Selama Pandemi, Ekspor Sarang Burung Walet Jawa Tengah Justru Naik
›
Selama Pandemi, Ekspor Sarang ...
Iklan
Selama Pandemi, Ekspor Sarang Burung Walet Jawa Tengah Justru Naik
Menurut data Balai Karantina Pertanian Semarang, volume ekspor sarang burung walet pada 2020 ialah 64.094 kilogram atau meningkat 15,3 persen dari 2019 yang 55.576 kg. Nilai ekspor juga meningkat 24 persen.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS - Volume ekspor sarang burung walet di Jawa Tengah meningkat 15,3 persen pada 2020 dibandingkan periode sama 2019. Sempat terhambat pada awal tahun karena pembatasan penerbangan akibat Covid-19, produksi perlahan pulih seiring peningkatan permintaan, terutama dari negara tujuan utama ekspor yakni China.
Menurut data Balai Karantina Pertanian Semarang, volume ekspor sarang burung walet pada 2020 mencapai 64.094 kilogram (kg) atau naik 15,3 persen dari 2019 yang sebesar 55.576 kg. Nilai ekspor juga meningkat, dari Rp 1,2 triliun pada 2020 menjadi Rp 1,5 triliun pada 2021.
Dari total ekspor burung walet melalui Balai Karantina Pertanian Kelas I Semarang pada 2020, sekitar 79 persen dikirim ke China. "Sisanya antara lain Hongkong, Taiwan, Amerika Serikat, Singapura, dan Kanada. Peningkatan karena permintaan dari China cukup tinggi," kata Subkoordinator Bidang Karantina Hewan, Balai Karantina Pertanian Kelas I Semarang, drh R Pratiwi A, saat dihubungi di Semarang, Selasa (19/1/2021).
Pratiwi menuturkan, pada awal 2020 atau saat permulaan penyebaran Covid-19, ekspor sarang burung walet terpengaruh akibat pembatasan wilayah atau lockdown, termasuk di China. Keterbatasan penerbangan membuat pengiriman terhambat. Namun, seiring pembukaan kembali pembatasan serta permintaan yang meningkat, pengiriman kembali pulih.
Pada 2020, terdapat 94 eksportir sarang burung walet yang mengirim produk melalui Balai Karantina Pertanian Semarang. Bahan baku berasal dari Kalimantan dan Sulawesi, tetapi ada juga sejumlah daerah di Jateng yang menghasilkan. Adapun harga produk ekspor berkisar Rp 10 juta-Rp 40 juta per kg.
Sebenarnya sarang burung walet sudah lama diekspor. Sempat ada penurunan pada 2016, tetapi kemudian semakin meningkat dalam tiga tahun terakhir. (Pratiwi)
"Sebenarnya sarang burung walet sudah lama diekspor. Sempat ada penurunan pada 2016, tetapi kemudian semakin meningkat dalam tiga tahun terakhir," kata Pratiwi.
Direktur PT Waleta Asia Jaya, Salatiga, Djoko Hartanto, menuturkan, pada awal 2020, ekspor sarang burung walet sempat terkendalakebijakan lockdown. Namun, setelahnya, perlahan pasar China kembali menggeliat, yang membuat permintaan produk kembali meningkat.
"Bulan Mei 2020 sudah terasa membaik. Kembali kencang. Bisa dikatakan, permintaan sarang burung walet meningkat di China karena dikonsumsi untuk penambah stamina tubuh. Ada sialic acid (asam sialat) yang kandungannya hingga 10 persen," ujar Djoko, Selasa.
Menurut Djoko, peningkatan volume produksi sarang burung walet di perusahaannya pada 2020 sekitar 50 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Adapun rata-rata produksi sekitar 750 kg per bulan.
Sebelumnya, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menyebut, tren ekspor sarang burung walet secara nasional meningkat signifikan dalam lima tahun terakhir. "Ini adalah anugerah dari Tuhan untuk kita. Tanpa perawatan khusus, walet memberi sumbangan devisa negara dan pendapatan bagi petani," ujar Syahrul, di Jakarta, Jumat (15/1). seperti dikutip dari situs resmi Kementan.
Menurut data sistem perkarantinaan Badan Karantina Pertanian, Kementan, IQFAST, tercatat selama pandemi Covid 19, jumlah ekspor sarang burung walet sebanyak 1.155 ton dengan nilai Rp 28,9 triliun atau meningkat 2,13 persen dari pencapaian pada 2019 yang 1.131,2 ton atau senilai Rp 28,3 triliun.
Penerbangan langsung
Meski demikian, menurut Pratiwi, ekspor sarang burung walet dari Jateng belum didukung penerbangan langsung ke China, sebagai pasar utama komoditas itu. Selama ini, pengiriman kargo melalui Bandara Internasional Jenderal Ahmad Yani Semarang, harus melalui Bandara Soekarno-Hatta, Banten atau Bandara Juanda, Surabaya terlebih dulu.
Diakuinya, tak mudah untuk membuka rute penerbangan baru karena akan bergantung dengan permintaan atau kebutuhan keterisian penumpang. "Sejak 2018 sebenarnya kami sudah berkoordinasi dengan PT Angkasa Pura dan pada 2019 kami upayakan lagi. Sudah ditawarkan akan ada penerbangan langsung (dari Semarang) ke Hongkong. Namun, lalu keburu pandemi Covid-19," lanjutnya.
Terkait hal ini, Djoko mengatakan, penerbangan langsung dari Semarang ke negara tujuan ekspor memang menjadi harapan karena akan memangkas biaya maupun waktu. Namun, pihaknya memahami karena hal itu tak mudah, terlebih di masa pandemi Covid-19. Hal tersebut menjadi masalah multidimensi karena akan berkait dengan tingkat keterisian maskapai.