Antisipasi Lonjakan Covid-19 yang Diperkirakan hingga Februari
›
Antisipasi Lonjakan Covid-19...
Iklan
Antisipasi Lonjakan Covid-19 yang Diperkirakan hingga Februari
Lonjakan kasus Covid-19 diperkirakan berlangsung hingga pekan ketiga Januari sampai pekan pertama Februari 2021. Ini bakal membutuhkan lebih banyak ruang perawatan yang kondisinya saat ini penuh di beberapa daerah.
Oleh
Deonisia Arlinta/Nina Susilo/Ahmad Arif
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Puncak lonjakan kasus Covid-19 diperkirakan berlangsung pada pekan ketiga Januari sampai pekan pertama Februari 2021. Ini bakal membutuhkan lebih banyak ruang perawatan di rumah sakit.
Kondisi saat ini, sebagian dari total 951 rumah sakit dengan 50.942 tempat tidur isolasi dan ICU yang menjadi rujukan Covid-19 menunjukkan tingkat keterisian (BOR) tempat tidur yang cukup tinggi. Terdapat 11 provinsi dengan BOR lebih dari ambang batas Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebesar 60 persen, antara lain DKI Jakarta (83 persen), Banten (79 persen), DI Yogyakarta (78 persen), Jawa Barat (73 persen), dan Jawa Timur (69 persen).
Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono, Senin (18/1/2021), menyampaikan, puncak lonjakan kasus Covid-19 diperkirakan terjadi pada pekan ketiga Januari-pekan pertama Februari 2021. Karena itu, antisipasi menghadapi lonjakan kasus akibat libur Natal dan Tahun Baru tersebut perlu disiapkan dengan baik.
”Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sudah menyiapkan empat strategi dalam penanganan lonjakan kasus Covid-19 di rumah sakit,” katanya dalam seminar virtual oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit, Senin.
Sistem rujukan ini menjadi krusial agar jangan sampai ada lagi pasien meninggal di perjalanan setelah datang ke 10 rumah sakit. (Lia G Partakusuma)
Strategi tersebut adalah peningkatan kapasitas perawatan pasien Covid-19, relaksasi kebijakan registrasi dan perizinan tenaga kesehatan, penguatan sistem rujukan terintegrasi, serta penguatan mutu pelayanan rumah sakit.
Untuk peningkatan kapasitas perawatan pasien, Kemenkes membagi keperluan penambahan tempat tidur dalam tiga zona. Pada wilayah zona merah dengan BOR Covid-19 lebih dari 80 persen perlu mengonversi minimal 40 persen dari tempat tidur rawat inap dan 25 persen tempat tidur ICU untuk pasien Covid-19.
Pada zona kuning dengan BOR 60-80 persen, rumah sakit diminta mengonversi minimal 30 persen tempat tidur rawat inap dan 15 persen tempat tidur ICU untuk pasien Covid-19. Di zona hijau dengan BOR Covid-19 di bawah 60 persen, rumah sakit diminta mengonversi minimal 20 persen tempat tidur rawat inap dan 10 persen tempat tidur ICU.
Laporan harian Satuan Tugas Penanganan Covid-19 per 18 Januari 2021 menunjukkan penambahan 9.086 kasus baru dengan 295 kematian. Adapun total kasus Covid-19 di Tanah Air menjadi 917.015 kasus dengan 26.282 kematian dan 144.798 orang dirawat.
Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Abdul Kadir menyatakan, dampak libur panjang biasanya akan mengakibatkan penambahan 30-40 persen kasus. Dengan situasi saat ini, ia mengasumsikan kebutuhan tempat tidur untuk pasien Covid-19 lebih dari 40.000 tempat tidur.
”Kebutuhan tersebut bisa lebih tinggi jika lonjakan kasus terus terjadi,” ucapnya.
Sekretaris Jenderal Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Lia G Partakusuma mengatakan, sistem rujukan antarrumah sakit juga perlu diperbaiki. Sekalipun di satu rumah sakit sudah tidak mampu menampung pasien baru, pemberian rujukan harus jelas sehingga pasien bisa segera mendapatkan penanganan.
”Sistem rujukan ini menjadi krusial agar jangan sampai ada lagi pasien meninggal di perjalanan setelah datang ke 10 rumah sakit,” katanya.
Lintas batas
Guru Besar Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada Laksono Trisnantoro menyampaikan, laporan harian yang disampaikan oleh pemerintah terkait kasus Covid-19 yang biasanya dibagi dalam tingkat provinsi menyebabkan penanganan yang dilakukan juga terbatas. ”Sementara virus ini tidak mengenal batas wilayah. Penanganan pandemi membutuhkan konsep surveilans yang terkait respons penyebaran kasus,” tuturnya.
Menurut dia, data yang menjadi dasar pengambilan keputusan itu sebaiknya diperluas sesuai dengan data epidemiologi. Itu seperti menggunakan data untuk kawasan Jakarta Raya, termasuk di dalamnya sebagian Jawa Barat dan Banten; Surabaya Raya; ataupun Semarang Raya.
Dikatakan, pendekatan lintas batas juga perlu untuk mengantisipasi kedaruratan kesehatan masyarakat, terutama lonjakan pasien di rumah sakit.
Plasma konvalesen
Di sisi lain, pemerintah dan Palang Merah Indonesia mendorong penyintas Covid-19 mendonorkan plasma darahnya untuk menyelamatkan pasien Covid-19. Terapi ini diharapkan bisa menurunkan angka kematian akibat Covid-19 di Indonesia dan mengatasi persoalan penuhnya rumah sakit saat ini.
Sejak Mei 2020, Palang Merah Indonesia (PMI) bekerja sama dengan Lembaga Eijkman mendistribusikan lebih dari 7.680 plasma darah ini. Dari penelitian PMI, Kemenkes, dan beberapa rumah sakit di Jakarta, Yogyakarta, dan Malang, efikasi plasma konvalesen berkisar 60-90 persen.
Namun, sangat sedikit penyintas yang mendonorkan plasma darahnya. Ketua Umum PMI Jusuf Kalla menyebutkan, dalam sehari, hanya 40 konvalesen yang didonorkan, sedangkan kebutuhannya setidaknya 200 per hari.
Mutasi virus
Dari ribuan mutasi SARS-CoV-2, saat ini terdapat tiga varian baru yang menjadi kekhawatiran global. Ketiganya berasal dari mutasi di Inggris (B.1.1.7), Brasil (B.1.1.28), dan Afrika Selatan (B.1.351).
Meski belum ditemukan di Indonesia, perlu peningkatan kewaspadaan akan kemungkinan masuknya varian-varian ini tanpa terdeteksi.
Peneliti genomik molekuler dari Aligning Bioinformatics dan anggota konsorsium Covid-19 Genomics United Kingdom, Riza Arief Putranto, di Jakarta, Senin (18/1/2021), mengatakan, varian B.1.1.7 telah mendominasi di Inggris dan menempati 4,7 persen dunia. (TAN/AIK/INA)