Lionel Messi, megabintang Barcelona, menunjukkan rasa frustrasinya saat dikartu merah pada final Piala Super Spanyol. Messi, yang terancam diskors empat laga, juga terancam dilepas Barcelona pada akhir musim ini.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·6 menit baca
SEVILLA, SENIN — Barcelona gagal meraih trofi perdananya di era Pelatih Ronald Koeman seusai dikalahkan Athletic Bilbao, 2-3, lewat babak perpanjangan waktu pada final Piala Super Spanyol musim 2020-2021, Senin (18/1/2021) dini hari WIB di Stadion Olimpico, Sevilla. Megabintang Barcelona, Lionel Messi, bahkan terlihat frustrasi lewat kartu merahnya pada laga itu.
Messi, sosok yang selama ini dikenal sangat kalem, berubah menjadi sosok temperamental pada akhir laga itu. Ia diusir wasit Jesus Gil karena kedapatan memukul Asier Villalibre, pemain Athletic yang mencetak gol kedua timnya ke gawang Barcelona. Gol Villalibre pada menit ke-90 itu memaksakan terjadinya perpanjangan waktu yang lalu dimenangi Athletic.
Peristiwa itu mencoreng nama baik Messi. Untuk pertama kali dalam kariernya bersama Barca, yaitu melewati 753 laga, Messi diusir wasit. Tak hanya itu, kasus Messi itu juga tengah dipantau Komisi Disiplin Federasi Sepak Bola Spanyol (RFEF). Messi terancam diskors lama, yaitu hingga empat laga, apabila terbukti bersalah menganiaya Villalibre.
Rekaman laga itu menunjukkan, Messi memukul punggung dan kepala Villalibre hingga terkapar di lapangan. Padahal, saat itu, Villalibre hanya mencoba menghadang pergerakan Messi menuju areal pertahanan Barca. ”Saya mencoba melindungi tubuh saya (dari benturan fisik). Tetapi, dia (Messi) marah dan memukul wajah saya dengan tangannya,” ujar Villalibre menceritakan kejadian itu, seperti dikutip Givemesport.
Akan tetapi, Pelatih Barca Ronald Koeman tetap membela Messi. Ia bisa memahami rasa frustrasi bintang tim nasional Argentina itu. ”Saya bisa mengerti apa yang dilakukan Messi. Saya tidak tahu berapa kali mereka melanggarnya. Maka, adalah hal normal untuk bereaksi saat mereka terus mencoba melanggar Anda,” tuturnya dikutip Daily Mail, Senin.
Merindukan gelar
Seperti dikatakan Koeman, selama ini, Messi sejatinya pemain yang kalem. Ia kerap mencoba tetap tenang meskipun berkali-kali dilanggar dan ditekel keras lawan. Penyerang berusia 33 tahun itu jarang tersulut emosi dan bereaksi keras dengan lawan yang melanggarnya. Bahkan, dua kartu merah yang didapatnya sebelumnya, bersama timnas Argentina, bukan disebabkan respons berlebihan.
Saat mendapatkan kartu merah dalam laga Argentina versus Hongaria pada 2005, misalnya, Messi hanya coba melepaskan diri dari lawan yang menarik jerseinya. Sayangnya, tangannya menyentuh wajah lawan sehingga dikira wasit bertindak kasar.
Respons berlebihan Messi di Sevilla, kemarin, bisa jadi karena ia merindukan gelar juara. Messi dan Barca telah berpuasa gelar selama nyaris dua tahun setelah terakhir kali meraih trofi juara Liga Spanyol pada musim 2018-2019. Padahal, sejak musim 2008-2009, ”Blaugrana” konsisten mengisi lemari koleksinya dengan trofi, entah itu dari Liga Spanyol, Piala Spanyol, Piala Super Spanyol, Liga Champions Eropa, ataupun Piala Super Eropa.
Walaupun Messi belum mengungkapkan secara langsung rasa frustrasinya, ekspresi rekan setimnya, Antoine Griezmann, seusai laga itu cukup mewakili kondisi mental para pemain Barca saat ini. Griezmann tidak bisa menyembunyikan kekecewaannya kembali gagal meraih gelar pertamanya untuk Barca sejak pindah dari Atletico Madrid pada 2019.
”Saya memiliki semua perasaan buruk yang bisa Anda rasakan setelah kalah di final. Kami membuat kesalahan dalam menghalau bola mati dan kami bertahan dengan buruk. Itu adalah detail penting,” ujar Griezmann dikutip ESPN.
Musim ini, selain gagal meraih gelar Piala Super Spanyol, Barca juga masih tertatih-tatih dalam perburuan gelar juara Liga Spanyol. Barca kini masih menempati peringkat ketiga dengan koleksi 34 poin dari 18 laga. Mereka tertinggal tujuh poin dari pemuncak klasemen, Atletico Madrid, yang baru memainkan 16 laga. Di Liga Champions, mereka lolos ke babak 16 besar dengan status runner up Grup G seusai dipermalukan Juventus, 0-3, di Stadion Camp Nou.
