menjadi posisi 92 pada November 2020, kendati masih di bawah level 100.
Selain menyukseskan program vaksinasi, strategi lain yang akan dijalankan untuk mempercepat pemulihan ekonomi, seperti mengawasi dan melanjutkan pemberian bantuan kepada rumah tangga dan korporasi khususnya 40 persen masyarakat terbawah, melakukan reformasi fiskal serta reformasi struktural melalui implementasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
“Pemerintah tetap yakin pertumbuhan di angka 4,5 sampai 5,5 persen. Satu tahun itu masih panjang. Tahun ini kita perkirakan ekonomi akan lebih baik, meski jika dibandingkan dengan triwulan I tahun 2019 tetap lebih rendah berhubung kita harus menerapkan pembatasan lagi,” kata Airlangga.
Tidak tunggal
Guru Besar Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia Tjandra Yoga Aditama mengatakan, vaksinasi tidak bisa berdiri sendiri. Keberhasilan penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi tergantung pada penguatan strategi protokol kesehatan serta pengetesan dan pelacakan yang dilakukan secara bersamaan.
“Tidak bisa hanya menguatkan vaksinasi, tidak bisa hanya menguatkan protokol 3M, tidak bisa hanya menguatkan 3T atau pengobatan. Semua mesti berjalan bersama-sama secara maksimal,” kata Tjandra.
Ia juga menambahkan, keberhasilan vaksinasi juga bergantung pada dinamika seputar virus SARS-CoV-2. Dinamika pertama adalah mutasi virus yang kini memunculkan berbagai varian baru di sejumlah negara. Sementara, dinamika kedua adalah ketidakpastian terkait durasi daya tahan vaksin di dalam tubuh.
“Karena vaksin ini penelitiannya baru selesai di bulan November-Desember 2020, kita belum tahu berapa lama vaksin akan bertahan di dalam tubuh. Itu akan membuat situasi vaksin masih mungkin bergeser,” katanya.