Kartu merah di Sevilla itu pun dianggap sebagai puncak rasa frustrasi Messi, megabintang yang setahun terakhir sempat berkonflik dengan manajemen dan sejumlah rekan setimnya di Barca. Pada awal 2020, Messi bersitegang dengan kiper Barca, Marc-Andre Ter Stegen, dan mantan Direktur Olahraga Barca Eric Abidal.
Presiden Interim Barca Carlos Tusquets berniat melepas Messi. Secara finansial, kepergian Messi akan bagus untuk klub itu karena gajinya terlampau tinggi, yaitu Rp 17 miliar per pekan.
Messi juga sempat berkonflik dengan mantan Pelatih Barca Quique Setien dan asistennya, Eder Sarabia, jelang akhir musim lalu. Kondisi tak kondusif itu pula yang membuat negoisasi perpanjangan kontraknya dengan Barca tersendat. Padahal, kontrak pemain berjuluk ”La Pulga” itu bakal berakhir pada 30 Juni 2021.
Tak dimungkiri, sejak memulai debutnya di Barca, 17 tahun silam, Messi adalah roh permainan klub yang bermarkas di Camp Nou tersebut. Akibatnya, ketika hatinya tak lagi menyatu dengan tim, itu turut memengaruhi suasana ruang ganti atau mental pemain secara keseluruhan.
Melepas Messi
Maka, The Sun, pada Sabtu (5/12/2020), mengabarkan Presiden Interim Barca Carlos Tusquets berniat melepas Messi. Menurut Tusquest, secara finansial, kepergian Messi akan bagus untuk klub karena gajinya terlampau tinggi, yakni mencapai 900.000 poundsterling atau Rp 17 miliar per pekan.
”Kami akan lebih baik secara finansial karena gajinya adalah yang tertinggi di dunia. Tapi, saya bukan siapa-siapa. Keputusan ada di tangan Messi dan dewan klub interim (sementara) tidak bisa mengambil keputusan ini,” tegas Tusquest.
Di sisi lain, permainan Messi menurun semusim terakhir. Pada musim 2018-2019, ia mampu membukukan 51 gol dari 50 laga di segala kompetisi. Semusim berikutnya, ia hanya mengemas 31 gol dari 44 laga. Lalu, pada musim ini, ia baru mengemas 14 gol dari 22 laga.
”Apa yang dihasilkan Messi untuk klub memang menutupi biaya gajinya. Akan tetapi, Barca tidak bergantung hanya pada satu orang,” ujar Tusquest.
Koeman pun membela Messi terkait masalah ini. Menurut dia, pemain bertinggi 170 sentimeter itu sedang memasuki periode baru dalam kariernya. Di usia lebih dari 30 tahun, Messi tidak bisa lagi terus-menerus menjadi mesin gol. Namun, dengan kualitas tekniknya, dia tetap bisa berkontribusi besar untuk tim.
”Leo selalu Leo. Dia tetap penting untuk tim, terutama dalam serangan. Dia memiliki kualitas dalam menguasai bola dan memberikan umpan. Dia mungkin tidak selalu bisa mencetak 30 gol (semusim), tetapi dia akan tetap penting di lini depan kami,” tegas Koeman dikutip Forbes.
Mengulangi sejarah
Sebaliknya, bagi Athletic Bilbao, kemenangan 3-2 atas Barca dan raihan trofi Piala Super Spanyol musim ini adalah ulangan sejarah enam tahun silam. Pada final 2015, Bilbao menjuarai Piala Super Spanyol setelah menumbangkan Barca dengan skor telak, 4-0.
Adapun kemenangan Bilbao kali ini ditentukan oleh gol Oscar de Marcos pada menit ke-42, Villalibre pada menit ke-90, dan Inaki Williams pada menit ke-93. Adapun gol balasan Barca dicetak Griezmann pada menit ke-40 dan ke-77.
Secara keseluruhan, penampilan Bilbao dalam meraih gelar ketiga Piala Super Spanyol itu sangat sensasional. Mereka bisa menaklukan dua kekuatan besar sepak bola Spanyol dalam dua laga beruntun. Itu adalah rekor pertama sejak 1960. Sebelumnya, pada semifinal, Bilbao menyingkirkan Real Madrid.
”Gelar ini sangat layak untuk para pemain setelah mereka berhasil memenangkan dual laga, melawan Madrid dan Barca. Itu sangat luar biasa,” kata Pelatih Athletic Bilbao Marcelino Garcia Toral yang baru menjalani laga ketiganya sejak didapuk sebagai pelatih pada 4 Januari lalu. (AFP/REUTERS)